Irene, seorang gadis cantik yang gampang disukai pria manapun, tak sengaja bertemu Axelle, pria sederhana yang cukup dihindari orang-orang, entah karna apa. Sikapnya yang dingin dan tak tersentuh, membuat Irene tak bisa menahan diri untuk tak mendekatinya.
Axelle yang tak pernah didekati siapapun, langsung memiliki pikiran bahwa gadis ini memiliki tujuan tertentu, seperti mempermainkannya. Axelle berusaha untuk menghindarinya jika bertemu, menjauhinya seolah dia serangga, mendorongnya menjauh seolah dia orang jahat. Namun anehnya, gadis ini tak sekalipun marah. Dia terus mendekat, seolah tak ada yang bisa didekati selain dirinya.
Akankah Irene berhasil meluluhkan Axelle? Atau malah Axelle yang berhasil mengusir Irene untuk menjauh darinya? Atau bahkan keduanya memutuskan untuk melakukannya bersama setelah apa yang mereka lalui?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sam Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
I Can't be Like This
"Loe enak ya anak tunggal."
"Kenapa lagi loe? Berantem sama kakak loe?"
"Sumpah ya, dia itu nyebelin banget. Gak habis pikir gw, padahal kita udah lama gak tinggal sama-sama."
"Ya sama aja sih, loe berasa anak tunggal kan karna gak ada kakak loe disini."
"Ya, sama aja, kan loe kakak gw."
"Dih, gw lebih muda beberapa bulan ya dari loe."
"Nggak, gw adik, loe kakak."
"Dih, gak mau... Hei, muka loe kenapa berdarah?"
"Hah? Apa? Axelle, gw kenapa? Axelle, sakit, Axelle!!"
Deg!!
Axelle menatap Irene yang berdiri di hadapannya, tangan gadis itu berada di pipinya.
"Loe mimpi buruk? Loe keringatan, loe sakit? Demam?" Tanya Irene, khawatir.
Axelle menutup wajahnya dengan kedua tangan, ia menghela nafas. Shit!! Kenapa harus dia yang bangunin gw??
"Ini minum dulu!!" Ujar Irene sambil menyodorkan minuman pada Axelle, pria itu beranjak dari tidurnya di sofa. "Loe ngapain juga tidur di sofa? Kamar kan ada..."
Axelle hanya diam, ia meminum minuman yang tadi disodorkan Irene.
"Mimpi buruk, ya?"
Axelle menatap Irene, ia menghela nafas kasar. "Bukan urusan loe!!" Ujarnya, dingin.
"Ck, gw cuman nanya." Ujar Irene, sebal. Ia duduk di hadapan Axelle, tiba-tiba ia memijat tangan Axelle sambil senyum-senyum gak jelas.
"Ngapain loe? Bukannya rumah loe di depan sana? Sana balik, ngapain disini?" Ujar Axelle, mendadak ia merinding dengan perubahan sikap Irene itu.
"Gw ikut mandi ya, disana belum ada barang gw..." Ujar Irene, merajuk.
"Ujung-ujungnya minjem baju gw lagi dah, modus!!"
"Ya gimana? Gw pake apa dong?" Ujar Irene, ia pun memegang tangan Axelle. "Ya, izinin gw sekali lagi pinjem baju loe!! Ya, ya??"
"Nggak, pergi sono ambil baju sendiri!!"
"Kalo gw gak takut, gw gak bakalan mau juga pindah kesini." Ujar Irene, sebal. "Siapa juga yang nyuruh gw pindah kesini?"
"Loe takut, makanya nurut." Ledek Axelle, membuat Irene berdecak.
"Bodo amat, gw pinjem baju loe pokoknya."
"Btw, loe gak sekalian pinjem daleman gw?" Ujar Axelle, membuat Irene terdiam.
"A-apa?"
"Masa loe gak ganti daleman, sih? Jorok!!"
"Ya!! Gw ini cewek, masa sejorok itu? Lagian mana bisa gw pake daleman loe, dasar... Lagian ngapain sih bahas ginian?" Teriak Irene, membuat Axelle terdiam.
"Ah, iya sih... Tapi loe gak sejorok itu, kan?"
"Axelle, ihhh!!" Teriak Irene pindah tempat duduk jadi disamping Axelle, lalu memukulinya kesal. "Gw ganti atau nggak, juga bukan urusan loe!!"
"Jorok, tau gak sih??" Ujar Axelle, Irene memukulinya tanpa henti. "Udah, woyy!!"
"Gak mau, gak mau, haha..." Ujar Irene, tangannya menjahili Axelle dengan sesekali menarik telinga pria itu.
"Ire..."
Axelle terdiam, kala Irene malah duduk di pangkuannya. Mereka berhadapan, membuat suasana awkward seketika, kala Irene juga menyadari posisinya. Keduanya terdiam, tanpa ada niat beranjak dari posisi masing-masing.
"Al, gw mau tanya boleh?" Tanya Irene, pelan.
"Kenapa?" Tanya Axelle, datar.
"Kenapa semua orang takut sama loe? Padahal loe orangnya baik, meskipun suka kurang ajar. Terus juga... Kenapa mereka ngejar-ngejar loe?" Tanya Irene, membuat Axelle menatapnya jengah.
"Muji apa ngehina?"
Irene terkekeh pelan, Axelle menghela nafas. "Mungkin karna mereka gak kenal gw, jadinya ya... Mereka takut, apalagi rumor yang beredar itu." Ujarnya, pelan. "Loe gak takut sama gw?"
"Loe galak sih, gw awalnya sebel sama loe, tapi... Gw penasaran sama loe. Karna itu juga, gw jadi kejebak sama masalah ini. Seenggaknya gw harus tau dong, karna sekarang gw terlibat."
"Maaf..."
"Gw emang dari awal gak percaya loe preman, kurus begini..."
"Heh, gini-gini gw atlet taekwondo!! Lagian liat dong!! muka kayak ini emang ada tampang premannya?"
"Nggak, tapi pada bonyok, mana ada yang mau lihat, gak ada yang bisa dilihat juga." Ujar Irene, membuat Axelle memalingkan wajahnya. "Loe gak papa?" Tanyanya, pelan.
Axelle menatap Irene, ia menghela nafas. "Entahlah, kali ini mungkin baik-baik aja."
"Loe ada masalah hidup apa sih sama mereka? Kayaknya mereka pengen banget nangkap loe gitu, loe agen rahasia? Mata-mata, ya? Atau... Loe double agen?" Tanyanya, setengah berbisik.
"Hei, pikiran loe itu terlalu jauh!!"
Axelle menoyor kepala Irene, membuat gadis itu mengerucutkan bibirnya.
"Kan gw cuman nebak, siapa tau begitu? Kan keren, gw ikutan terlibat. Siapa tau..."
"Apa? Apa? Loe berharap dapet jodoh mata-mata? Emangnya gampang hidup sembunyi? Gak akan segampang itu, jangan kemakan drama-drama gak bermutu."
"Hei!! Siapa juga yang suka nonton drama?" Ujar Irene, kesal. "Siapa juga yang ngarep dapet jodoh mata-mata? Serem tau!!" Ujarnya, lagi. "Lagian loe kenapa juga sembunyi? Terus lari, sembunyi lagi? Gak cape? Kalo gak salah, loe harusnya hadepin mereka dari awal. Gak usah kayak anak kecil main petak umpet, gak bakalan selesai masalahnya kalo kayak gitu."
Axelle terdiam, ia menatap Irene dengan tatapan misteriusnya.
"Kenapa? Gw salah ngomong, ya?
"Nggak, loe bener kok. Gw kadang cape terus lari kayak gini, gak bisa nikmatin hidup... Ah, gimana gw bisa nikmatin hidup, kalo gw terlibat...?"
"Hah? Apa?"
Axelle terdiam, raut wajahnya berubah. "Turun loe!! Ngapain duduk di pangkuan gw? Gak ada kursi? Gak ada meja, hah?"
Irene terdiam, ia menghela nafas kasar. Tiba-tiba ia melingkarkan tangannya ke leher Axelle, ada ide jahil terlintas dikepalanya. "Gak mau!!"
"Apa-ap-..."
Axelle menghela nafas, tiba-tiba ia berdiri dengan Irene digendongannya seperti anak kangguru.
"Axelle, apa-apaan loe? Ntar gw jatuh, gimana?"
"Katanya gak mau lepas?" Ujar Axelle, ia sengaja bergerak, tapi Irene malah semakin mengeratkan pelukannya pada leher Axelle, kakinya melingkar di pinggang Axelle.
"Mau mati ya loe?" Ujar Irene, tanpa menyadari jarak wajah mereka. "Gendong gw, gw gak mau jatuh..." Ujarnya, setengah merengek.
"Bukan urusan gw!!"
"Axelle!!"
Bruk!!
Karna terlalu fokus pada Irene, Axelle tak sengaja tersandung kaki meja. Mereka hampir terbanting ke lantai, kalau saja tak ada sofa di hadapannya. Irene jatuh kesana, tubuh mungilnya tertindih tubuh Axelle.
Axelle sangat kaget, refleks memeluk Irene adalah tindakan bodoh menurutnya. Axelle menyadarinya, karna ia terjatuh diatas tubuh Irene yang bisa saja terjatuh sendiri.
"Ahh, syukurlah, jatuh di tempat empuk!!" Ujar Irene, tanpa menyadari perubahan suasana itu. "Loe gak papa, kan? Gak sakit..."
Axelle segera melepaskan pelukannya, ia beranjak dari sana. "Gw... Harus nelpon John, biar dia cepet bawain barang-barang loe ke sana!!" Ujarnya, ia mengambil ponsel, lalu bergegas pergi.
"Tapi, tunggu!! Axelle..."
Axelle segera menutup pintu kamarnya, wajahnya merah padam. "Shit!! Kenapa jadi begini, sih?! Nggak boleh, gw gak boleh kayak gini!!"