NovelToon NovelToon
SNIPER CANTIK MILIK TUAN MAFIA

SNIPER CANTIK MILIK TUAN MAFIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Mafia / Nikah Kontrak / Cintapertama
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Rizky Handayani Sr.

Olivia Xera Hilson, gadis cantik dan berwibawa yang tumbuh dalam bayang-bayang kekuasaan, terpaksa menerima tawaran pernikahan dari Vincent Lucashe Verhaag seorang pria karismatik sekaligus pewaris tunggal keluarga bisnis paling berpengaruh di Amerika.
Namun di balik cincin dan janji suci itu, tersembunyi dua rahasia kelam yang sama-sama mereka lindungi.
Olivia bukan wanita biasa ia menyimpan identitas berbahaya yang dia simpan sendiri, sementara Vincent pun menutupi sisi gelap nya yang sangat berpengaruh di dunia bawah.
Ketika cinta dan tipu daya mulai saling bertabrakan, keduanya harus memutuskan. apakah pernikahan ini akan menjadi awal kebahagiaan, atau perang paling mematikan yang pernah mereka hadapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky Handayani Sr., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

Louis, sang asisten pribadi yang selalu peka terhadap setiap gerak tuannya, segera menangkap kode halus dari Vincent. Ia pun bangkit dari kursinya dan menghampiri para tamu dengan sikap sopan dan tenang.

“Maaf, Tuan-tuan sekalian. Tuan Vincent harus segera kembali karena masih ada urusan penting yang harus diselesaikan. Terima kasih atas waktu berharga yang sudah diluangkan malam ini,” ucap Louis dengan nada hormat.

Vincent menatap meja itu sekali lagi dingin dan berwibawa.

“Aku menghargai ucapan kalian semua. Aku pamit dulu. Dan kau, Joni, nikmati malam ini bersama mereka. Kirimkan saja tagihannya padaku. Aku yang akan membayarnya,” ucapnya datar tanpa sedikit pun emosi.

“Terima kasih banyak, Tuan Vincent,” jawab Joni dengan penuh hormat.

Tanpa banyak bicara lagi, Vincent dan Louis keluar dari ruangan itu. Udara malam menyambut mereka ketika keduanya menuju mobil hitam yang sudah menunggu di depan. Dalam perjalanan kembali ke mansion, suasana di dalam mobil begitu hening sampai akhirnya Vincent membuka suara.

“Sial, aku harus menghadiri acara tidak berguna seperti itu,” gerutunya dengan nada dingin, matanya menatap ke luar jendela yang gelap.

Louis tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana.

“Ya, seperti itulah acara yang biasa aku hadiri setiap kali menggantikanmu, Tuan.”

Vincent langsung menoleh, memberi tatapan tajam yang cukup untuk membuat siapa pun membeku di tempat. Louis refleks menelan ludah, wajahnya kaku.

“M-maaf... Tapi mereka memang menginginkan kehadiranmu secara langsung, Tuan muda,” jawab Louis dengan nada gugup.

“Cari tahu tentang Mark,” ucap Vincent akhirnya, suaranya rendah namun tegas. “Aku tidak suka cara dia menatapku.”

Vincent memang dikenal tajam dalam mengingat wajah dan nama para mitra bisnisnya bahkan yang belum pernah ia temui langsung. Sebagian besar urusan itu selalu diurus oleh Louis, tapi malam ini tatapan Mark membuatnya merasa terusik.

Louis mengangguk cepat. “Mark juga ikut dalam tender proyek yang sama, Tuan. Sepertinya dia tidak senang karena kita kembali yang memenangkan kontraknya. Tapi aku akan mencari tahu lebih dalam soal dia.”

Vincent mendecak pelan.

“Ckk! Karena aku memang pantas mendapatkannya. Berani sekali dia menatapku seperti itu. Kalau bukan karena tempatnya penuh orang, mungkin sudah aku cungkil mata bajingan itu,” ucapnya sinis, bibirnya menekuk tipis membentuk senyum berbahaya.

Suasana di dalam mobil langsung terasa menegang. Louis mengencangkan pegangan pada setir, mengemudi dengan lebih hati-hati. Dia tahu betul ketika Tuan Vincent berbicara dengan nada seperti itu, satu kesalahan kecil saja bisa berujung fatal.

* * * *

Pagi-pagi buta, Olivia sudah terbangun dari tidurnya. dia menggerakkan tubuhnya segera bergerak lincah menuju ruang gym di rumahnya. Dia berencana berolahraga sebelum memulai hari.

Keringat mulai membasahi kulit putihnya, setiap gerakan terasa ritmis dan disiplin. Satu jam kemudian, Olivia selesai dan langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Air hangat yang mengalir membuat pikirannya sedikit tenang.

Usai mandi, dia berdiri di depan cermin. Wanita cantik itu memilih dress pendek berwarna peach dengan potongan bahu terbuka, lalu menutupi tubuh rampingnya dengan coat panjang hitam elegan. Tidak lupa, dia memoles wajahnya dengan make up tipis, cukup untuk menonjolkan pesona alaminya.

Setelah semuanya rapi, Olivia turun ke ruang makan. Aroma kopi dan roti panggang sudah menguar lembut di udara.

“Selamat pagi, Nona. Anda terlihat sangat cantik hari ini,” sapa Bi Elli, sang pengurus rumah tangga yang sudah seperti keluarga sendiri.

“Selamat pagi, Bi. Terima kasih,” jawab Olivia tersenyum hangat.

“Duduklah, Nona. Bibi akan mengambilkan sarapan,” ucap Bi Elli lembut.

“Baiklah, tapi Bibi juga harus menemani Olivia sarapan, ya,” pinta Olivia sambil menarik kursi dan duduk di meja makan yang tampak rapi.

Bi Elli mengangguk dan segera menyiapkan sarapan untuk nona kecilnya itu. Tak lama, keduanya sudah duduk berhadapan, menikmati pagi yang hangat dan tenang.

Namun di tengah-tengah sarapan, Olivia menatap Bi Elli dengan sorot mata sendu.

“Bi, lusa Olivia akan menikah. Bibi akan menjadi pengganti mama dan papa, ya,” ucapnya lirih, menahan perasaan yang tiba-tiba sesak.

Bi Elli menghentikan sendoknya. Tatapannya melembut, tapi matanya bergetar menahan air mata.

“Baiklah, Nona. Walaupun Nona akan menikah, Bibi tetap menganggap Nona seperti anak kecil yang dulu datang ke pelukan Bibi, menangis minta digendong,” ucapnya pelan, suaranya bergetar oleh rasa haru.

Olivia tersenyum kecil, lalu menggenggam tangan wanita paruh baya itu.

“Bibi, Olivia tetap akan menyayangi Bibi seperti mama dan papa,” katanya dengan tulus.

Keduanya saling menatap dengan mata berkaca-kaca. Momen singkat itu terasa hangat sekaligus menyedihkan. Namun waktu tak bisa ditahan, dan Olivia harus segera berangkat kerja.

* * * *

Dalam perjalanan menuju kantor, Olivia duduk diam di kursinya, memandangi lalu lintas yang sibuk di luar sana. Hatinya terasa berat.

“Ma, Pa... Olivia rindu,” gumamnya pelan, menatap langit abu-abu di balik jendela mobil.

Kenangan tentang orang tuanya terlintas di benaknya, disusul oleh wajah sahabatnya, Zoe, yang kini bertugas di rumah sakit Spanyol. Dengan cepat, Olivia meraih ponselnya dan menekan nomor sahabatnya itu.

“Hallo?” suara wanita di seberang terdengar.

“Hey, kau Zoe! Apa kau sudah melupakanku, hah?” ucap Olivia sedikit kesal, namun nada suaranya tetap ceria.

“Maafkan aku, Olivia. Aku benar-benar sibuk. Aku benci Spanyol, jadi sekarang aku sedang mengurus semuanya untuk kembali ke Amerika,” jawab Zoe jujur.

“Benarkah? Apa kamu sudah kembali?” tanya Olivia antusias.

“Aku baru saja keluar dari bandara. Mau bertemu, nona cantik?” goda Zoe.

“Tentu saja, nona Zoe. Tunggu aku, nanti saat makan siang kita harus bertemu,” jawab Olivia semangat.

“Baiklah,” Zoe setuju, dan panggilan pun terputus.

Tak lama kemudian, Olivia sampai di kantornya. Ia memarkir mobil dengan rapi, lalu melangkah anggun masuk ke ruang kerjanya. Di meja, laptop sudah menyala. Olivia mulai mengetik surat izin cutinya yang akan diserahkan kepada atasannya.

Tok tok...

“Nona Olivia, apakah Anda sibuk?” suara lembut Erica, rekan kerjanya, terdengar dari pintu.

“Tidak, Nona Erica. Masuk saja,” jawab Olivia sambil tersenyum.

Erica menatap layar laptop Olivia dengan penasaran.

“Apa itu surat izin cuti?” tanyanya.

“Iya,” Olivia menatap layar, suaranya mengecil, “Aku akan cuti... menikah.”

“Apa?! Menikah?! Dengan siapa?! Kenapa tiba-tiba?!” seru Erica kaget, spontan menaikkan suaranya.

“Sssttt... kecilkan suara kamu!” bisik Olivia, memberi isyarat agar tenang.

“Lalu... dengan siapa kau akan menikah?” bisik Erica penasaran, mencondongkan tubuhnya.

“Tentu saja dengan calon suamiku,” jawab Olivia santai dengan senyum tipis.

Erica mendengus kesal. “Oh, dasar kamu suka bikin penasaran!”

Olivia hanya tertawa kecil. “Sudahlah, aku harus menemui Kapten.”

“Eh, Nona tunggu dulu..” panggil Erica, tapi Olivia sudah berjalan keluar.

Tok tok...

“Permisi, Capt,” ucap Olivia sambil melangkah masuk ke ruang Captain Joseph.

“Ada apa, Olivia?” tanya Capt Joseph menatapnya dengan ramah.

Olivia menyerahkan selembar surat dan sebuah undangan.

“Saya mengajukan cuti beberapa hari ke depan, Capt. Ini juga undangan pernikahan saya,” ucapnya sopan.

Captain Joseph tersenyum hangat.

“Wah, Rose akan menikah rupanya. Selamat ya, semoga pernikahan kalian abadi,” ucapnya tulus.

“Terima kasih, Capt,” jawab Olivia bahagia.

“Baiklah, saya setujui cutinya. Nikmati waktumu,” ucap Capt Joseph.

Olivia membalas dengan senyum manis sebelum meninggalkan ruangan itu. Ia kembali ke mejanya, merapikan dokumen-dokumennya, lalu bersiap pergi karena waktu makan siang telah tiba.

Saat Olivia hendak masuk ke mobil, suara familiar memanggilnya.

“Olivia!”

Ia menoleh. “Eh, ada apa, Eiden?” tanya Olivia.

“Apa kamu mau pergi makan siang?” tanya pria itu dengan nada agak gugup.

“Iya, memangnya kenapa?”

“Kau tidak makan di sini? Atau... kau akan makan bersama pacarmu?” ucap Eiden setengah ragu.

Olivia tersenyum tipis. “Tidak, aku akan bertemu sahabat lamaku.”

“Maaf ya, Eiden. Lain kali kita mengobrol, aku ada janji,” katanya lembut, lalu pergi begitu saja.

Eiden hanya bisa menatap punggungnya yang menjauh. Sejak pria itu mengungkapkan perasaannya beberapa minggu lalu, Olivia memang sedikit menjaga jarak bukan karena benci, tapi karena hatinya sudah terikat pada sesuatu yang lebih besar dari sekadar cinta biasa.

1
Murni Dewita
gantung thor
Murni Dewita
double up thor
Rizky Handayani Sr.: ok kak, padahal uda double² up ni 🫠
total 1 replies
Murni Dewita
jodoh mu
Murni Dewita
👣👣👣
partini
wah kakek pintar juga yah
partini
menarik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!