Widuri memilih kabur dari rumah, pergi jauh dari keluarga kakeknya yang tiba tiba menjodohkannya dengan sesosok pria yang bahkan tidak dia kenal.
Akibat perbuatannya itu sang kakek murka, tidak hanya menarik uang sakunya yang fantastis, sang kakek juga memblokir kartu kredit, mobil bahkan kartu kartu sakti penunjang hidup dan modal foya foya yang selama ini Widuri nikmati.
Akankah Widuri menyerah ataukah bersikeras pada pendiriannya yang justru membuatnya semakin terjerumus masalah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaa_Zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.13
Undangan sudah ditangan, Widuri juga sudah rapi dengan mengenakan pakaian yang telah disiapkan Marcel. Rambutnya ia gerai saja, jepitan indah terselip dibagian kiri. Sederhana namun tampak elegan dengan anting permata dicuping telinga.
Pun dengan paduan riasan yang tidak terlalu mencolok, namun terlihat anggun dan mempesona. Disampingnya Ferdy berdiri gagah, berpadu padan jas juga kemeja yang senada.
"Kamu siap?" kata Ferdy menyodorkan lengan, Widuri mengapitnya seraya mengangguk. "Ingat pesan Pak Marcel kalau tugasmu hanya berdiri dan tetap diam."
"Ya aku tahu, lagipula aku juga malas bicara tentang sesuatu untuk hal yang tidak aku suka." jawab Widuri tetap tersenyum manis.
Mereka berdua melenggang masuk setelah memverifikasi undangan, ballroom besar disebuah hotel tempat acara tampak mewah. Para undangan pun sepertinya bukan orang sembarangan, terlihat dari pakaian serta barang-barang yang mereka kenakan mempunyai merek terkenal.
Widuri begitu cantik, senyuman manis tak pernah hilang dari wajahnya. Dia juga begitu luwes tanpa sedikitpun gugup, tak ayal membuat Ferdy terpesona.
"Kau biasa menghadiri acara seperti ini?" tanyanya.
Widuri tetap tersenyum, mengambil segelas minuman yang dihantarkan pelayan. "Bukankah Marcel melarangku bicara, Pak." sindirnya seraya menenggak minuman. "Kau juga sejak tadi tidak bertanya apapun bukankah bosmu itu melarangmu juga?" katanya lagi menduga.
Dugaan Widuri memang benar, Ferdy mengangguk kecil sambil menatapnya. Marcel melarangnya bicara atau bahkan bertanya pada Widuri apapun itu. Padahal pertanyaan dalam kepalanya kini semakin banyak saja. Dia hanya bisa menduga-duga, bertanya pada diri sendiri lalu mencari jawabannya sendiri.
"Kau tunggu disini, aku akan pergi kesana sebentar." kata Ferdy menunjuk seseorang yang tersenyum dari jauh.
Widuri cukup mengangguk, lagi pula ia bisa berbuat apa di acara itu, dia hanya diam memperhatikan tamu undangan yang hadir dan pasti yang mereka perbincangkan hanyalah bisnis. Sesuatu yang sejak dulu membuatnya jengah.
Seseorang tiba-tiba menarik perhatiannya, dalam gaun malam berwarna hitam dengan diamond besar dikalungkan dilehernya. Tampak begitu mewah dan juga elegan.
"Bibi Laksmi ...!" gumamnya pelan seraya menyimpan gelas diatas meja.
Kedua matanya menyisir kiri dan kanan, takut kalau kalau ada orang yang melihatnya dan ia langsung menyelinap diantara yang lain agar tidak terlihat. Terlebih takut Handoko juga hadir disana.
Tiba-tiba saja lengannya dicekal oleh dua orang dari belakang tanpa ia sadari, lalu diseretnya menjauh dari sana.
"Nona... Ayo ikut kami!"
"Lepas ... Aku bukan orang yang kalian cari! Lepaskan aku!" teriak Widuri kencang, memberontak hingga menendang nendang ke arah suara.
Namun tenaganya tidaklah sebanding, dengan mudahnya dia terus ditarik hingga dibawa masuk ke dalam ruangan kosong.
"Nona, tenanglah. Kami tidak akan menyakitimu!"
"Menyakitimu katanya, tanganku sakit ... Ini sudah masuk menyakiti!" teriaknya seraya terus berusaha melepaskan diri.
Kedua orang itu melonggarkan cekalannya, "Nona ... Lebih baik Nona bekerja sama,"
Widuri berhasil melepaskan diri, dilihatnya dengan nyalang dua orang tinggi besar yang menyeretnya ternyata orang yang sama yang mengejarnya ditaman tempo hari.
"Katakan pada Kakek aku tidak akan pulang. Aku tidak sudi menikah. Titik!" sentaknya.
Widuri langsung berlari menuju pintu keluar, namun dua orang itu berhasil memegangnya kembali hingga ia meronta-ronta dan terus berteriak.
"Lepas ...!"
"Nona ..., jangan melawan atau kami akan bertindak kasar!?"
"Ooh... Kalian berani. Hah?"
Kedua orang itu saling menatap, Handoko hanya memerintahkan membawanya pulang tanpa menyakiti.
"Silahkan saja kalau kalian berani! Aku tetap tidak akan pulang!" katanya lantang.
Tiba-tiba pintu terbuka lebar, Laksmi masuk dengan wajah ketus dan tatapan tajam.
"Lepaskan. Kalian dengar!"
"Bibi Laksmi?"
"Widuri sayang, kau tidak apa-apa?" Laksmi membelai rambut Widuri. "Kasian sekali kamu, Nak. Apa ini sakit?" katanya lagi menunjuk lengan Widuri yang kemerahan.
Namun Widuri mengelak, gadis itu mundur dua langkah namun tetap sejajar. Bibinya pasti ada maksud jika bersikap manis, toh selama ini ia tidak pernah memperlakukan Widuri dengan baik.
"Apa mau Bibi?"
Laksmi memutarkan tubuhnya, seolah ingin memperlihatkan dirinya yang kini mendapat kemenangan dan juga berkuasa penuh, "Bukankah kau ingin pergi? Bibi bisa membantumu, mereka berdua akan tutup mulut dan membiarkanmu pergi," tukasnya dan langsung menatap kedua pria yang berada disamping kirinya. "Bukankah kalian faham maksudku?" katanya pada mereka. "Biarkan keponakan kesayanganku ini pergi, hm!" lanjutnya.
Kedua pria itu tidak menjawabnya, begitu juga dengan Widuri yang malas meladeni, ia hanya menatap Laksmi dengan tajam.
"Tenang saja, Bibi tidak akan membawamu pulang. Kabur lah yang jauh kalau perlu ke tempat yang tidak akan pernah kakekmu temukan!" ucap Laksmi melipat tangannya didepan dada.
Widuri masih diam, dugaannya memang benar kalau Laksmi senang jika dirinya pergi. Dia tidak ingin kedudukan putranya tersaingi.
"Ya walaupun aku tidak suka kakekmu memblokir semua fasilitasmu agar kau kembali, tapi setelah aku melihatmu disini aku justru senang." katanya dengan mengelus pipi mulus Widuri. "Apa kau menjadi seorang pela cur agar bisa bertahan hidup?" katanya lagi dengan sinis.
Widuri menepis tangan Laksmi, sorot katanya semakin tajam pada adik kandung dari ayahnya itu.
"Bukannya Bibi senang karena tidak ada aku lagi. Lalu untuk apa Bibi tahu urusanku?"
Laksmi menutup mulutnya dan tertawa renyah, "Kau tidak pernah berubah Widuri. Itu bagus. Aku lebih senang kau jadi pela cur!"
Widuri memendam amarahnya saat ini, dia tidak ingin berurusan dengan bibinya itu mengingat Daniel yang selama ini baik padanya. "Terserah Bibi bicara apa saja!"
Laksmi tertawa lagi, kali ini tawanya lebih kencang, "Jadi benar. kau mela curkan diri! Arhgg ... pantas saja, buah tidak akan pernah jatuh jauh dari pohonnya!"
Widuri mengepalkan kedua tangannya, ingin sekali ia bicara untuk melawannya namun semua tidak akan pernah membuat Bibinya puas, bahkan akan sangat berakibat fatal. Widuri tidak ingin membuat Handoko dilanda kecewa lagi, cukup dirinya lah yang membuat ulah. Fikirnya.
"Kau tahu bibiku sayang, kalau kau tahu apa yang terjadi pada anak kebanggaanmu itu kau pasti bisa langsung mati berdiri!" Widuri membatin, jujur saja ia tidak tega jika membongkar aib sepupunya terlebih pada ibu kandungnya.
"Apa Bibi sudah selesai bicara?" ucap Widuri setelah berusaha mengontrol emosinya agar stabil. "Keputusanku tetap sama. Dengan atau tanpa bantuan Bibi Laksmi aku akan pergi!" ucapnya tegas.
Laksmi memundurkan tubuhnya, tersenyum hangat dengan tangan terulur ke depan guna mempersilahkan Widuri lewat. Gadis itu melangkah pergi. Namun, baru saja melangkah dua kali kedua pria maju dan menghalangi jalannya.
"Nona ...! Pulanglah, kami mohon...,"
"Biarkan dia pergi, kalian tidak dengar tadi? Dia sudah memutuskan..." Seru Laksmi dari belakang.
Kedua pria itu tidak bergerak, mereka justru menatap Widuri dengan memelas. Satu diantaranya menyelipkan sesuatu ditangannya seraya sedikit bergumam.
"Nona, Lihatlah sebelum terlambat!"
cus lah update k. yg banyak