”Elden, jangan cium!” bentak Moza.
”Suruh sapa bantah aku, Sayang, mm?” sahut Elden dingin.
"ELDENNN!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Felina Qwix, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilema Sejenak
Seolah terpanggil, Susi segera keluar dari dalam rumah, mengenakan daster sederhana. Wajahnya berseri-seri. Moza pun tersenyum haru. Lama rasanya tak bertemu dengan ibunya.
“Za, kamu udah lihat dapurnya? Mama sampai bingung mau masak apa dulu, dapurnya mewah kayak restoran keluarga Pitch!” katanya sambil tertawa.
Moza menatap mamanya, lalu ke arah Elden, dan kembali ke rumah itu lagi. Dadanya menghangat—aneh, penuh, dan campur aduk.
“Mama, aku kangen mama," gumam Moza.
Elden mendekat, suaranya merendah. “Peluk mama dong sayang? Mau aku praktikan gimana cara peluknya, apa gimana?"
Moza mendengus pelan. “Alasan orang modus. Kalo cuman meluk, ya aku tau!"
Elden tersenyum tipis. Moza pun memeluk Mamanya. Susi pun tersenyum kepada keduanya.
Jagur berdehem kecil memecah momen haru itu. “Tuan, barang terakhir sudah hampir selesai ditata.”
Elden mengangguk. “Pastikan kamar Moza sesuai yang aku minta.”
Moza spontan menoleh. “Sesuai yang kamu minta?”
“Ya,” jawab Elden tanpa rasa bersalah. “Kunci pintu aman. Kamera luar aktif. Dalam rumah tidak.”
Moza menyipitkan mata. “Kamu trauma aku kenapa-kenapa atau emang posesif?”
“Dua-duanya,” jawab Elden jujur. "Aku gak suka Jagur dekat kamu."
Jagur pun terkekeh. "Tuan, saya sudah tua. Mana mungkin saya begitu dengan No-"
"Gue tau. Gue antispasi." Potong Elden singkat. Semua orang pun tersenyum singkat, Susi—mamanya Moza juga menyenggol Moza. Tersenyum menggoda putrinya. Moza hanya diam tak berekspresi.
****
Markas Jehuda.
"Sebutkan apa kesukaannya Moza!" pinta Zon pada pacarnya. Jia pun terpaksa menjawab. Dia sedang bermain dare and truth bersama kekasihnya, dan berdua saja.
"Harus ya?"
"Ya dong, demi bos Elden. Gue harus tau informasi penting ini!"
"CK, dia suka tumis, makanan sehat sama susu."
Zon pun merekam suara kekasihnya, lalu mengirim kepada Elden malam itu juga. Tanpa menunggu lama, Elden membalas pesannya.
| Lo mau minta apa? | Balas Elden to the point.
| Gak minta apa apa. Gue mau aja tau, supaya lo sama Moza makin mesrah pake h loh! ( Emoji ketawa)| Zon membalas.
| Sinting lo. Gak usah, gue cemburu, kalo sampai Lo tau segala sesuatunya. Lo bukan milik Moza!| Balas Elden.
Zon pun memberi tahu pesan itu kepada Jia. Gadisnya itu pun tersenyum. "Elden yang nyebelin itu bisa ya bucin mamvus begitu?"
"Bisa dong. Palingan belum boleh unboxing paket," kekeh Zon.
"Bisa juga sih!" Sahut Jia. Keduanya jadi saling pandang, saat itu Zon malah mengecup bibir Jia dan bersamaan dengan itu, listrik mati.
Blep.
Setelahnya, hanya Jia dan Zon yang tau keduanya melakukan apa. Tak ada yang bisa memprediksi, meski ada cctv di dalam ruangan, tetap saja suasananya gelap, mana bisa terlihat? Satu jam setelahnya, Niel dan Nimbuz datang.
Keduanya babak belur.
"Anjwirrr!"
Braaak!
Nimbuz dan Niel membuang helm yang ia pakai ke lantai. Hingga membuat Zon tiba-tiba keluar dari ruangan, saat itu lampu sudah menyala.
Nimbuz dan Niel terkejut, apalagi rambut Jia berantakan, mana lagi, banyak bekas hickey di area ceruknya. "Kalian baru ngapain sih? Gak tau kita lagi kesel apa!" bentak Niel.
"Eh, sabar kenapa? Ada apa sih?"
"Ada cowok baru di Genk Moppo, namanya Alredo! Panggilannya Redo, Nimbuz kalah balapan sama dia, kalo sampe besok, Elden gak turun lawan itu cowok, Genk kita bakalan dihabisi!" papar Niel kesal, pria itu berapi-api menyugar rambutnya dengan kesal.
"Tapi, besok itu hari pertama ujian, lo gak tau? Mana bisa, Elden join kita balapan?"
"Yah, gue tau. Tapi, masalahnya lo semua mau dibunbun sama anggota Moppo. Alredo jago banget, gue gak bisa lawan dia. Harus Elden." Niel melempar helmnya. Nimbuz juga mengirimkan pesan pada Elden, lewat pesan suara berbasis pesan.
Tak beberapa lama, Elden membaca pesan tersebut tanpa membalas.
Nimbuz dan Niel kembali mengirimkan pesan di grup Jehuda itu.
"Kalo lo besok gak turun tangan, itu artinya kita gak kompak lagi."
Pesan terkirim.
Elden kembali membaca pesan itu, dan teman-temannya malah heran kenapa Elden tidak membalas sama sekali.
"Pasti dia gak peduli kita lagi, pasti Moza doang yang jadi prioritas dia."
"Gue tau, dia bukan Elden yang dulu. Besok kita gak usah sapa aja dia."
"Biarin kita mati semuanya." Sahut Niel mengakhiri. Jia dan Zon saling tatap. Mereka lantas menengahi pemikiran sementara Niel dan Nimbuz.
"Bukan gitu, bisa jadi Elden masih mikir, gimana dia harus minta izin ke Moza," ungkap Jia.
"Betul, cewek gue bener. Lagian, sebagai temen kita juga harus ngerti kan?" ungkap Zon. Tapi, Niel dan Nimbuz tak berbicara sama sekali, mereka semua langsung pergi dan pulang tanpa kata.
Zon dan Jia hanya bisa menarik napas mereka pelan. Berharap Genk Yehuda tidak akan terpecah belah hanya karena permasalahan kecil seperti ini.
****
Di rumah Moza...
Sudah jam 11 malam, Elden masih bingung harus bagaimana, besok di sekolah Liston adalah hari pertama ujian sekolah. Sementara itu juga, dia harus menaati peraturan soal jangan merokok, jangan minum, jangan tawuran apalagi sampai balapan.
Moza tidur di sampingnya. Elden menatap wajah istrinya dengan seksama. "Tell me, Moza. Kalo gue bilang jujur, apa lo bakalan kasih gue izin? Tapi, kalo gue gak ngomong, apa lo... Bakal marah?"
Elden menghela napasnya berat. Pria itu mengambil ponsel Moza. Di sana ada bekas pesan dari seseorang.
Alredo Bastian.
Moza?
Moza, kenapa lo sekarang gak pernah balas gue?
Moza? Kita temen dari kecil, gak pernah gue semuak ini, lo cuekin.
Elden terdiam, mengamati foto pria di akun kecil perpesanan tersebut, lantas ia hanya menghapus pesan tersebut dari ponsel Moza. Bahkan, parahnya memblokir nomor Alredo, dia juga mengubah nomor Alredo empat digit dari belakang secara acak, tujuannya agar Moza gak lagi mengingat sosok pria itu, titik!
Elden menghela napasnya pelan. Pria itu menuliskan surat di buku soal soal yang Moza buat untuk ujian di hari Rabu, dia menuliskan panjang lebar soal malam besok dirinya tidak ada di rumah.
Selesai melakukan itu semua, Elden memeluk Moza dari belakang, diletakkannya kepala mungil istrinya di dekapan dadanya. "Bodoh, masih aja mau nyimpen nomor cowok yang katanya temen masa kecil! Gak akan sayang, gak ada akses untuk orang lain diantara kita."
Cup.
Elden mengecup puncak kepala Moza dengan lembut. Pria itu juga tiba-tiba teringat beberapa peralatan balapannya. Ada sarung tangan, helm dan semuanya. Dia segera mengirimkan pesan pada Jagur.
"Besok, jam 7 malam gue ada balapan di area Z. Siapkan semua keperluan gue, terutama helm full face, pengaman lutut, sarung tangan anti keringat sama pil stamina. Lo ngerti kan, Gur?"
Tak lama, pesan pun masuk.
"Siap, Tuan Muda, tapi bukannya besok hari pertama ujian sekolah, Tuan kan janji akan belajar dengan baik?"
Pesan Jagur segera dibalas oleh Elden.
"Gue belajar dengan baik, gue gak ngingkari itu. Gue juga harus jaga temen temen gue."