Perjalanan NusaNTara dan keluarga didunia spiritual. Dunia yang dipenuhi Wayang Kulit dan Hewan Buas yang menemani perjalanan. Mencari tempat-tempat yang indah dan menarik, demi mewujudkan impian masa kecil. Tapi, sebuah tali yang bernama takdir, menarik mereka untuk ikut dalam rangkaian peristiwa besar. Melewati perselisihan, kerusuhan, kelahiran, kehancuran dan pemusnahan. Sampai segolongan menjadi pemilik hak yang menulis sejarah. Apapun itu, pendahulu belum tentu pemilik.
"Yoo Wan, selamat membaca. Walau akan sedikit aneh."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Seharusnya Bersatu
"Tuk, tuk ,tuk." derak tapal kuda.
Siangnya, NusaNTara membawa gerobak bergerbong dua berisi keranjang buah kosong berbentuk persegi yang ditarik empat ekor kuda. Mereka duduk bersebelahan. Mereka ingin pergi ke kebun pisang dan semangka untuk mengambil buah busuk. Buah itu nantinya akan di jadikan pakan Magot, yang Tara gunakan untuk memberi makan ternaknya.
"Bagaimana kita mencari Pisang Raja kalau kita sendiri tidak tau di mana mencarinya." ucap Nusa merasa tugas yang di berikan Ibu Tara terlalu sulit, mengingat mereka tidak punya informasi sama sekali.
"Aku sudah memikirkan beberapa cara. Pertama, cari informasi tentang buah yang mengandung Aji atau Spiritual. Kedua, minta Rinson mengenduskan buahnya, karena dia bisa tau dari menciumnya. Ketiga, kita cari si Pedo boy lewat Ormas Tukang, kita beri mereka sketsa wajahnya. Untuk urusan Barni, aku tidak tau cara mencari dia. Karena dia pergi tempat yang di inginkannya." Tara menjelaskan rencana mereka untuk melakukan tugas dari Ibunya. Dia mau menjalankan tugas itu karena semua itu untuk dirinya.
Barni adalah elang peliharaan milik Tara. Dia sering pergi menjelajah dan pulang kapanpun dia mau. Karena Tara juga membiarkannya bebas menjelajah. Itulah mengapa Tara dan ibunya selalu memakai Kandar, yaitu kulit yang dibentuk seperti pelindung pundak, fungsinya sebagai tempat bertengger Barni di pundak mereka. Ibu Tara meminta mereka untuk mencarinya karena Barni sudah pergi cukup lama. Biasanya dia hanya pergi selama seminggu, tapi sekarang dia sudah tiga Minggu belum kembali. Ibu Tara hawatir dengan Barni mengingat mereka sudah bersama sejak Tara dalam kandungan.
"Apa kau ada gambar Pedo boy?" tanya Nusa. Mereka sepakat memanggil pemuda itu dengan panggilan Pedo boy. Padahal nama aslinya adalah Yudha.
"Ini. Aku menggambar sesuai apa yang ku ingat." Tara memberikan selembar kertas yang bergambarkan Pedo boy. Nusa melihat gambar Tara persis dengan wajah Pedo Boy. Dengan blangkon dan tato di wajahnya.
"Oh, ya. Kemarin kau bilang ada orang gila yang mengukir Aksara di tubuhnya, apa mungkin Tatto di wajahnya juga?" tanya Nusa berfikir Pedo Boy juga termasuk orang gila itu.
"Mungkin saja. Tapi menurutku tidak. Melihat dia anak orang kaya dari penampilannya, harusnya dia lebih memilih menggunakan Artefak dari pada mengukir Tatto. Apalagi di wajah. Mungkin dia hanya mencari sensasi." Tara berpendapat lain dengan Nusa.
"Oh, ya. Mumpung perjalanan masih jauh, aku lanjutkan pembahasan yang kemarin." lanjut Tara.
"Oke." sahut Nusa bersemangat.
"Sebelum lanjut, kemarin ada yang belum aku jelaskan, mengenai Mantra. Syarat untuk Mantra bisa berkerja itu harus di ucapkan. Karena Mantra menggunakan konsep kerja nyata, bukan angan-angan. Jadi perlu gerakan bibir untuk mengaktifkannya. Berbeda dengan dua energi lain, yang tidak perlu pelafalan untuk mengaktifkannya." jelas Tara.
"Energi Spiritual juga perlu imajinasi untuk bisa merubah wujudnya. Tapi terkadang orang malas berfikir, jadi mereka mengukir Aksara pada Artefak sesuai dengan elemen yang ingin mereka gunakan. Ini contoh Artefaknya."
Tara menunjukkan gelang miliknya yang terukir Aksara. Nusa mengalirkan Energi Spiritual ke telapak tangannya dan Energi itu berubah menjadi bola angin. Nusa menghempaskan bola angin itu dan mengenai sebuah pohon dan membuatnya berlubang. Nusa takjub melihatnya.
"Kamu juga harus memiliki kontrol agar energinya berkumpul sesuai tempat yang kamu inginkan." lanjut Tara. Nusa mengangguk seakan faham.
"Sekarang kita bahas benda yang bisa memberikan kekuatan. Ada empat yang umum dan kita ketahui. Pertama, makanan. Testosteron dihasilkan dari makanan yang kita makan dan dari sinar matahari. Ini adalah yang paling mudah di dapatkan karena hanya perlu membelinya di pasar atau mencarinya di hutan. Ada dua jenis makanan, yaitu biasa dan yang mengandung energi , yang biasa di sebut 'Baspira'. Makanan biasa mengandung gizi yang bisa di ubah menjadi testosteron, tergantung dari kualitas makanannya. Baspira mengandung Energi Aji atau Spiritual. Sampai sini faham? Jangan sampai kau tidak faham." Tara mencoba mengetes Nusa karena dia tau Nusa sulit belajar karena penyakitnya. Sekarang Nusa sudah sembuh dan Tara belum yakin otaknya juga sembuh karena kepalanya masih botak.
"Baspira yang mengandung Aji biasanya di dapat dari hewan, karena mereka mungkin memakan tumbuhan Spiritual. Biasanya itu hewan liar atau hewan ternak yang sengaja di budidayakan menjadi Baspira. Baspira yang mengandung Energi Spiritual biasanya di dapat dari tanaman, karena daun atau akar tanaman menyerap Energi Spiritual dari alam. Tidak semua tanaman bisa menyerap Energi Spiritual, jadi sangat jarang Baspira dari tanaman. Contohnya yang kau makan kemarin, susah mencarinya kalau bukan karena keberuntungan atau mungkin ada cara khusus yang belum di temukan." lanjut Tara menjelaskan.
"Tapi ada Baspira tanaman yang dibudidayakan. Beberapa orang mencoba mengukir Aksara di batang pohon dan itu bekerja. Juga tidak berlaku untuk semua tanaman. Belum pasti apa syarat tanaman bisa di ukir Aksara."
"Kenapa hewan juga tidak di ukir Aksara saja?" Nusa berpendapat. Tara melirik Nusa dan sedikit tersenyum. Sepertinya dia menyadari kalau otak Nusa juga sembuh melihat dia bisa mengikuti penjelasannya.
"Pertanyaan menarik. Kau tau, mengukir Aksara itu menyakitkan, jadi tidak bisa di lakukan pada hewan, itu penyiksaan namanya. Hewan lebih fokus merubah makanan menjadi Energi Aji dari pada menyerap Energi Spiritual. Berbeda dengan tumbuhan yang fokus menyerap dan menyimpan, jadi lebih baik membudidayakan tanaman Baspira dan memberi makan ternak dengan tanaman Baspira budidaya. Itu lebih mudah dan efisien." jelas Tara dengan senyum puas karena muridnya bisa menangkap pembelajarannya.
"Oouuu, berarti kau juga bisa membuat ternakmu menjadi Baspira, dong? Kau memberi mereka makan tanaman Baspira budidaya." ucap Nusa mengajukan argumen.
"Bisa, tapi lebih ke tidak. Ayamku makan Magot. Magotku makan buah busuk. Buah busuk tidak lagi Baspira. Kesimpulannya tidak bisa." jelas Tara.
"Kalau begitu, kasih saja magotmu makan Baspira segar." saran Nusa.
"Rugi no, booss. Daging ayam tidak seberapa kualitas Ajinya. Mending kambing atau sapi yang lebih untung. Kau sepertinya harus belajar kalkulus. Kau tidak menghitung laba rugi daganganmu, ta?" ucap Tara membantah saran Nusa.
"Tidak. Yang penting...kurasa sesuai...ya sudah." ucap Nusa seakan yang sudah dilakukannya selama ini sudah pas menurutnya.
"Pantas saja kemarin setiap orang yang bayar dan menawar, kau tidak menghitungnya. Asal main terima bayaran saja. Setidaknya belajar konsep dasar laba rugi biar kau tidak sia-sia kepasar seminggu dua kali. Kasihan Rinson yang menarik gerobakmu kalau kau tidak dapat untung." Tara melontarkan argumen pedas pada Nusa.
"Oh, iya. Kasihan Rinson. Maaf Rinson." Nusa akhirnya sadar kesalahannya dan meminta maaf ke Rinson, yang wajahnya terbayang oleh Nusa dilangit, sedang bingung seakan berkata "Ada apa?".
"Dasar." Tara hanya bisa terkekeh melihat Nusa hanya mengambil poin 'kasihan Rinson'.
Mereka pun sampai di perkebunan pisang yang bersebelahan dengan kebun semangka. Terlihat hamparan luas kebun pisang dan semangka.
"Kita lanjut lain waktu untuk yang lain." saran Nusa.
"Sebutkan saja bendanya, tidak perlu penjelasan." tawar Nusa.
"Oh, oke. Wayang, Batu Spiritual dan Artefak. Ketiga benda ini bisa di kombinasikan. Dipakai ditubuh atau senjata." jelas Tara singkat.
...****************...
Mereka memasuki perkebunan pisang terlebih dahulu karena yang pertama mereka lewati. Mereka masuk kebun lewat jalan setapak. Sampailah mereka di pondok yang ada di tengah kebun. Di sana ada beberapa keranjang pisang busuk yang siap di angkut. NusaNTara berhenti di sana. Seorang pria tua menghampiri mereka.
"Angkut semua?" tanya Pak Pisang ( sebut saja) tau kedatangan Tara ke kebunnya untuk mengambil pisang busuk.
"Sesuaikan gerobak saja." pinta Tara.
"Oke." sahut pak tua. Pak Pisang isyarat dan para pekerjanya segera mengangkut keranjang pisang ke gerobak Tara dan menurunkan keranjang kosong. Setelah selesai, nusa memberikan delapan koin bernilai 10 repes pada Pak Pisang.
"Pak, apa kau tau tentang pisang Raja?" tanya Tara.
"Pisang yang di makan para raja zaman dulu maksudmu? Tentu aku tau." ungkap Pak Pisang.
"Apa bapak tau cara mendapatkannya?" tanya Tara mendapat secercah harapan.
"Kalau itu tidak tau. Selama aku menanam pisang, sampai saat ini aku belum pernah menemukannya." jawab Pak Pisang.
"Oke, terima kasih infonya. Sampai jumpa." Tara terlihat sedikit kecewa mendengar jawaban Pak Pisang.
"Arrgghh." Tara merasa kaki kirinya berdenyut kencang. Dia mengerang kesakitan sambil memegang kakinya.
"Ada apa Tara?" tanya Nusa hawatir.
"Tidak apa-apa. Jalan saja. Hanya kambuh." erang Tara. Nusa segera memacu kudanya dan pergi meninggalkan kebun pisang. Pak Pisang memandangi kepergian mereka.
Mereka berpindah ke kebun semangka dan mengangkut semua semangka busuk. Setelah itu mereka segera pulang karena Nusa hawatir dengan keadaan Tara.
...****************...
Mereka sampai di rumah Tara. Rumah Tara terletak di bagian pinggiran kampung. Walaupun rumahnya terlihat seukuran normal, tapi di belakang rumahnya berdiri kandang ayam yang sangat besar dan luas, yang di bangun di luar kampung.
Nusa menuntun Tara turun dari gerobak dan membawanya duduk di bawah pohon rambutan yang ada di depan rumah Tara. Tara meringis karena masih merasakan sakit. Nusa segera pergi ke dalam rumah Tara dan memanggil Ibu Tara. Nusa membawa bambu kecil dan teko air ke bawah pohon. Tara meminum obat yang ada di bambu. Rasa sakitnya pun mulai reda.
"Sepertinya ibumu belum pulang. Dia tidak ada di rumah." ucap Nusa. Nafas Tara ter engah-engah karena menahan rasa sakit.
"Sudah baikan?" tanya Nusa cemas. Tara mengangguk sambil mengelus kakinya.
"Kenapa setiap kali kau ke kebun pisang, kakimu terasa sakit?" Nusa heran dengan keadaan Tara yang selalu mendadak sakit. Tara hanya menggelengkan kepala karena dia juga tidak tau penyebabnya.
Suara tapal kuda terdengar mendekat ke arah rumah Tara. Ternyata itu adalah ibunya yang baru pulang dari rumah Nusa. Ibu Tara melihat anaknya seperti habis kesakitan dan segera menghampirinya.
"Sakitmu kambuh lagi?" tanya Ibu Tara cemas.
"Iya." sahut Tara.
Ibu Tara turun dari kudanya dan duduk disamping Tara. Dia menyandarkan kepala Tara ke pundaknya dan mengelus kepala Tara dengan lembut. Wajahnya terlihat sangat sedih.
Nusa juga ikut sedih menyaksikan pemandangan itu. Nusa memandang kelangit membayangkan keadaan mereka saat ini. Tidak ada ayah dan tubuh mereka cacat. Ibu mereka kesepian karena tidak bisa mempunyai teman. Sungguh kombinasi penderitaan yang tidak seharusnya bersatu. Air mata Nusa hampir saja menetes tapi dia segera menyekanya, berusaha tegar akan kehidupan mereka.
...****************...
Malamnya, Nusa memberikan Wayang Hitam miliknya supaya Tara mudah bergerak. Tara sedikit enggan dan akhirnya menerimanya.