NovelToon NovelToon
Bunian Cinta Yang Hilang

Bunian Cinta Yang Hilang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Mata Batin
Popularitas:251
Nilai: 5
Nama Author: Ddie

Perjanjian Nenek Moyang 'Raga'' zaman dahulu telah membawa pemuda ' Koto Tuo ini ke alam dimensi ghaib. Ia ditakdirkan harus menikahi gadis turunan " alam roh, Bunian."

Apakah ia menerima pernikahan yang tidak lazim ini ? ataukah menolak ikatan leluhur yang akan membuat bala di keluarga besarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ddie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Koto Tuo

Udara kampung membawa aroma dedaunan basah dan tanah yang lama tidak diinjak orang. Ibu berkata lirih pada Raga pagi itu, “Tradisi kita, Nak sebelum menyambut puasa ziarah ke makam moyang di Ateh. ashar kita sampai rumah.”

Suara Ibu tenang, tapi langkahnya seolah dikejar waktu. Raga mengikuti di belakang, mencoba menyesuaikan diri, namun setiap kali ia mempercepat langkah, Ibu sudah sedikit lebih jauh darinya.

"Sebelum ashar kita sudah sampai di rumah, " ucapnya di kejauhan

Kampuang Tuo menyambut mereka dengan sunyi yang tak biasa.Rumah-rumah lama dari papan, bergonjong kecil dan kusam oleh usia, berdiri berjajar seperti barisan penjaga tua. Cat-catatnya terkelupas, tetapi ukirannya masih tampak jelas, membawa wibawa masa lampau yang keras kepala menolak untuk dilupakan.

Sebagian rumah sudah berdinding batu—modern, tetapi tetap terasa asing, bagaikan tamu yang tidak benar-benar diterima oleh tanah dan masyarakat.

Anging turun dari perbukitan membawa aroma asap kayu dari dapur-dapur yang tersembunyi. Tapi anehnya, tidak ada suara dari dalam rumah-rumah itu. Tidak terdengar sendok beradu dengan piring. Tidak terdengar tawa induak-induak yang biasanya bagunjiang di teras melepas penat.

Seolah kampung sedang menarik napas panjang, menahan sesuatu.

Raga memperhatikan setiap sudut jalan, beberapa ekor ayam jantan dan betina keluar laman, tidak jauh dari rumah seperti enggan untuk mencari makan di luar. Hanya bayangan pohon tua bergerak pelan di tanah mengikuti.

Di pertigaan labuah, di depan warung kecil yang kusam, Ibu berhenti tiba-tiba dan menoleh, “Raga… cepatlah, Nak.”

Tubuh tuanya tegak, seperti sedang menunggu sesuatu hanya dirinya yang tahu.

laki laki itu berusaha mempercepat langkah, tapi dadanya mulai terasa berat, udara kampung menempel di paru-parunya menekan, baru sepertiga jalan, kakinya seperti ada yang menahan beban dipundak.

Pintu warung berderit, seorang laki laki tua keluar memakai kupiah usang hitam,

langkahnya pelan tapi mata keruh menatap dari kejauhan seperti mengenali sebelum melihat.

“Nio kamano, Nur?” tanyanya, suaranya serak namun hangat.

“Iko… pai ziarah, Ayah,” kata Ibu sambil menunduk mencium tangan lelaki tua itu penuh takzim.

Ibu menatap Raga memberinya ruang “Salam sama kakek, Nak.”

Raga menunduk menyalaminya

Angku menatap wajahnya menelisik seperti memeriksa sesuatu yang aneh di balik parasnya.

“Raga kecil…?” suaranya pelan tertatih menguak kembali lembaran lama.

“Iya, Angku,” ujarnya membalas sembari tersenyum.

Pria tua berbadan kurus itu memeluknya

hangat, tapi ada hawa dingin samar merayap dari punggung Raga—turun dari arah bukit Ateh.Bulu kuduknya berdiri, tapi ia menahan diri untuk tidak menoleh.

“Sudah besar kamu, Nak…” katanya dengan tawa buruk memperlihatkan gigi tua yang tidak beraturan. Apa kabarmu? "

"Baik Angku."

“Kamu sudah ada calon, Raga?”

Dugh jantungnya tiba tiba berdegup kencang, laki laki tua ini secara spontan bertanya membuatnya tersipu, "Be- lum, Ang - ku, " jawabnya tertatih

“Heh… Nur, lihat bujangmu! Gagah. Jodohkan sama Utiah Anak Tuan Mudin di Baruah, sekarang dia perawat di RS Djamil"

Ibu tersenyum malu menjawab , " Raga masih mencari untuk hiduiknyo

Lelaki bertubuh tegap itu hanya mengangguk sopan.

Namun suasana itu pecah ketika Dia bertanya, " Ziarah nya di makam bawah atau atas ? "

“Ziarah ke makam moyang, Ayah. Di Ateh.”

Wajah Angku berubah putih.

Matanya meruncing, kerutnya menajam.

menatap Ibu lama—terlalu lama.

“Makam… Tuanku Haji Rusdi?”

Nada suaranya turun, seperti bergumam hanya untuk dirinya sendiri.

“Iyo, Ayah.”

Angku menghela napas. Napas yang menyimpan beban bertahun-tahun.

memanggil pelan, “Raga…”Suaranya terhenti sejenak, lirih hampir tidak terdengar menimbang nimbang.

Raga hanya diam mengangguk

“Tuanku Haji Rusdi itu… bukan sekadar moyangmu.”Ia menatap bukit Ateh.

“Berhati-hatilah kalau sudah sampai di sana. Ada yang… masih menunggu.”

Ia terpaku. Kata “menunggu” menggema didalam dadanya, membuat udara berkumpul semakin menebal.

Ibu menggamit lengannya tidak hirau, " Hanya pergi ziarah, Yah. Jangan ayah bercerita yang tidak tidak."

Kening pria berkopiah itu mengernyit sesaat lalu tersenyum tipis, " Ayah cuma mengingatkan agar kalian berhati hati."

“Izin ayah, " Ibu kembali mencium tangannya lembut, Ayo, Nak. Kita harus sampai sebelum matahari naik tinggi."

\=\=\=

Raga mengikuti, tapi kini langkahnya terasa berbeda. Setiap jejak kaki mengetuk tanah menyimpan terlalu banyak kisah.

Rumah-rumah tua di kanan kiri jalan seolah mengamatinya—diam, namun tidak kosong.

Sunyi kampung itu bukan sekadar sunyi;

ia seperti tengah mendengarkan langkah derap mereka.

Dan dari kejauhan, dari arah bukit dan hutan durian leluhur…semilir angin membentuk pola irama, bukan bisikan, bukan panggilan, tapi perasaan hati yang merayap di tulang belakangnya

Seakan ia tidak sedang menuju makam moyang. Melainkan menuju seseorang yang mengenalnya… lebih dulu.

Bersambung

Angku : Kakek

Nio : Mau

Hiduik : Hidup

1
ayi🐣
semangat thor ayo lanjut/Awkward//Scream/
Ddie
Dapat kah cinta menyatu dalam wujud dimensi Roh ? Bagaimana dalam kehidupan sehari-hari? Novel ini mencoba mengangkat dimensi ' Bunian' jiwa yang tersimpan dalam batas nalar, '
Rakka
Hebat!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!