Bagaimana jika sahabatmu meminta mu untuk menikah dengan suaminya dalam bentuk wasiat?
Dara dan Yanti adalah sahabat karib sejak SMA sampai kuliah hingga keduanya bekerja sebagai pendidik di sekolah yang berbeda di kota Solo.
Keduanya berpisah ketika Yanti menikah dengan Abimanyu Giandra seorang Presdir perusahaan otomotif dan tinggal di Jakarta, Dara tetap tinggal di Solo.
Hingga Yanti menitipkan suaminya ke Dara dalam bentuk wasiat yang membuat Dara dilema karena dia tidak mencintai Abi pria kaku dan dingin yang membuat Yanti sendiri meragukan cinta suaminya.
Abi pun bersikukuh untuk tetap melaksanakan wasiat Yanti untuk menikahi Dara.
Bagaimana kehidupan rumah tangga Dara dan Abi kedepannya?
Follow Ig ku @hana_reeves_nt
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ruang Emosi
Yanti sudah bersiap berangkat ke solo untuk reuni namun rencana menjadi berubah. Abi ada urusan mendadak di hari Jumat ini jadi Yanti harus berangkat sendiri dulu, lalu suaminya akan menyusul di Sabtu pagi karena acara reuni diadakan pas jam makan siang.
Rencana Yanti berangkat dengan pesawat, dia rubah menggunakan mobil. Abi sendiri keberatan Yanti berangkat dengan mobil, namun alasan Yanti pun masuk akal agar ketika Abi tiba hari Sabtu tidak bingung menjemputnya.
"Kan kita via tol, mas jadi hemat waktu. Lagipula kalau ada mobil, habis acara aku sama mas Abi bisa jalan-jalan" ucap Yanti.
Meskipun keberatan, namun Abi menuruti kemauan Yanti. Apalagi sopirnya adalah orang kepercayaannya sendiri jadi Abi agak tenang.
Pagi ini pukul tujuh pagi, Yanti bersiap berangkat ke solo menggunakan Toyota Alphard milik Abi. Sebelum berangkat, Yanti memeluk Abi lama lalu mencium bibirnya dengan penuh kemesraan.
Abi sendiri membalas ciuman Yanti dan keduanya saling berpagutan. Rasanya Yanti seperti tidak mau kehilangan Abi.
"Aku berangkat dulu ya mas. Hati-hati besok berangkatnya, kalau perlu bawa dik Anta." Yanti mencium pipi suaminya.
"Iya Yan. Kamu hati-hati. Bilang sama pak Harto kalau capek, istirahat di rest area ya." Abi memeluk Yanti yang dijawab dengan anggukan.
Sebelum masuk mobil, Yanti mencium punggung tangan Abi lalu mencium bibirnya kembali.
"Kamu tuh kayak lama ga ketemu aku Yan" godanya "Sekarang sukanya ciumin aku".
Yanti hanya tersenyum lalu masuk ke dalam mobil mewah itu lalu ia melambaikan tangan ke Abi yang masih berdiri di depan pintu utama dan tak lama mobil itu keluar dari rumah mewah tersebut.
***
Dara menatap kedua orangtua Bamantara yang memenuhi panggilannya. Kedua orang tua yang sama-sama pegawai bank itu datang dengan sikap terpaksa.
"Apakah putra saya harus diskors atau gimana Bu Dara?" tanya ayah Tara.
"Tidak sampai diskors pak, hanya saja saya minta bapak dan ibu lebih memperhatikan Tara apalagi sebentar lagi hendak ujian semester dan tidak lama ujian akhir nasional. Eman-eman pak, sedikit lagi Tara lulus SMA."
"Baik Bu Dara, saya akan perketat anak saya ini. Maaf saya harus segera ke kantor karena saya tidak mau terlambat karena nanti kena potongan uang makan. Yuk pah!" ajak ibu Tara yang segera berdiri lalu menggamit suaminya.
Dara hanya melongo melihat keduanya langsung meninggalkan dirinya dan Tara yang masih duduk di hadapannya dengan menunduk namun tampak wajahnya menahan amarah pada orangtuanya.
Buru-buru Dara bersikap profesional setelah terbengong bengong. Ditatapnya Tara yang tubuhnya bergetar emosi.
"Tara" panggil Dara lembut. Remaja itu masih saja menunduk. Dara kemudian menghampirinya.
"Tara, ikut ibu yuk." Tara mengangkat wajahnya, tampak matanya memerah akibat emosi. Dara memegang tangan remaja itu. "Kamu ikut ibu yuk".
Tara lalu mengangguk dan mengikuti Dara yang berjalan keluar ruangan. Beberapa guru disana sudah hapal jika Dara memiliki cara tersendiri untuk siswa yang sedang emosi.
Firza yang baru datang dari ruang kepsek hanya terbengong melihat Tara mengekor gurunya.
"Bu Dara, mau dibawa ke 'tempat itu?' " tanya Firza penug arti.
"Iya" jawab Dara tanpa menghentikan langkahnya yang diikuti Tara.
Tara yang masih kesal dengan kedua orang tuanya hanya mengikuti perintah Bu Dara, sampai mereka berada di ruang olahraga.
Di dalam ruang olahraga itu terdapat tiga buah samsak yang ada disana. Dara berdiri di depan salah satu samsak disana.
"Lepas tas mu!" perintah Dara kepada Tara yang melepaskan ranselnya. "Sekarang kamu berdiri disini!" Dara menunjuk tempat depan samsak.
"Ibu tahu bagaimana perasaanmu seperti tadi." Dara menatap Tara dengan serius. "Ibu juga tahu kamu ingin marah tapi tidak tahu gimana. Jadi sebelum kamu berbuat yang aneh-aneh, lampiaskan semua emosimu ke samsak ini."
Tara menatap gurunya dengan tatapan tak percaya. Guru cantiknya ini menyuruhnya memukul samsak.
"Bu Dara serius?"
Dara mengangguk. "Pukulah!"
Tara awalnya hanya memukul dengan satu tangan.
"Yang keras! Seperti orang mau tinju gitu! Atau kamu kalau suka WWE, hajar itu samsak!" kompor Dara.
Tara kemudian memukul dengan dua tangan bergantian namun makin lama dia makin keras memukul yang divariasi dengan kaki. Dara hanya memperhatikan Tara melampiaskan emosinya.
"Mama jahat! Papa jahat! Semuanya egois!" Tara memukul sambil mengumpat, memaki dan menangis.
Hingga akhirnya dia berhenti karena lelah. Tara terduduk, baju seragamnya basah karena keringat dan wajahnya penuh peluh disertai air mata. Dara memberikan sebotol air mineral dan handuk kecil yang memang sengaja dia simpan di sebuah lemari kecil disana.
Tara menerima botol dan handuk yang diserahkan Dara yang ikut duduk di sebelahnya.
"Sudah lega?" tanya Dara.
"Hah...hah...hah... lumayan Bu" jawab Tara sambil mengatur nafasnya.
"Kamu tadi ingin berteriak marah kan?"
Tara menunduk.
"Tara, ini salah satu cara kamu melampiaskan amarahmu karena ibu ingin pada saat kamu pulang, emosi kemarahanmu berkurang jadi kamu bisa berbicara baik-baik dengan orangtuamu. Kamu sekarang usianya 17 tahun, sudah beranjak dewasa. Terkadang kita bisa jauh lebih dewasa dalam berpola pikir dibandingkan orang tua kita sendiri. Kedewasaan seseorang bukan dilihat dari usianya tapi dari cara berpola pikir."
"Tapi mama selalu begitu. Yang ada di otaknya cuma uang uang dan uang. Papa sendiri juga tidak bisa melawan mama. Padahal aku sendiri lebih suka mama memperhatikan aku bukan gadget atau laptop. Seperti kerja tidak ada habisnya." Tara menunduk, tidak mau dilihat gurunya dia menangis.
"Kalau kamu mau menangis, it's okay. Tidak ada larangan cowok nggak boleh nangis karena dalam psikologis, menangis dapat membantu kita melepaskan hormon endorfin atau “rasa enak” yang juga bisa mengurangi rasa sakit secara alami. Ketika seseorang menangis tubuh akan mengeluarkan seluruh toxic-toxic yang tertahan sehingga setelah menangis kita akan merasa lebih kuat secara fisik dan mental."
Tara menatap Dara dengan perasaan menghangat, gurunya tidak menjudge dia sebagai cowok cengeng karena sebagai laki-laki, agak tabu jika harus menangis.
"Jangan dikira pria tidak boleh menangis, siapa bilang? Pada dasarnya kita sama hanya berbeda gender dan jenis kelamin hanya saja hormon dan lingkungan yang membentuk perbedaan sikap akan sesuatu seperti menangis misalnya."
Tara semakin tertarik dengan penjelasan guru cantiknya ini.
"Kamu tahu kenapa ibu bawa kemari? Karena ibu tahu kamu butuh tempat untuk melampiaskan semua yang mengganjal di hatimu. Jangan dikira ibu tidak sama denganmu tadi, sama! Ada masanya ibu tidak bisa mengekspresikan kemarahan atau kesedihan ke orang lain, ibu datang kemari. Ibu lampiaskan pada samsak, karena samsak tidak mengeluh dan selain itu itung-itung ibu olahraga juga" kekeh Dara sambil mengerling ke arah Tara.
Jantung Tara berdebar-debar melihat wajah cantik gurunya.
Ya Tuhan, aku bisa benar-benar jatuh cinta sama Bu Dara kalau begini.
"Jadi Tara, jika kamu merasa emosi, pergilah kemari. Kamu tidak sendiri, karena banyak teman-temanmu mengalami hal yang sama denganmu. Jika emosi mu sudah terkuras dan terbuang disini, logikamu akan berjalan baik." Dara berdiri. "Ibu akan meminta ijin pada gurumu yang mengajar di jam pertama dan kedua pelajaran, tapi nanti jam ketiga kamu harus masuk! Kalau kamu membutuhkan bimbingan ibu, datang saja ke ruangan ibu."
Dara kemudian meninggalkan Tara yang masih terduduk merenungkan apa yang sudah diomongkan tadi.
***
Dara kembali ke ruangannya yang diikuti dengan pandangan para rekannya disana.
"Sudah diajak latihan mukul, Bu Dara?" tanya salah satu rekannya.
"Sudah pak." senyum Dara yang kemudian duduk di kursinya.
Ponsel Dara bergetar yang lalu dibukanya. Terdapat pesan dari Yanti.
📩 Ra, aku pulang naik mobil karena mas Abi masih ada pekerjaan. Nanti kita jalan-jalan yaaaa. Mas Abi nyusul besok. See you sayangku 😚😚😚
Dara tersenyum membaca pesan koplak Yanti.
Hah rasanya tidak sabar ketemu sahabatnya.
***