NovelToon NovelToon
Gadis Magang Milik Presdir

Gadis Magang Milik Presdir

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Black moonlight

Demi melanjutkan pendidikannya, Anna memilih menjadi magang di sebuah perusahaan besar yang akhirnya mempertemukannya dengan Liam, Presiden Direktur perusahaan tempatnya magang. Tak ada cinta, bahkan Liam tidak tertarik dengan gadis biasa ini. Namun, suatu kejadian membuat jalan takdir mereka saling terikat. Apakah yang terjadi ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bertahan Hidup

Hari itu matahari baru naik ketika Anna bangun dengan tubuh pegal dan mata bengkak. Bukan karena ia kurang tidur, tetapi karena pikirannya bekerja lebih keras daripada tubuhnya. Di meja kecil sebelah kasur, amplop berisi uang 300 ribu dari ibunya masih tergeletak—rapi, utuh, dan belum tersentuh. Anna bertekad tidak akan menggunakannya kecuali benar-benar darurat.

Ia memandang amplop itu seperti seseorang memandangi tabung oksigen terakhir saat terjebak di dalam ruangan penuh asap. Sangat berarti, tapi sangat sedikit.

Ia harus mencari uang sendiri.

Ia harus bertahan.

Tidak ada pilihan lain.

Anna berjalan ke rumah ibu kost. Ibu Ratna namanya, seorang wanita paruh baya yang membuka usaha warung nasi kecil di depan indekos. Warung itu selalu ramai di pagi dan siang hari, karena harga nasi lauknya lebih murah daripada kantin kampus.

Saat Anna tiba, ibu kost sedang mencuci piring di bak cuci, wajahnya sudah berkeringat padahal waktu baru menunjukkan pukul 07.10.

“Pagi, Bu…” sapa Anna dengan suara pelan.

Ibu Ratna menoleh. “Pagi, Nak Anna. Ada apa?”

Anna menelan ludah. Ia merasa gugup—lebih gugup daripada saat presentasi tugas kampus.

“Bu… ada yang bisa Anna bantu nggak di warung? Anna… butuh kerja. Apa aja boleh, Bu.”

Tatapan Ibu Ratna berubah lembut. “Kerja apa aja? Kamu sanggup?”

Anna mengangguk cepat. “Apa pun, Bu. Cuci piring, bungkus makanan, jadi kasir… Anna bisa.”

Ibu Ratna menatap Anna lama, seakan sedang membaca sesuatu yang Anna sembunyikan. Sorot mata Anna redup, tapi ada sesuatu yang tegar di sana—ketegaran orang yang sudah putus asa, tapi tetap tidak mau menyerah.

“Kalau begitu… kamu bantu Ibu cuci piring dulu. Yang lain ntar Ibu ajari pelan-pelan ya.”

Anna tersenyum lega. “Iya, Bu. Terima kasih… makasih banyak, Bu.”

“Upahnya tidak besar ya, Nak. Ibu kasih lima puluh ribu sampai selesai semua.”

“Berapa pun nggak apa-apa, Bu,” jawab Anna jujur. Lima puluh ribu sangat berarti baginya. Bahkan seribu rupiah saja terasa bernilai saat hidup di ujung tanduk begini.

Pekerjaan cuci piring bukan hal asing bagi banyak orang, tapi bagi Anna—hari pertama itu menjadi tamparan realitas.

Bak cuci penuh piring kotor sisa sarapan penghuni kos dan pembeli warung. Ada noda sambal kering, minyak goreng, bekas kuah sayur lodeh yang lengket di sendok, panci besar penuh kerak yang butuh disikat beberapa kali.

Air dingin mengalir, bercampur dengan busa sabun yang licin. Tangan Anna yang halus mulai memerah.

Awalnya Anna berpikir: “Nggak apa, sehari dua hari pasti terbiasa.”

Namun setelah satu jam, pinggangnya mulai sakit. Pundaknya pegal. Tangannya perih. Tapi ia tetap bergerak.

Ia mencuci tanpa berhenti.

Piring demi piring.

Gelas demi gelas.

Nampan, mangkok, sendok, wajan hitam bekas menggoreng ikan kemarin.

Sesekali Ibu Ratna membantu.

“Tangan kamu gapapa, Nak? Merah amat itu.”

Anna tersenyum kecil. “Gapapa, Bu. Nanti juga hilang.”

Padahal perihnya menusuk sampai ke tulang.

Di tengah pekerjaan itu, beberapa mahasiswa kos turun membeli sarapan. Mereka melihat Anna dari jauh.

Ada yang bisik-bisik.

Ada yang bertanya-tanya dalam hati: “Anna kerja di warung? Tumben.”

Tapi Anna pura-pura tidak peduli. Harga dirinya sudah ia simpan baik-baik di kotak yang terkunci. Yang penting, ia bertahan hari itu.

Mendapat lima puluh ribu sudah cukup besar baginya.

Selesai membantu di warung sampai pukul 12 siang, Anna pulang ke kos untuk mandi cepat. Lalu ia bersiap untuk pekerjaan kedua: menjadi driver online.

Bukan motor miliknya. Bukan aplikasi atas namanya.

Motor itu milik tetangga kos, mas-mas bernama Ardi. Ia menawarkan kerja sama: uang hasil narik dibagi dua.

Anna menerima tanpa pikir panjang.

Yang penting dapat uang.

Sore itu, helm bekas dengan busa yang sudah tipis ia pakai. Masker kain ia cuci tiap malam agar tidak bau keringat. Jaket tebal ia pinjam dari Lusi.

Ia menyalakan motor pinjaman itu dengan hati-hati.

Ia bukan pengendara yang hebat. Tapi ia harus berani.

“Ya Allah… lindungi aku,” bisiknya sebelum menekan gas.

Menjadi driver online berbeda jauh dengan apa pun yang pernah ia lakukan sebelumnya.

Orderan pertama: mengantar makanan.

Lokasi restoran jauh. Jalanan macet.

Anna hampir terserempet angkot.

Tapi ia tetap lanjut.

Orderan kedua: mengantar penumpang.

Wanita muda itu masuk motor sambil menatap Anna heran. “Baru ya, Mbak? Kayak kaku gitu bawanya.”

Anna hanya tersenyum, menahan malu. “Iya, Mbak. Baru mulai.”

Untung penumpangnya baik.

Tapi tidak semua begitu.

Ada yang marah karena rutenya molor.

Ada yang cerewet.

Ada yang menunda-nunda turun.

Ada yang tidak mau bayar tunai padahal sistemnya cash.

Anna menghadapi semuanya dengan sabar.

Karena satu orderan berarti uang untuk makan.

Satu perjalanan berarti kesempatan bertahan hidup lebih lama.

Malam itu ia baru selesai pukul 10 malam. Tubuhnya sangat lelah hingga hampir roboh ketika ia turun dari motor.

Jumlah uang hari itu:

• Dari warung: 50.000

• Dari driver online (setelah bagi dua): sekitar 60.000

Total: 110.000 rupiah

Tidak banyak.

Tapi bagi Anna… itu seperti menemukan sepotong harapan.

Hari-hari Berikutnya: Lelah Menjadi Teman Hidup

Hari pertama hanyalah awal.

Hari kedua, ketiga, dan seterusnya — Anna menjalani ritme yang sama:

Pagi sampai siang: cuci piring, bantu bungkus makanan, buang sampah warung.

Sore sampai malam: narik orderan.

Tengah malam: mandi, makan sedikit, lalu tidur tiga atau empat jam.

Tubuhnya mulai menunjukkan protes.

Tangan pecah-pecah.

Kulit jari terkelupas.

Punggung terasa seperti digantungi beban batu.

Lututnya sakit setelah duduk lama di motor.

Matanya perih karena debu dan kurang tidur.

Namun setiap kali tubuhnya ingin menyerah, Anna mengingat satu hal:

Ia tidak punya rumah untuk kembali. Karena rumahnya kini justru ingin memaksanya menikah.

Dan itu membuatnya bangkit lagi.

Setiap hari uang yang ia kumpulkan berbeda.

Orderan ramai: dapat 100 ribu.

Orderan sepi: hanya 50 ribu.

Pernah suatu malam ia hanya dapat 20 ribu.

Pernah juga ia hujan-hujanan tanpa jas hujan, tapi tetap narik orderan demi tambahan 15 ribu.

Hingga beberapa hari hasil kerja kerasnya rata-rata hanya sekitar 70—100 ribu.

Tidak besar.

Tapi cukup untuk:

• makan sehari

• beli air minum galon

• beli bensin untuk motor pinjaman

• dan menyisihkan sedikit untuk kebutuhan tak terduga.

Sementara tabungan untuk kuliah?

Nol.

Belum ada ruang.

Belum ada tenaga.

Belum ada keajaiban.

Pada hari keenam, selepas mengantar penumpang terakhir, Anna menghentikan motor di pinggir jalan.

Tidak ada alasan spesifik.

Ia hanya tiba-tiba merasa dunia memutari dirinya terlalu cepat. Kakinya gemetar ketika turun dari motor. Tangannya dingin. Matanya berkunang-kunang.

Ia bersandar pada tembok, menutup mata sejenak.

Dalam hati ia berbisik:

“Apa gue kuat terus begini?”

Angin malam menyentuh wajahnya. Suara klakson jauh terdengar bergaung. Ia membuka mata, menatap langit kota yang dipenuhi lampu—bukan bintang. Dan dalam lelahnya… ia tetap tidak menangis.

Tangis sudah habis.

Yang tersisa hanyalah ketegasan getir untuk tetap bergerak.

“Gue harus bertahan,” ujarnya pelan, hampir seperti janji pada diri sendiri.

“Gue nggak mau jadi orang yang nyerah.”

Ia menghidupkan motor lagi dan pulang, meski seluruh tubuh meminta istirahat.

1
Noer Edha
karya ini membuat kita masuk dalm arus ceritqnya...setiap kalimatx tersusun..dan memuaskan bagi sqya yang membacanya..
Evi Lusiana
sial bner nasib ana thor punya boss ky gk puny hati
Evi Lusiana
dasar boss aneh,msih mencari² titik lemah ny seseorang yg bnr² cerdas
Evi Lusiana
kesempatan datang bwt ana
Drezzlle
udah jatuh tertimpa tangga ya rasanya pasti
Evi Lusiana
betul kt lusi,ceo kok gk profesional
Evi Lusiana
egois gk sih si liam,jd bos besar hrsny profesional kko pun mo memberi hukuman sm ana y gpp tp jgn smp smua org jd mengucilkany krn kmarahan liam sm smuany
Evi Lusiana
bagus critany thor,perusahaan yg tdk hny mnilai fisik lbih k kmampuan calon karyawan ny
Evi Lusiana
percayalah ana tiada perjuangan gg sia2
Evi Lusiana
mewek bacany thor,bayangin hdp merantau sndr menanggung beban sndri
Evi Lusiana
semangat ana kebahagiaan menantimu
Valen Angelina
makanya Liam jgn jahat2 ..nnti jatuh cinta gmn wkwkwkw🤣
Valen Angelina
bagus ceritanya...moga lancar ya 💪💪💪
Valen Angelina
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!