NovelToon NovelToon
Menyembunyikan Anakku Dari Mantan Suamiku

Menyembunyikan Anakku Dari Mantan Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Single Mom / Cerai / Janda / Duda / Cintapertama
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ara Nandini

Alina harus menerima kenyataan kalau dirinya kini sudah bercerai dengan suaminya di usia yang masih sama-sama muda, Revan. Selama menikah pria itu tidak pernah bersikap hangat ataupun mencintai Alina, karena di hatinya hanya ada Devi, sang kekasih.

Revan sangat muak dengan perjodohan yang dijalaninya sampai akhirnya memutuskan untuk menceraikan Alina.

Ternyata tak lama setelah bercerai. Alina hamil, saat dia dan ibunya ingin memberitahu Revan, Alina melihat pemandangan yang menyakitkan yang akhirnya memutuskan dia untuk pergi sejauh-jauhnya dari hidup pria itu.

Dan mereka akan bertemu nanti di perusahaan tempat Alina bekerja yang ternyata adalah direktur barunya itu mantan suaminya.

Alina bertemu dengan mantan suaminya dengan mereka yang sudah menjalin hubungan dengan pasangan mereka.

Tapi apakah Alina akan kembali dengan Revan demi putra tercinta? atau mereka tetap akan berpisah sampai akhir cerita?

Ikuti Kisahnya!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ara Nandini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Tak direstui

Kamelia, Afkar, dan Cika melangkah turun dari taksi. Kamelia menyapu pandangan ke sekitar, jarum jam menyentuh angka tujuh malam.

"Ini rumah Kak Alina?" tanya Cika sembari menunjuk sebuah hunian sederhana dengan lampu teras yang berpijar temaram.

"Iya, benar. Ayo masuk," balas Kamelia sembari mengetuk pintu.

Tok! Tok! Tok!

Tak berselang lama, pintu terbuka. Alina muncul di sana mengenakan piyama santai dengan rambut yang dikuncir asal-asalan.

"Mama!!" pekiknya saat melihat Kamelia. Ia langsung menghambur memeluk ibunya dengan erat.

"Kangen banget, tahu!"

Kamelia mengulas senyum hangat.

"Mama juga, Sayang. Kamu sehat-sehat saja kan di sini?"

"Sehat banget kok," sahut Alina dengan senyum yang merekah lebar.

Pandangannya kemudian beralih pada dua orang di belakang Kamelia.

"Eh... ternyata adik-adikku yang manis ini ikut juga!"

"Halo, Kak Alina! Kita ketemu lagi," sapa Afkar dengan nada ceria.

"Ayo masuk!" ajak Alina ramah sembari menarik tangan Afkar.

"Kak, jangan digodain ya pacarku itu," celetuk Cika.

"Ya kalau aku nggak khilaf," balas Alina terkekeh sambil melepaskan genggamannya pada Afkar.

Beberapa saat kemudian di ruang tamu...

"Jam berapa acaranya dimulai, Ma?" tanya Alina sembari menyajikan nampan berisi minuman dan kudapan.

"Jam delapan, Sayang."

"Ayo diminum dulu, Adik-adik," tawar Alina.

Afkar dan Cika segera mengambil gelas mereka dan mulai mencicipi camilan yang ada.

"Dari tadi Mama nggak lihat Aeris. Dia di mana?"

"Di kamar, Ma," sahut Alina sambil menyandarkan punggungnya di sofa.

Tiba-tiba, suara pintu kamar terbuka terdengar.

Ceklek!

Sesosok bocah kecil berdiri di ambang pintu—Aeris—tampil sangat rapi dengan rambut yang sudah disisir klimis dan sepatu yang sudah terpasang di kaki.

Alina mengernyitkan dahi, menatapnya penuh heran.

"Lho, kamu mau pergi ke mana, Sayang?"

"Nenek apa kabar?" tanya Aeris sembari berjalan mendekat ke arah Kamelia, mengabaikan pertanyaan ibunya.

"Baik, Sayang. Tapi kamu rapi sekali. Mau ke mana?"

"Mau ikut," jawab Aeris dengan santai.

"Ikut ke pesta? Nggak boleh, Aeris," tegas Alina.

"Pokoknya Aeris mau ikut! Masa bodoh Mama kasih izin atau nggak," jawabnya dengan nada ngegas.

Alina membuang napas panjang.

"Lho, nggak bisa begitu dong. Datang ke acara orang tanpa diundang itu namanya tidak sopan."

"Nek... Aeris juga diundang kan? Aeris kan cucu Nenek, jadi nggak apa-apa dong kalau ikut?" Aeris menatap Kamelia dengan penuh harap.

Kamelia melirik ke arah Alina, namun wanita itu hanya memberikan gelengan pelan.

"Ayolah... Aeris mau ikut. Aeris juga butuh healing," lanjut Aeris dengan wajah menggemaskan, pipi yang digembungkan, dan suara yang dibuat semanis mungkin.

"Ikutkan saja deh, Kak," potong Cika.

"Pemilik pestanya pasti tidak akan keberatan. Buktinya dia baik sekali mau mengundang kita yang bukan siapa-siapa ini."

Kamelia mengangguk pelan.

"Ya sudah, kamu ikut sama Nenek ya."

"Yey! Horeee! Makan-makan!" seru Aeris sambil melompat-lompat kecil.

Alina hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tak lama kemudian, mereka semua sudah berada di dalam taksi.

"Hati-hati di jalan, ya!" teriak Alina dari teras.

"Mama juga hati-hati, takut nanti diculik om-om!" balas Aeris berteriak dari dalam mobil.

Alina hanya bisa tersenyum kecil sambil menggeleng, lalu menutup pintu rumah setelah mobil itu melaju.

Di mobil yang berbeda...

Devi duduk di kursi penumpang dengan perasaan gelisah. Jemarinya saling meremas satu sama lain. Tatapannya menyiratkan kecemasan, meski ia berusaha keras untuk tetap terlihat tenang.

Revan, yang berada di sampingnya, menyadari kegelisahan itu. Ia segera menggenggam tangan kekasihnya dengan lembut.

"Jangan tegang. Ada aku di sini," ucapnya meyakinkan.

"Siapa pun yang berniat menyakitimu, harus berurusan denganku dulu."

Devi menatap Revan dan membalas genggaman tangannya. Senyum tipis mulai muncul di wajahnya. Mereka sedang dalam perjalanan menuju gedung tempat pesta ulang tahun Jesika diadakan.

"Mau lanjutin yang tadi nggak?" bisik Revan dengan nada menggoda.

"Nggak, ih," sahut Devi dengan cepat.

Dari balik kemudi, Javier melirik melalui kaca spion.

"Sudah dong, woi."

"Iri saja lo, jomlo!" balas Revan.

"Kelamaan pacaran kalian berdua. Mendingan langsung nikah saja, daripada nanti Devi keburu hamil!"

"Tenang saja," sahut Revan santai sembari merangkul bahu Devi.

"Dalam waktu dekat, aku pasti akan menikahinya. Lihat saja nanti."

Beberapa saat kemudian, mobil mereka sampai di depan gedung acara. Dari luar, dentuman musik sudah terasa dan lampu-lampu gemerlap menghiasi malam.

Devi menarik napas panjang, mencoba menenangkan debaran jantungnya.

"Ayo," ajak Revan sembari menyodorkan lengannya.

Devi segera mengaitkan lengannya pada Revan. Bersama-sama, mereka melangkah memasuki gedung.

Dari arah belakang, Javier menyipitkan mata.

"Ck, tega sekali aku ditinggal sendirian..."

••••••

“Masih jauh tidak, Nek?”

“Mungkin sekitar dua puluh menit lagi, Sayang.”

Kamelia menjawab dengan lembut sambil mengusap kepala cucunya penuh kasih sayang.

“Aeris sudah tidak sabar, ih…” ucapnya sembari memandang ke luar jendela.

Di kursi depan, Afkar melirik ke arah kaca spion, lalu menoleh sedikit ke arah Cika yang sedang sibuk memoles riasannya.

“Cik, jangan terlalu tebal pakai lipstiknya.”

“Ini tidak tebal kok,” sanggah Cika tanpa menoleh.

“Tebal itu. Mau aku buat bengkak bibirmu?”

“Heh, Afkar…” tegur Kamelia.

“Gemas sekali, Bi… rasanya ingin kunikahi saja!” ucap Afkar sembari terkekeh.

Cika spontan memutar bola matanya.

“Kalau nanti nikah mau makan apa? Mau tinggal di mana? Biaya anak pakai apa? Kita saja masih menumpang di rumah Bibi, sudah sok-sokan mau menikah,”

Afkar seketika terdiam. Raut wajahnya berubah sendu karena menyadari kebenaran di balik kata-kata itu.

Cika melihat perubahan ekspresi Afkar. Namun sebelum ia sempat bersuara, Kamelia menimpali.

“Tidak apa-apa, kok. Setelah kalian menikah, tinggal di rumah Bibi juga tidak masalah.”

Cika menggelengkan kepalanya pelan.

“Jangan, Bi. Kami sudah terlalu banyak dibantu. Padahal kami ini bukan keluarga Bibi...”

“Kalian itu sudah seperti anak-anak Bibi sendiri. Jadi jangan sungkan. Kalau butuh apa-apa, bilang saja. Siapa tahu Bibi bisa bantu,” tutur Kamelia.

Cika tersenyum haru. Ia mendekat dan memeluk Kamelia dari samping.

••••

“Good night everyone!”

Suara pembawa acara menggema dengan penuh semangat.

“Malam ini kita berkumpul untuk merayakan ulang tahun nyonya kita tercinta… Nyonya Felix!”

Tepuk tangan riuh terdengar dari segala penjuru ruangan.

“Silakan bagi para hadirin yang telah hadir untuk menikmati hidangan yang ada. Jangan sungkan, karena malam ini akan ada banyak acara menarik! Enjoy the night!”

Suasana makin meriah saat lampu sorot berwarna-warni berputar. Lantai dansa mulai dipenuhi tamu-tamu dengan gaya yang elegan. Namun, atmosfernya lebih menyerupai resepsi pernikahan ketimbang pesta ulang tahun biasa.

Revan meraih tangan Devi.

“Ke sana yuk, menemui Mama.”

Tanpa menunggu persetujuan, ia menarik lembut tangan kekasihnya, menuntun Devi membelah kerumunan menuju sudut ruangan, tempat ibunya duduk anggun berbincang dengan para tamu.

“Hei, Revan?” sapa seorang wanita paruh baya.

Revan menoleh dan tersenyum lebar.

“Hai, Tante Marsha…”

“Wait, siapa gadis cantik ini? Jangan-jangan… ini calon menantumu, Jes?” tanya Marsha sembari melirik Jesika yang duduk di sebelahnya.

Jesika hanya tersenyum tipis. Sebelum ia sempat berucap, Revan sudah mendahului.

“Yup, she’s my girlfriend… dan calon menantu keluarga Nandikara.”

“Ha...halo, Tante,” sapa Devi sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada dengan perasaan gugup.

“Cantik sekali, Jes,” bisik Marsha pada Jesika.

“Tidak rugi kalau dapat spek yang seperti ini.”

Revan tertawa kecil.

“Kamu tunggu di sini sebentar ya. Aku mau menemui teman-temanku dulu,” ucap Revan sambil menepuk tangan Devi pelan, lalu beranjak pergi sebelum gadis itu sempat memprotes.

“Ah, sebentar ya, Jes,” ujar Marsha saat ponselnya berbunyi. Ia pun melangkah menjauh.

Kini tinggal Jesika dan Devi berdua. Seketika, suasana berubah menjadi dingin.

Jesika berdiri, lalu matanya menatap tajam dari ujung kepala hingga ujung kaki Devi.

“Sepertinya anak saya yang membiayai penampilanmu dari atas sampai bawah.”

Nada suaranya terdengar datar, namun sangat menyakitkan.

Devi hanya bisa menunduk dalam. Dadanya terasa sesak.

“Beruntung sekali ya, gadis sepertimu bisa dicintai Revan, dibiayai, bahkan diangkat menjadi sekretaris juga.”

Jesika menyilangkan kedua tangannya di dada.

Devi menggigit bibirnya, matanya mulai berkaca-kaca. Entah mengapa, setiap kali berhadapan dengan Jesika, hatinya selalu merasa perih.

“Kamu pakai apa sih untuk memantrai anak saya? Sampai dia bisa sebegitu cintanya padamu.”

“Kamu benar-benar cinta padanya? Atau hanya mengincar hartanya saja?”

Devi mengangkat wajahnya dengan perlahan. Meski matanya mulai basah, ia berusaha tetap kuat.

“Ta...nte. Aku benar-benar tulus. Dari dulu… aku mencintai Revan bukan karena dia kaya. Bahkan jika dia miskin pun… aku akan tetap mencintainya.”

Hening.

Jesika tidak memberikan respons sepatah kata pun. Ia hanya menatap Devi sejenak, lalu berbalik dan pergi begitu saja, meninggalkan Devi sendirian di tengah kemeriahan pesta yang gemerlap.

1
rian Away
REVAN HARUS MATI .. REVAN HARUS DIBUNUH
rian Away
aeris anak haram 🤭
Sunaryati
Ada waktunya kamu bahagia Alina, dan gantian Revan yang hancur
shenina
huhhh sempat2 nya fitri bisa punya ide seperti itu untuk anak nya.. udah keliatan kalau matre, ya jelas lah siapa yg g mau bisa dapatkan menantu kaya raya
shenina
hihh najis 🤮🤮🤮 g rela kalian bahagia.. g sudi sampai al balikan dgn revan..
shenina
sabar alina.. kamu wanita mahal.. ikhlaskan ajaa
shenina
berjuang demi mendapatkan restu sampai titik darah penghabisan
shenina
anj kau revan..😏 dua manusia yg g punya hati
shenina
gak rela alina balikan dgn revan
shenina
hadeuh drama si devi
shenina
emang gak ada nama di dalam kartu undangan birthday ya..ibu kamelia dan mama ny revan k mantan besan.. masa g kenal lagi
shenina
alina yg malang 🤧
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
shenina
kasihan Aries 🥺
shenina
udah bagus mereka g usah ketemu lagi 😮‍💨
Sunaryati
Baik Alina atau kamu yang jadi istri Revan tidak akan bahagia, karena mama Revan suka sama Alina tapi Revan yang tidak suka, sedangkan Devi tidak disukai dan tak dapat restu mamanya Revan itu sangat baik karena restu ibu yang baik sama dengan ridza Tuhan. Jika kalian tetap nikah tanpa restu tidak akan bahagia. Kamu pede banget mau merawat anak Alina dan Revan, memangnya Alina mengizinkan dan Aries mau?
Sunaryati
Thoor buat Aries jangan seperti itu kasihan Alina, jadikan Aries anak yang sayang mamanya, nurut dan santun, jangan suka mengacak barang dan mik up Alina. Jangan kata- kata Aries yang seperti orang dewasa saja. Jika Aries seperti penilaian Mantan mertua dan suami laknatnya Alina tidak bisa mendidik anak.
Sunaryati
Tidak akan dapat restu jika ternyata Aries anak Revan , di bab lalu emak menyarankan di restui namun tanpa anak. Tapi karena sejak Devi sudah jika mereka pasangan suami istri dan tetap menyambut cinta Revan, emak cabut dukungannya, Revan tak menikahi Devi, dan Alina juga tidak mau kembali pada Revan.
rian Away: ngetik apaan
total 1 replies
Sunaryati
Semangat Alina, penghinaan yang dilakukan Revan sejak pasti ada balasan, ikhlas saja
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!