Tanggal pernikahan sudah ditentukan, namun naas, Narendra menyaksikan calon istrinya meninggal terbunuh oleh seseorang.
Tepat disampingnya duduk seorang gadis bernama Naqeela, karena merasa gadis itu yang sudah menyebabkan calon istrinya meninggal, Narendra memberikan hukuman yang tidak seharusnya Naqeela terima.
"Jeruji besi tidak akan menjadi tempat hukumanmu, tapi hukuman yang akan kamu terima adalah MENIKAH DENGANKU!" Narendra Alexander.
"Kita akhiri hubungan ini!" Naqeela Aurora
Dengan terpaksa Naqeela harus mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih demi melindungi keluarganya.
Sayangnya pernikahan mereka tidak bertahan lama, Narendra harus menjadi duda akibat suatu kejadian bahkan sampai mengganti nama depannya.
Kejadian apa yang bisa membuat Narendra mengganti nama? Apa penyebab Narendra menjadi duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 - Kedatangan Mantan
Kekhawatiran melanda perasaannya Naqeela, sudah sore Narendra tidak kunjung pulang. Seketika hatinya risau karena takut pria itu kenapa-kenapa. Meski Narendra sering bersikap kasar, tapi tetap saja hatinya merasakan keresahan.
"Sudah jam enam sore dia belum pulang juga. Kemana perginya dia? Apa dia bekerja? Tapi mana mungkin dalam kondisi begitu bisa bekerja? Kalau tidak bekerja pergi kemana coba?" Mondar mandir, itulah yang saat ini Naqeela lakukan karena bingung memikirkan Narendra.
Padahal, dia sudah menyiapkan makanan, dan juga sudah menyiapkan air hangat sesuai yang diinginkan Narendra tadi. Pandangan mata terus memperhatikan jam dinding dengan perasaan tidak menentu.
"Padahal aku mau mulai berbakti padanya, eh dia malah menjauh. Sebenarnya aku ini pantas tidak sih jadi seorang istri Narendra? Dia yang kaya dan juga tampan rupawan masa disandingkan dengan aku si Upik abu dari keluarga tidak mampu. Kenapa pula setelah bapak menasehatiku, aku malah lebih siap berbakti padanya? Heran deh." Karena lelah menunggu dengan kaki terus berdiri, Naqeela pun duduk di sofa.
"Berhubung tidak ada orang di rumah ini, aku santai saja dulu," ucapnya sambil menyandarkan punggungnya ke sofa.
Namun karena cuaca di luar tidak sedang baik-baik saja alias sedang mendung akibat hujan gerimis melanda bumi, keadaan menjadi lebih terasa dingin dan juga sepi mencekam.
Sedangkan orang yang sedang Naqeela tunggu berada di sebuah apartemen mewah miliknya, ditemani sosok setia yang kerap kali menjaga dia, siapa lagi kalau bukan sopir sekaligus sebagai asisten pribadinya.
"Sampai kapan akan bersembunyi dibalik kursi roda? Tidak inginkah menunjukan kalau Den Narendra sudah sembuh dari kelumpuhan di kaki?" ujar Pak Miko.
Kepulan asap menemani Narendra dengan pandangan memperhatikan setiap sudut kota. "Untuk saat ini saya belum bisa menunjukannya, Pak. Banyak hal yang sedang ingin saya cari tahu dan hanya dengan kelumpuhan ini semuanya mulai terkuak."
"Tapi bagaimana dengan Naqeela? Gadis itu terlihat baik dan polos, sepertinya dia harus tahu dan juga harus membantu mengungkapkan misi kamu, Den."
"Tidak usah melibatkan dia, dia saja masih butuh pertolongan dan saya tidak ingin ada korban lain lagi," balas Narendra sambil mematikan puntung rokoknya di asbak, lalu berdiri berjalan mengambil ponselnya.
"Malam ini saya mau menginap di sini, bapak bisa pulang sekarang."
"Tapi di rumah ..."
"Mama tidak akan pulang, dia sedang bersenang-senang dengan suami barunya dan di rumah tidak akan ada apa-apa, Naqeela baik-baik saja." Meski begitu, ia tetap memperhatikan pergerakan Naqeela dibalik layar ponselnya yang sudah terhubung dengan cctv di rumah.
"Menurut bapak mah, lebih baik kamu pulang ke rumah, kasihan Naqeela ⁷sendirian. Setidaknya kamu ada disamping dia meski tidak ada cinta diantara kalian. Apa kamu lupa kalau orang itu bisa saja datang membawa Naqeela dan menyerahkannya pada pria hidung belang? Kasihan dia, dia sudah susah sejak kecil, jangan ditambah lagi."
Narendra diam, banyak hal yang tidak dia ketahui tentang Naqeela, namun karena rasa penasarannya pada sosok itu, dia mencari tahu seluk-beluk siapa gadis itu.
Narendra pun menghela nafas panjang. "Baiklah, saya pulang."
*****
Kediaman Narendra.
Ting.. tong..
Bel terus berbunyi, bunyinya pun membangunkan Inara.
"Ya Tuhan, aku ketiduran." Penglihatannya langsung tertuju pada jam dinding yang sudah mengarah pada pukul tujuh malam.
Ting.. Tong..
"Pasti itu Mas Narendra." Naqeela pun berdiri dari duduknya dan berlari menuju pintu, lalu dia membuka pintu. Namun senyum yang tadi dia suguhkan berubah menjadi keterkejutan.
"Kamu!"
"Hai, apa kabar?" dia Fadhil, mantan tunangannya Naqeela.
"Kabar ku baik? Kamu tahu dari mana alamat rumah ini?" Setahunya, Fadhil tidak pernah tahu alamat rumah ini dan dia juga tidak pernah memberi tahu alamat rumah ini, tapi darimana Fadhil tahu?
"Cukup mudah, hanya tinggal cari nama suami kamu tentu banyak yang tahu, toh rumah ini ternyata hanya beda komplek saja dengan rumah aku. Aku komplek A, rumah ini komplek B." Mata Fadhil memperhatikan setiap sudut rumah itu. "Dimana suami kamu? Aku ingin bicara."
"Dia sedang di luar, lebih baik kamu pergi dari sini. Tidak baik bertamu pada rumah orang ketika tidak ada tuan rumahnya, maaf." Naqeela hendak menutup pintunya, tapi Fadhil menghalangi.
"Kok buru-buru sekali sih? Kita bicara di luar yuk." Fadhil berusaha bersikap tenang dan masih berusaha sopan.
"Tidak, kamu tidak bisa bicara sama kamu. Kamu pikir aku lupa sama ucapan kamu waktu itu, jadi tidak ada yang harus kita bicarakan lagi. Sekarang silahkan kamu pergi dari sini! Kita sudah tidak punya hubungan apapun lagi." Sejujurnya ia merasa takut ketika sendiri di rumah ada orang lain bertamu. Takut kena marah, takut salah paham, dan takut kena semprot keluarga suaminya.
"Aku minta maaf, waktu itu sedang emosi karena aku marah sama kamu, tapi sekarang aku sadar kalau aku hanya cinta sama kamu. Aku siap menunggu janda kamu, Qeela. Kita balikan yuk?"
"Dengan mudahnya bilang maaf setelah kamu menghina diriku? Tapi maaf, aku tidak akan mau balikan sama kamu meskipun aku sudah janda." Naqeela enggan melihat wajah Fadhil, lalu dia menutup pintunya, tapi Fadhil kembali mencegah dan mendorong pintu itu masuk kemudian menutupnya.
Mata Naqeela melotot, ia kaget sekaligus takut atas tindakan nekat Fadhil. "Apa-apaan kamu? Cepat keluar dari sini!" sentaknya seraya menunjuk pintu.
"Ya ampun sayang, kamu ini lucu sekali sih, tidak ada siapapun disini selain kita berdua. Mari kita saling meluapkan rindu satu sama lainnya." Fadhil mendekati Naqeela
"Tidak, ini salah, kamu harus pergi!" Ketakutan melanda, langkah kakinya perlahan mundur menghindari Fadhil yang semakin mendekat. "Mundur! Jangan mendekat!" tubuhnya gemetar, ia takut Fadhil melakukan tindakan nekat.
"Na, sebentar saja, aku ingin melepas rindu sama kamu, aku tidak bisa hidup tanpa kamu, aku cinta sama kamu, maafkan aku yang kemarin, Na. Aku salah, aku telah salah menyakiti kamu dengan kata-kata kasarku. Maafkan aku," ucap Fadhil begitu lirih dengan wajah bersalah dan tatapan bersedih.
Pandangan sedih Fadhil membuat Naqeela ikut bersedih karena sejujurnya ia juga masih cinta, tapi tidak bisa bersama karena takdir tidak merestui.
"Ku mohon kembalilah padaku, ayo kita pergi dari sini, kita akan menikah dan menua. Apa kamu tidak mau merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya? Bukannya kamu ingin bahagia bersama aku?"
Naqeela terdiam, akan tetapi air matanya menggenang dan perlahan jatuh. Bohong kalau dia tidak merasakan perasaan itu, dia masih Cinta.
Grep.
Dan Fadhil menarik tangan Naqeela membawanya dalam dekapannya. "Aku rindu kamu, ayo kita kabur dari sini."
"Tidak, aku tidak bisa. Lepaskan aku!" Naqeela mulai sadar tindakan mereka itu salah. "Aku sudah menikah, aku tidak mau! Lepaskan!"
"Tidak akan aku lepaskan kamu lagi, kamu milikku dan kamu sudah menjadi milikku!" jawab Fadhil penuh penegasan.
"Apa!" pekik seseorang. Naqeela mendongak, matanya terbelalak kaget.
"Na-narendra!"