NovelToon NovelToon
JATUH UNTUK BANGKIT

JATUH UNTUK BANGKIT

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Cinta Terlarang / Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Identitas Tersembunyi / Romansa
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

Elang Alghifari, CEO termuda yang sukses, dijebak oleh sahabat dan calon istrinya sendiri. Dalam semalam, ia kehilangan segalanya—perusahaan, reputasi, kebebasan. Tiga tahun di penjara mengubahnya dari pemimpin visioner menjadi pria yang hidup untuk satu tujuan: pembalasan.
Namun di balik jeruji besi, ia bertemu Farrel—mentor yang mengajarkan bahwa dendam adalah seni, bukan emosi. Setelah bebas, Elang kabur ke Pangalengan dan bertemu Anya Gabrielle, gadis sederhana yang mengajarkan arti cinta tulus dan iman yang telah lama ia lupakan.
Dengan identitas baru, Elang kembali ke Jakarta untuk merebut kembali segalanya. Tapi semakin dalam ia tenggelam dalam dendam, semakin jauh ia dari kemanusiaannya. Di antara rencana pembalasan yang sempurna dan cinta yang menyelamatkan, Elang harus memilih: menjadi monster yang mengalahkan musuh, atau manusia yang memenangkan hidupnya kembali.
Jatuh untuk Bangkit adalah kisah epik tentang pengkhianatan, dendam, cinta,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 13 :

Keheningan tegang mengisi ruangan. TV masih menyala di latar, reporter masih membahas skandal dengan excited, tapi di ruang tamu kecil itu, tiga orang berdiri dalam bubble terpisah dari dunia luar.

Elang membuka mulut untuk menjawab—untuk membela diri, untuk menjelaskan, untuk—tapi kata-kata tidak datang. Karena di suatu tempat, di bagian kecil hatinya yang belum sepenuhnya mati, ia tahu Anya tidak sepenuhnya salah. Ia memang merasakan kepuasan melihat Brian panik. Ia memang menikmati kehancuran yang mulai terjadi. Dan itu... itu menakutkan, karena menikmati penderitaan orang lain—bahkan musuh—bukan sifat yang ia kenal dari dirinya sendiri.

Dering HP memecah tension. Stella mengangkat—HP barunya, yang hanya diketahui beberapa orang. "Halo?"

Ekspresinya berubah. "Harris? Iya, ini saya. Iya, sudah lihat berita. Ya, saya akan sambungkan."

Ia memberikan HP ke Elang dengan bibir membentuk kata: *Harris Setiawan*.

Elang menerima dengan tangan yang tiba-tiba sedikit gemetar—bukan karena takut, tapi karena ini adalah kontak pertama dengan dunia lamanya setelah tiga tahun terputus.

"Harris," katanya, suara keluar lebih serak dari yang ia inginkan.

"Elang." Suara di seberang hangat tapi shock. "Elang, anjir, gue... gue nggak nyangka. Gue pikir lo beneran korupsi. Gue pikir lo berubah jadi orang lain. Tapi rekaman itu... rekaman itu nyata kan? Brian beneran menjebak lo?"

"Iya," jawab Elang sederhana. "Dia jebak gue. Dia dan Zara. Mereka rencanakannya bertahun-tahun."

Hening sejenak. Suara napas Harris terdengar berat. "Bajingan. Bajingan brengsek. Gue... gue minta maaf, Lang. Waktu lo ditangkap, gue nggak kontak lo. Gue nggak visit lo di penjara. Gue cobain percaya lo, tapi buktinya overwhelming dan gue... gue pengecut."

"Lo nggak harus minta maaf," Elang berkata, dan mengejutkan dirinya sendiri, ia beneran merasa begitu. "Semua orang ninggalin gue. At least lo jujur ngerasa bersalah."

"Gue mau bantu," Harris langsung to the point. "Stella bilang lo butuh orang dalam di circle bisnis Jakarta. Gue masih punya koneksi. Masih punya akses. Dan yang paling penting, gue benci Brian. Gue selalu benci dia. Dia arrogant prick yang nganggap semua orang di bawahnya. Kalau gue bisa bantu ngehancurin dia sambil balikin nama baik lo, gue akan lakuin."

Elang menutup mata sejenak, merasakan relief yang tidak ia harapkan. "Gue butuh lo infiltrasi investor Hartavira. Kasih tau mereka kebenaran. Tunjukin bukti. Buat mereka cabut."

"Consider it done. Gue kenal beberapa angel investor di Hartavira. Mereka udah nervous setelah berita pagi ini. Tinggal gue kasih sedikit dorongan, mereka bakal panic exit. Saham bakal anjlok lebih dalam."

"Bagus. Dan Harris... terima kasih. Lo nggak harus lakuin ini."

"Gue harus," Harris menjawab tegas. "Lo bantuin gue waktu gue di titik paling rendah. Sekarang giliran gue. We're even after this."

Sambungan terputus. Elang memberikan HP kembali ke Stella, lalu berjalan ke jendela, menatap kebun teh yang membentang hijau dan tenang—begitu kontras dengan chaos yang terjadi 150 kilometer jauhnya di Jakarta.

"Stella," katanya tanpa menoleh, "kirim bukti berikutnya ke wartawan. Rekaman rapat Brian dengan auditor palsu. Besok pagi. Jangan kasih mereka waktu nafas."

"Siap, Pak." Stella sudah membuka laptop, jari bergerak cepat.

Elang kembali ke TV. Saatnya press conference Brian. Layar menampilkan ruang konferensi hotel mewah—puluhan wartawan, kamera TV, fotografer. Brian duduk di podium dengan setelan mahal dan ekspresi tenang yang jelas dipaksakan. Di sampingnya, lawyer dengan wajah keras.

"Selamat siang," Brian mulai, suara firm dan confident—terlalu confident untuk orang yang sahamnya baru anjlok 30%. "Saya di sini untuk meluruskan fitnah yang disebarkan oleh pihak tidak bertanggung jawab. Rekaman yang beredar adalah rekayasa. Ini adalah aksi dendam dari Elang Alghifari, yang tidak terima kalah secara fair dalam kompetisi bisnis—"

"Mr. Brian!" seorang wartawan berdiri. "Ahli forensic audio independen sudah verifikasi rekaman itu asli!"

"Teknologi AI sekarang bisa replicate suara dengan sempurna," lawyer Brian menjawab. "Kami akan ajukan counter-forensic—"

"Mr. Brian, saham Hartavira sudah turun 30%! Investor menarik dana! Bagaimana tanggapan Anda?"

"Ini reaksi berlebihan berdasarkan informasi palsu. Begitu kebenaran terungkap, kepercayaan akan pulih—"

"Mr. Brian, dimana Elang Alghifari sekarang? Apakah Anda takut dia akan balik?"

Pertanyaan itu membuat Brian terdiam sedetik—hanya sedetik, tapi cukup jelas bagi siapa pun yang memperhatikan. Mata Brian berkedip cepat, tanda nervous tic yang Elang kenal dari dulu, yang keluar ketika Brian bluffing di poker atau berbohong di meeting.

"Elang Alghifari adalah narapidana yang baru bebas," Brian akhirnya menjawab, senyum kembali terpasang tapi tidak natural. "Dia tidak punya kredibilitas. Dia tidak punya—"

TV tiba-tiba mati. Elang menoleh—Anya berdiri di samping TV, tangan masih di tombol power, wajah pucat tapi determined.

"Cukup, Mas," katanya pelan. "Cukup buat hari ini. Mas udah ngeliat apa yang mas mau liat. Sekarang istirahat heula."

"Anya, gue lagi—"

"Mas lagi ngeracunin diri Mas sendiri," Anya memotong, suara gemetar tapi tidak mundur. "Anya lihat mata Mas. Asa orang kesurupan. Bukan mata sing sehat."

Elang menatapnya—gadis yang bahkan lebih muda dari dia, yang seharusnya ia lindungi bukan ia buat khawatir, yang seharusnya tidak harus melihat sisi gelap ini dari dia. Dan tiba-tiba, ia merasa sangat, sangat lelah.

"Anya bener," ia akhirnya mengakui, duduk di kursi plastik dengan tubuh yang terasa berat. "Gue... gue nggak tau lagi. Gue pikir bakal ngerasa lega ngeliat mereka menderita. Tapi gue cuma ngerasa... kosong. Dan lapar buat lebih."

Anya duduk di sebelahnya—tidak terlalu dekat, memberi ruang, tapi cukup dekat untuk meraih tangannya. Tangan kecil dan hangat itu menggenggam tangan Elang yang dingin dan gemetar.

"Mas," katanya lembut, "dendam teh nggak akan bikin Mas bahagia. Dendam teh kayak minum racun jeung berharap musuh sing mati. Yang mati ya Mas sendiri. Pelan-pelan, ti jero."

"Terus gue harus apa?" Elang berbisik, suara pecah. "Mereka hancurkan gue. Mereka ambil tiga tahun hidup gue. Dan gue cuma... maafin aja? Pura-pura nggak sakit?"

"Bukan maafin," Anya menggeleng. "Healing. Ada bedana atuh. Maafin teh buat mereka. Healing teh buat Mas sendiri. Mas bisa nuntut keadilan tanpa kehilangan jiwa Mas. Tapi kalo Mas terus jalan kayak gini, sanajan Mas menang... Mas bakal kalah. Karena Mas bakal jadi kayak mereka: kosong, dingin, nggak punya hate lagi."

Kata-kata itu menggantung di udara. Elang tidak menjawab—tidak bisa, karena tenggorokannya tersumbat oleh sesuatu yang terasa seperti tangisan yang ditahan terlalu lama. Stella berdiri di sudut ruangan, laptop di pelukan, tidak tahu harus intervensi atau membiarkan momen ini.

Malam datang dengan dingin khas Pangalengan. Elang berbaring di kasur kecil, menatap langit-langit yang sudah ia kenal setiap retaknya. HP-nya bergetar berkali-kali—notifikasi berita, mention Twitter, pesan dari Stella tentang perkembangan. Tapi ia tidak membuka. Ia hanya berbaring di sana, mengulang kata-kata Anya di kepala:

*Jangan sampe kehilangan diri Mas, demi dendam.*

Tapi bagaimana ia tidak kehilangan diri, ketika diri yang ia kenal sudah dihancurkan tiga tahun lalu? Ketika ia tidak yakin lagi siapa Elang Alghifari sebenarnya—CEO yang naif, narapidana yang mengeras, atau sesuatu di antaranya yang bahkan ia sendiri tidak kenal?

Adzan Isya bergema dari masjid kecil. Elang bangkit perlahan, mengambil wudhu, turun ke bawah. Anya sudah menunggunya di depan—tidak bertanya, tidak menghakimi, hanya menunggu dengan mukena di tangan dan senyum tipis yang entah bagaimana membuat semuanya terasa sedikit lebih ringan.

Mereka berjalan bersama ke masjid dalam keheningan. Dan di sujud malam itu, Elang berbisik sangat pelan:

"Ya Allah, aku nggak tau lagi apa yang bener. Aku nggak tau lagi siapa aku. Tapi tolong... tolong jangan biarkan aku jadi monster demi melawan monster. Amin."

Doa itu terasa seperti jangkar terakhir ke kemanusiaan yang hampir hilang.

---

**[Bersambung ke Bab 14]**

1
Dessy Lisberita
aku kok suka nya elang sama. stella ya thoor
Dri Andri: sayangnya elang udah jatuh cinta sama anya
total 1 replies
Dessy Lisberita
lanjut
Dri Andri: oke simak terus yaa
total 1 replies
Rizky Fathur
hancurkan Brian Thor sehancur hancur Thor bongkar semua kebusukannya Brian Thor jangan bikin elang naif memaafkan Brian pas Brian memohon ampunan jangan libatkan keluarganya bikin elang tidak perduli bikin elang berbisik kepada Brian Brian keluargamu bagiamana bikin di sini Brian sampai memohon jangan libatkan keluarganya bikin elang tidak perduli Dan tertawa jahat Thor hahahaha
Dri Andri: perlahan aja ya😁k
total 2 replies
Rizky Fathur
Thor cepat bongkar kebusukan Brian Thor bikin elang kejam kepada musuhnya musuhnya bantai Sampai ke akar akarnya bersihkan nama baiknya elang Thor bikin di sini sifatnya jangan naif Thor
Rizky Fathur
cepat bantai Brian dengan kejam Thor bongkar semua kebusukannya ke media Thor bikin elang bersihkan namanya Dan Ambil lagi semua hartanya bikin elang tuntut balik orang yang melaporkannya dulu Dan yang memfitnahnya dulu dengan tuntutan puluhan milyar bikin elang kejam kepada musuhnya Thor kalau perlu tertawa jahat dan kejam berbicara akan membantai keluarganya Brian bikin Brian memohon ampunan jangan libatkan keluarganya kepada elang bikin elang tertawa jahat hahahaha Brian aku tidak perduli habis itu pukulin Brian sampai pingsan
Dessy Lisberita
lanjut
Dri Andri: gaskeun
total 1 replies
Rizky Fathur
lanjut update thor ceritanya seru cepat buat elang Ambil kembali asetnya bongkar kebusukan Brian bikin elang kejam Thor sama Brian bilang akan bantai keluarganya Brian bikin Brian memohon ampunan jangan libatkan keluarganya bikin elang tidak perduli bikin elang tertawa jahat Thor
Rizky Fathur: bikin elang kejam Thor bongkar kebusukan Brian ke media bersihkan nama baiknya elang Thor bikin elang tuntut balik yang memfitnahnya Dan menjebaknya itu dengan tuntutan berapa ratus Milyar Thor
total 2 replies
Dessy Lisberita
bangkit lah elang
Dessy Lisberita
jngan terlalu percaya sama saudara ap lagi sama orang asing itu fakta
Rizky Fathur
lanjut update thor ceritanya bikin elang menang bikin Jefri kalah Thor kalau perlu Hajar Jefri sampai luka parah
Dri Andri: gas bro siap lah perlahan aja ya makasih udah hadir
total 1 replies
Kisaragi Chika
bentar, cepat banget tau2 20 chapter. apa datanya disimpan dulu lalu up bersamaan
Dri Andri: hehehe iyaa
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!