NovelToon NovelToon
Tea And Sword'S

Tea And Sword'S

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Diam-Diam Cinta / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP
Popularitas:461
Nilai: 5
Nama Author: Aludra geza alliif

yang Xian dan Zhong yao adalah 2 saudara beda ayah namun 1 ibu,.
kisah ini bermula dari bai hua yg transmigrasi ke tubuh Zhong yao dan mendapati ia masuk ke sebuah game, namun sialnya game telah berakhir, xiao yu pemeran utama wanita adalah ibunya dan adipati Xun adalah ayahnya,,.
ini mengesalkan ia pernah membaca sedikit bocoran di game love 2 dia adalah penjahat utama, ini tidak adil sama sekali

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aludra geza alliif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

rong yang

Kereta berhias lambang keluarga Xun melaju perlahan melewati jalanan berbatu menuju kota Xi Zhou. Di dalamnya, Adipati Xun duduk tegak, memandang ke luar jendela dengan sorot mata penuh keraguan. Ia menghela napas dan menoleh pada putra semata wayangnya yang duduk tenang di seberangnya.

“Zhong Yao…” suaranya dalam dan berat, “apa kau sudah memaafkan ayah? Saat itu aku... hanya tak ingin kau terjerumus lebih dalam.”

Zhong Yao yang kini diisi oleh jiwa Bai Hua, tersenyum kecil, tak sepenuhnya sinis, tapi juga bukan penuh kehangatan.

“Aku baik-baik saja. Tapi kalau kau ingin aku tinggal di rumah... cukup beri aku uang saja. Aku cinta uang.”

Adipati Xun terdiam. Ucapan itu terasa asing. Zhong Yao yang dulu tidak pernah berbicara seperti itu. Ia bukan tipe yang silau pada harta. Namun kini, wajah yang sama berbicara dengan nafsu dunia yang terang-terangan. Ada sesuatu yang berbeda—dan ia tak bisa menjelaskan apa.

Sementara itu, kereta berhenti untuk beristirahat. Zhong Yao, seperti kucing yang malas, naik ke atas kursi panjang dan tertidur sembarangan. Kepalanya perlahan miring, lalu bersandar pada bahu Lu Yu. Gua Jia yang menyaksikannya dari seberang menahan senyum. Ada kehangatan ganjil dalam pemandangan itu.

Lu Yu hanya menghela napas, lalu melepas mantel putihnya dan menyelimuti Zhong Yao dengan pelan. Hatinya—yang selalu tampak dingin—terasa menghangat sesaat. Ia lalu menoleh pada Gua Jia.

“Cari rumah type 125, empat kamar. Di tengah kota. Beli saja langsung, dan pastikan dapurnya bagus. Dia makan seperti kuda kelaparan.”

Gua Jia mengangguk patuh, walau dalam hati ia geli.

Lu Yu kemudian membuka gulungan tua: daftar tamu dari dua tahun lalu. Jemarinya mengelus nama-nama yang kabur oleh waktu hingga berhenti di satu baris.

Rong Yang.

Nama itu membakar ingatan. Satu-satunya pelayan yang hadir di dua pesta pernikahan yang tak lazim, dan terakhir terlihat bersama seorang wanita pelacur yang mengenakan topeng giok sebelum menghilang tanpa jejak.

Lu Yu mengernyit. “Ya... dia bukan tamu biasa.”

Zhong Yao menggeliat, membuka matanya setengah, lalu menguap sambil menggaruk kepala. “Sudah sampai? Aku mimpi jadi putra mahkota... tapi bangun-bangun masih jadi rakyat miskin. Hidup sungguh kejam.”

Ia baru sadar bahwa kepalanya bersandar pada Lu Yu. Ia segera menjauh, menyipitkan mata, lalu bergumam dengan suara rendah, “Aku bukan tipe pria yang gampang jatuh cinta, oke?”

Lu Yu tidak membalas. Ia hanya menatap lurus ke depan dengan wajah datar. Tapi Gua Jia di seberang tertawa pelan, nyaris tak terdengar.

Beberapa saat kemudian, kereta berhenti di depan gedung pengadilan Xi Zhou yang megah namun penuh debu perjalanan. Di sana, seorang pria muda dengan jubah biru kelam menyambut mereka dengan hormat.

“Saya Fu Heng, hakim baru yang ditugaskan dari ibu kota,” ucapnya sambil membungkuk. “Terima kasih telah datang. Kami sudah mendengar kabar dari utusan Anda.”

Lu Yu langsung menyerahkan daftar itu padanya dan menunjuk nama Rong Yang.

“Dia satu-satunya pelayan yang hadir di dua pesta yang kini terhubung dengan dua kematian: pelacur bertopeng giok dua tahun lalu, dan pengantin wanita malam ini. Kami curiga, dia lebih dari sekadar pelayan.”

Fu Heng membaca nama itu dalam diam. Wajahnya tegang. “Saya akan memerintahkan pencarian segera.”

Zhong Yao tiba-tiba melompat ke bangku hakim, berdiri tinggi seperti seorang pemimpin sandiwara.

“Cepat! Setiap menit yang kita buang bisa membuat pembunuh itu menari-nari di bawah langit tanpa dosa!”

Semua orang di ruangan menatap, bingung dan terkejut.

Fu Heng berbisik ke Lu Yu, “Dia... selalu begini?”

Lu Yu menghela napas panjang, mata masih tenang. “Selalu.”

Sore itu, matahari Xi Zhou mulai merendah, menebar cahaya jingga di antara bangunan-bangunan tua. Di sudut kota, mereka tiba di sebuah rumah bordil yang kini sepi dan ditinggalkan. Catnya terkelupas, bau dupa lama masih melekat di dinding. Nama rumah itu samar-samar terbaca di lentera kusam: "Paviliun Bunga Malam."

Zhong Yao melangkah masuk lebih dulu, jubahnya melambai ringan. Ia mengedarkan pandangannya perlahan, lalu berhenti di sebuah meja rias penuh debu, tempat cermin retak berdiri. Di sanalah ia melihat bayangan samar seorang wanita berpakaian merah muda, mengenakan topeng giok—sama persis dengan yang dipakai pengantin yang tewas.

Bayangan itu berputar menatapnya... dan berubah menjadi siluet lelaki tua.

“Zhong Yao... kau anak tak tahu diuntung!” suara itu bergema tajam, membuatnya terpaku. Kenangan seperti kilatan petir mengiris kepalanya—sebuah malam saat ayahnya mengusirnya keluar, dan seorang wanita tertawa sambil menari membawa topeng giok di ruang belakang. Tapi semua itu kabur... ia bukan Zhong Yao yang itu. Ia Bai Hua.

Lu Yu yang berjalan di belakang menyadari perubahan rautnya. “Kau melihat sesuatu?”

Zhong Yao hanya menggeleng. “Hanya... memori kosong. Tapi bau kebusukan di tempat ini nyata.”

Mereka mulai menyisir ruangan, dan di kamar kecil di belakang, Gua Jia menemukan sesuatu di bawah lantai papan yang terangkat: sebuah bumbung bambu halus, tersembunyi di bawah tumpukan kain tua.

Dengan hati-hati, Lu Yu membuka tutupnya. Di dalamnya ada selembar kertas kecil, hanya satu kata tertulis dengan tinta merah:

“Bersihkan.”

Zhong Yao mengangkat alis. “Itu bukan pesan pembersihan biasa. Itu kode. Seseorang disuruh membersihkan—menghilangkan jejak, membungkam, atau... membunuh.”

Fu Heng yang datang menyusul menambahkan, “Dan ini ditemukan di antara mahar pengantin wanita. Berarti ia bukan sekadar korban. Ia bagian dari permainan ini.”

Lebih aneh lagi, pesta pernikahan itu terasa sunyi saat diingat. Tidak banyak tamu, bahkan tak ada keramaian seperti pesta pada umumnya. Pelayan wanita yang mendandani sang pengantin juga tak dapat ditemukan. Seakan semuanya... dikurasi.

Lu Yu memerintahkan untuk mencari kembali pelayan bernama Rong Yang. Ia sudah terlalu banyak muncul di banyak tempat yang salah, di waktu yang terlalu tepat. Namun saat laporan datang dari pengawal, mereka menemukan sesuatu yang lebih mengejutkan:

Ibu dari mempelai pria lah yang diam-diam membayar Rong Yang.

Saat diinterogasi, wanita tua itu menolak tuduhan, namun suaranya gemetar. Di bawah tumpukan pakaian dalam lemari pribadinya, ditemukan satu topeng giok yang identik—namun belum terpakai.

Lu Yu memandangi wanita itu dengan dingin. “Kau membunuh menantumu sendiri?”

Wanita itu menangis, air matanya deras. “Bukan begitu... bukan aku! Aku hanya ingin dia tak jadi menantu! Dia... dia wanita yang sama yang dulu merusak anakku. Seorang pelacur yang menyamar!”

Zhong Yao menyela, “Jadi kau menyewa Rong Yang untuk mengganti pengantin wanita dengan pelacur bertopeng itu?”

Wanita itu menggigit bibirnya. “Aku hanya ingin membatalkan pernikahan itu... tak ada yang seharusnya mati... aku... aku hanya ingin menjaga nama keluarga!”

Zhong Yao bersandar di dinding dan tertawa pendek. “Lucu sekali... dalam usahamu menjaga nama keluarga, kau malah menaburkan darah di altar pernikahan.”

Lu Yu menatap Fu Heng. “Bawa dia ke pengadilan.”

Sementara wanita itu dibawa pergi, Zhong Yao menatap langit malam yang mulai gelap. Ia menoleh ke Lu Yu.

“Kasusnya belum selesai. Aku yakin ada lebih dari satu pelaku. Dan Rong Yang belum muncul. Tapi satu hal pasti…”

Lu Yu menoleh, menunggu lanjutan.

Zhong Yao mengangkat alis dengan gaya sombong. “...rumah baruku nanti harus punya kamar rahasia untuk menyimpan emas. Ini penting.”

Lu Yu menahan tawa. “Selesaikan kasusnya dulu. Lalu kau bisa bangun istana dari koin kalau kau mau.”

Zhong Yao menyipitkan mata. “Tunggu saja. Suatu hari aku akan lebih kaya dari seluruh pengadilan.”

Gua Jia tertawa pelan. “Asal jangan korupsi lagi, Pangeran Xun.”

Zhong Yao tersenyum sinis. “Itu... tergantung mood.”

1
gezha allif
ah aku malah salting dewe
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!