Andini kesal karena sang ayah tidak menghadiri acara kelulusannya, ia memilih jalan sendiri dari pada naik mobil jemputannya
sialnya lagi karena keisengannya dia menendang sebuah kaleng minuman kosong dan tepat mengenai kening Levin.
"matamu kau taruh dimana?" omel Levin yang sejak tadi kesal karena dia dijebak kedua orang tua dan adik kembarnya agar mau dijodohkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arfour, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kencan pertama
“Gimana kuliahnya menyenangkan?” Tanya Levin sambil membawa Andini duduk di sofa yang ada di ruangan itu ruangan yang sangat maskulin, dindingnya hanya di cat abu dan putih meja kerja lemari semua terbuat dari kayu yang dicat dengan hitam sedangkan sofanya senada dengan dinding kiri samping ruangan Levin, abu-abu.
“Kalau mau menyenangkan jalan-jalan dengan Mas. Tapi kalau kuliah, yah begitu deh. Yang pasti aku punya teman-teman baru dengan sifat yang berbeda-beda.” Ujar Andini sambil tersenyum menatap Levin yang juga menatapnya.
“Aku suka kamu dandan kaya gini, cantik banget,” ujar Levin sambil mendekat kearah Andini.
“Kan mau ketemu Mas, mesti cantik dan seksi dong, nanti kalau pakai baju oversize aku dibilang rata lagi,” ujar Andini sambil membuka jaket jeans yang iya pakai. Hari Ini Andini memakai baju tanpa lengan dengan rok payung diatas lutut berwarna baby blue, ia menggunakan sepatu flat tampak cantik.
Levin mendekat lalu memeluk pinggang Andini dan mengecup pundaknya.
“Kamu pinter bikin Mas seneng,” ujar Levin mengusap-usap punggung Andini.
“Iya donk harus, kalau gak nanti mas kepincut yang lain enak aja,” Andini lalu mengecup pipi Levin.
“Kerja gih sana,”pinta Andini karena sedari tadi Levin malah asik menciumi pundak bahkan sampai keleher membuat Andini merinding, tapi mendengar cerita teman-teman yang memiliki pacar dewasa, hal ini biasa bahkan tidur bersama saja sudah hal biasa. Teman-teman Andini tidak semua kaya tapi banyak juga yang penampilannya wah padahal keluarganya biasa-biasa saja bahkan ada yang bilang kalau mereka itu banyak juga yang jadi Baby sugar, entahlah karena Andini hanya berteman dengan Lita karena mantan sahabatnya itu selalu menceritakan hal buruk tentang teman-temannya yang akhirnya dia tau hal itu dilakukan agar Andini merasa beruntung memilikinya sebagai sahabat dan membelikan semua barang yang iya mau.
“Aku kangen banget sama kamu sayang, kerjaannya nanti aja,” ujar Levin sambil memeluk dan mengusap lengan Andini dengan lembut.
“Tau gitu aku gak kesini deh, gangguan kamu, tar gak kelar katanya mau ajak aku kencan,” Andini membelai wajah Levin dengan lembut.
“Iya deh Mas kerja dulu, kalau bosen bilang ya. Kerjaan mas masih belum di kerja deadline kok,” ujar Levin akhirnya mengalah.
“Nah gitu donk, sini aku kasih hadiah dulu biar semangat,” Andini melingkarkan tangannya dileher Levin lalu mengecupnya, namun Levin malah menahan lehernya dan melumat bibir Andini dengan lembut, andini sempat terkejut namun dia membiarkannya karena Andini juga menyukainya.
“Mas kerja dulu ya sayang gak lama kok cuma periksa beberapa dokumen aja,” ujar Levin setelah ia melepaskan ciumannya karena Andini hampir kehabisan nafas sepertinya.
“Lipstik nya hilang kan?” Ujar Andini manja sambil mengambil compact powder dari tasnya dan melihat listrik warna Pink hilang dari bibirnya karena tadi bibirnya dilahap oleh Levin.
“Habis bibirnya enak kenyal,” ujar Levin kemudian tertawa sambil berjalan ke arah meja kerjanya.
“Apaan sih Mas,” ujar Andini malu.
“Yang sini deh, kamu kan arsitektur, kalau bikin ruangan kerja kaya gini bagus gak?” Ujar Levin yang baru membuka email yang dikirim Duna mengenai rancangan ruang kerja setelah dia selesai memeriksa laporan anak buahnya.
“Itu desain apa mas?” Tanya Andini sambil mendekat melihat gambar yang ada di layar monitor laptopnya.
“Ruang kerja yang baru, aku merubah suasana kerja lebih frendly karena untuk penasaran kita butuh tim yang solid. Makanya ruangnya harus mencikirikan kerja sama yang baik,” ujar Levin menjelaskan.
“Bagus sih. Tapi ini masih ada kesan kaku, boleh aku kasih sedikit saran Mas agar kesan kakunya hilang,” ujar Andini membuat Levin tersenyum
“Kita sehati, mas juga setuju itu, sini duduk,”Levin menepuk pahanya, Andini mengernyitkan keningnya bingung. Namun perlahan Levin menarik kekasihnya untuk duduk dipangkuannya, Andini hanya bisa menurut.
“Jadi Bagian mana yang kita kita perbaiki?” Tanya Levin sambil melingkarkan tangannya di pinggang Andini.
“Ini sih Mas, gimana kalau begini. Warnanya jang dikasih Pink, terlalu girly menurutku,” ujar Andini sambil menunjuk beberapa bagian.
“Kamu kasih tanda yang. Nanti mas kirim lagi sama Duna untuk dia perbaiki,” ujar Levin menaruh dagunya di pundak Andini dan sekali-kali menciumnya.
“Kak Duna gak marah yang kalau aku corat-coret karyanya Mas?” Tanya Andini sambil merubah posisi duduknya mendampingi.
“Gak dong kan aku bayar dia dan ia buat harus berdasarkan Seleraku,” ujarnya sambil merapikan anak rambut Andini.
“Oh gitu,” ya sudah kalau begitu aku sudah tandai semoga Mas suka,” ujar Andini melingkarkan tangannya dileher Levin.
“Sebentar Mas lihat,” ujar Levin, Andini lalu melepaskan lingkaran tangannya kembali merubah posisi duduknya.
“Jangan terlalu banyak bergerak sayang,” ujarnya sambil berusaha fokus pada laptopnya.
“Abis gak enak, ganjel,” ujarnya polos.
“Yang kamu bilang gak enak tar nagih terus kalau udah kenalan,” ujar Levin berbisik ditelinga Andini membuat Andini merinding.
“Emang apaan sih mas?”, tanyanya penasaran, hal tersebut langsung membuat andini bingung.
“Kamu bener-bener polos, umur kamu berapa sih Yang?” Tanya Levin gemas.
“Umur aku 19 tahun 3 bulan lagi ,” Ujar Andini dengan wajah cemberut.
“Kamu pernah memiliki kekasih sayang?” Tanya Levin penasaran.
“pernah, tapi aku putusin karena dia memilih sahabat aku dari pada aku, mereka cocok karena sama-sama penghianat,” wajah Andini tampak bertambah kesal.
“Apa yang pernah kalian lakukan selama pacaran?” tanyanya penasaran.
“Jalan-jalan, nonton, ke toko buku, ya gitu deh layaknya orang pacaran.” ujar Andini menjelaskan kata pacaran untuk dirinya.
“Ohh, kamu pernah ciuman sama dia?" tanya Levin penasaran.
“Nggak lah enak aja, aku tonjok kalau berani,” mendengar jawaban Andini dia langsung tertawa terbahak-bahak.
“Ih kok ketawa sih Mas, nyebelin,” jawabnya sambil menggerak-gerakan kakinya kesal.
“Aw sayang jangan gini,” Levin berdiri sambil menggendong Andini. Reflek ia memeluk leher Levin. Ia menggendongnya sambil berjalan ke arah sofa lalu mendudukan Andini disana.
“Bisa gila aku kalau dia bergerak terus di atas si boy,” gumam Levin berusaha menarik nafas dalam-dalam agar dia bisa mengendalikan keinginannya.
sebenarnya Andini tau, bagaimanapun dia bukan anak kecil yang polos-polos amat, tapi mengerjai Levin sepertinya menyenangkan dan dia bisa tau seberapa besar cinta Levin kepadanya, karena seorang yang mencintai dengan tulus akan menjaga kekasihnya dengan baik termasuk kesuciannya.
"Mas besok jadi seminarnya?" tanya Andini, dia ingat kalau Levin akan menjadi pembicara tentang IT diperusahaan milik ayahnya.
"Jadi dong, pemilik perusahaan itu adalah satu tokoh yang aku kagumi," ujar Levin sambil melirik ke arah Alea .