"Haiii, Ganteng. Lagi joging, ya?" sapa Agatha setelah berada di depan Elvano. Kepalanya mendongak karena perbedaan tinggi mereka. Senyuman lebar tersungging di bibir manisnya.
Elvano berdecak malas, "Menurut, lo? Udah tahu, masih aja nanya."
Selain dingin dan tidak pandai berekspresi, mulut Elvano juga sedikit tajam. Membuat siapa pun yang mendengar ucapannya merasa sakit hati.
"Galak banget," cibir Agatha.
***
Ketika secercah cahaya datang menghangatkan hati yang telah lama membeku. Akankah mereka dapat bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacang Kulit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14 - Pacaran
Agatha dan Chacha sedang berada di parkiran sekolah. Pagi ini Agatha memang berangkat bersama Chacha karena Keenan tidak bisa mengantarnya. Kakaknya itu sedang sibuk di kantornya. Pemuda itu berangkat pagi-pagi sekali sampai-sampai lupa untuk sarapan.
Agatha mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Matanya menatap koridor yang mulai ramai oleh siswa-siswi yang berlalu lalang.
Agatha tertegun ketika melihat Elvano yang sedang menggenggam tangan seorang gadis. Gadis yang sama seperti yang dia lihat semalam.
Agatha menatap sendu punggung keduanya yang mulai menjauh. Siapa sebenarnya gadis itu? Kenapa dia terlihat sangat dekat dengan Elvano? Apa benar mereka pacaran?
"Cha, liat deh. Itu cewek yang gue maksud semalem," tunjuk Agatha pada Chacha. Wajahnya terlihat lesu, sama sekali tidak bersemangat.
"Mana?" Chacha penasaran seperti apa gadis yang dekat dengan Elvano. Secantik apa gadis itu sampai bisa mengalahkan Agatha.
Mata Chacha membulat, tampak kesal karena Elvano melukai hati Agatha.
"Oh itu. Biasa aja sih ceweknya."
Agatha tidak menanggapi, dia justru bertanya tentang hal yang sejak tadi ia pikirkan.
"Kenapa cewek itu di sini? Gue yakin dia bukan murid sekolah ini."
"Murid baru mungkin," jawab Chacha tanpa minat.
"Mereka akrab banget ya. Tangannya gandengan terus lagi," ujar Agatha galau. Dia memang ingin berhenti memperjuangkan Elvano, tetapi bukan berarti dia harus berhenti mencintai Elvano juga. Tentu itu adalah hal yang sangat sulit.
"Udah, gak udah diliat. Kita pergi."
Chacha segera menarik lengan Agatha untuk meninggalkan tempat parkir. Dia tidak ingin sahabatnya itu lebih terluka melihat kedekatan Elvano dengan gadis lain.
...***...
Jam istirahat kali ini, Elvano lebih memilih makan berdua di kantin bersama dengan Elisa. Dia tidak mau bergabung bersama dengan kedua sahabatnya, alasannya tentu saja tidak ingin kedua sahabatnya itu menggoda Elisa, terutama Farhan si playboy.
Elvano juga takut terjadi sesuatu pada Elisa jika dia tidak ada di sampingnya. Gadis itu murid baru, jadi sebisa mungkin Elvano akan selalu menemaninya.
"Mau makan apa?" tanya Elvano lembut, sikapnya sangat berbeda dari biasanya yang selalu dingin.
"Yang enak apa?" tanya balik Elisa. Gadis itu tidak tau apa saja yang dijual di kantin.
"Somay mau?" Ketika Elisa mengangguk, Elvano segera berdiri. "Aku pesenin dulu."
Sebelum Elvano melangkah, tangan Elisa mencekal lengannya. "Jangan lama-lama, ya!" Elisa merasa tidak nyaman sendirian di tempat yang baru.
"Iya," ujar Elvano singkat sembari tersenyum tipis.
Agatha dan Chacha kebetulan duduk di meja yang berada tepat di belakang Elisa. Mereka berdua dengan jelas dapat mendengar percakapan Elisa dan Elvano. Seketika, hati Agatha semakin sakit.
"Cha," panggil Agatha lirih.
"Apaan?" Chacha tau Agatha sedih, tetapi gadis itu harus terbiasa kan? Memang inilah kenyataannya.
Agatha cemberut melihat respon Chacha yang santai.
"Lo denger kan tadi? Elvan ngomong pakai aku-kamu ke cewek itu." Rasanya Agatha tidak terima, ingin marah tetapi tidak berhak.
"Ya terus kenapa?" tanya Agatha. Menurutnya tidak ada yang salah, kalau memang mereka benar pacaran.
"Elvan gak pernah ngomong selembut itu ke cewek, dia aja selalu ketus kalau ke gue. Sebenernya dia siapa sih?" Agatha ingin menangis lagi rasanya.
"Pacar mungkin." Lagi, Chacha membalasnya dengan santai. Bukannya Chacha tidak peduli, hanya saja gadis itu tidak mau Agatha terus-terusan seperti ini. Jangan menjadi lemah hanya karena laki-laki.
"Terus gue gimana dong? Sakit banget liat mereka berdua." Meski hatinya sakit, tetapi matanya terus tertuju kepada sepasang insan yang sedang sibuk memakan makanannya. Sesekali Agatha melihat Elvano yang tersenyum tipis ke arah gadis di depannya.
Chacha menghela napas, sudah tahu menyakitkan tetapi masih saja dilihat.
"Ayo balik ke kelas." Chacha menarik pelan lengan Agatha untuk berdiri.
"Tapi ...." Pandangan Agatha masih tertuju pada Elvano.
"Gak ada tapi-tapian! Sekarang kita balik!" tegas Chacha sembari menarik lengan Agatha untuk meninggalkan kantin.
Bahkan, makanan yang mereka pesan belum tersentuh sedikit pun. Agatha sama sekali tidak berselera, nafsu makannya terlanjur hilang ketika melihat pemandangan yang menyakitkan.
...***...
Di koridor, kedua gadis itu berpapasan dengan Sandi. Pemuda yang akhir-akhir ini mencoba mendekati Agatha.
"Hai, Tha." Senyum hangat terpancar dari wajah Sandi ketika melihat Agatha.
Agatha berhenti, tersenyum sopan pada Sandi. Chacha sendiri hanya diam dan berdiri di samping Agatha. Matanya memicing, menilai Sandi dalam diam.
"Mau kemana?" tanya Sandi.
"Mau ke kelas, Kak." Agatha berdiri canggung.
"Gak ke kantin?"
"Ini habis dari kantin, kak."
Sandi mengangguk pelan, pemuda itu ingin menyampaikan sesuatu tetapi terlihat ragu.
"Ngomong-ngomong, nanti pulang sekolah lo sibuk gak?" tanya Sandi.
"Emang kenapa, Kak?" Agatha mengernyit, sejujurnya dia tidak sibuk. Pulang sekolah nanti dia hanya ingin mengurung diri di kamarnya.
"Mau gak temenin gue ke toko buku?" tanya Sandi penuh harap.
Chacha berdecak dalam hati. Terlihat sekali pemuda itu modus. Tapi tidak apa-apa, ini lebih baik daripada Agatha galau memikirkan Elvano.
Agatha tersenyum minta maaf, "Maaf ya, Kak. Gue ada urusan nanti."
Sandi terlihat sedikit kecewa tetapi berhasil menutupinya dengan senyuman hangat miliknya.
"Ohh, yaudah lain kali aja."
"Maaf, ya Kak."
Sandi terkekeh pelan, "Santai aja, kalau gitu gue duluan." Sandi tersenyum menatap Agatha, mengangguk kecil saat menatap Chacha, kemudian berlalu meninggalkan keduanya.
"Siapa, Tha?" tanya Chacha yang sedari tadi hanya diam.
"Kakak kelas, namanya Sandi. Gue kenal dia waktu kelas X dulu. Dia kan pernah jadi anggota OSIS."
"Ohh, kenapa lo nolak tadi?" tanya Chacha penasaran. Seharusnya ini kesempatan bagus untuk berpaling dari Elvano.
Mereka berdua melanjutkan langkah menuju kelas sembari terus berbincang.
"Males aja, gue gak terlalu deket sama dia."
Chacha mengangguk, gadis itu tahu kalau sebenarnya Sandi mulai tertarik pada sahabatnya. Gadis itu penasaran, bisakah Sandi membuat Agatha jatuh cinta padanya?
Kita lihat saja nanti. Apakah Sandi berhasil merebut hati Agatha?
...***...
Tim El? Tim Sandi?
Thor buat part 2nya dong, suka bnget soalnya Sma ni cs