Aiden Valen, seorang CEO tampan yang ternyata vampir abadi, telah berabad-abad mencari darah suci untuk memperkuat kekuatannya. Saat terjebak kemacetan, dia mencium aroma yang telah lama ia buru "darah suci," yang merupakan milik seorang gadis muda bernama Elara Grey.
Tanpa ragu, Aiden mengejar Elara dan menawarkan pekerjaan di perusahaannya setelah melihatnya gagal dalam wawancara. Namun, semakin dekat mereka, Aiden dihadapkan pada pilihan sulit antara mengorbankan Elara demi keabadian dan melindungi dunia atau memilih melindungi gadis yang telah merebut hatinya dari dunia kelam yang mengincarnya.
Kini, takdir mereka terikat dalam sebuah cinta yang berbahaya...
Seperti apa akhir dari cerita nya? Stay tuned because the 'Bloodlines of Fate' story is far form over...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Terduga
...»»————> Perhatian<————««...
...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apapun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....
...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...
Pagi itu, Elara sudah rapi dan siap untuk kembali ke kota. Di pelataran rumah, Kevin, sekretaris Aiden yang bertugas menemaninya, sudah menunggu dengan mobil yang terparkir di halaman. Sebelum berangkat, Elara dan Kevin berpamitan pada nenek Mika dan bibi Lani. Bibi Lani yang hendak ke pasar memeluk Elara dengan hangat, mengingatkan cucu tersayangnya agar selalu menjaga diri.
Nenek Mika, dengan mata berkaca-kaca, memeluk Elara erat. “Kau harus berhati-hati, Elara. Jangan terlalu mudah mempercayai orang lain,” ucapnya, penuh ketulusan. Elara mengangguk, merasa nyaman dan tersentuh oleh perhatian neneknya.
"Aku janji, Nek," jawab Elara sambil tersenyum kecil, menatap wajah penuh kasih itu.
Nenek Mika kemudian menatap Kevin. “Nak Kevin, tolong jaga Elara ya. Sampaikan juga pada bosmu untuk menjaganya.”
Kevin mengangguk dengan sopan. “Saya akan sampaikan, Nek. Jangan khawatir, Elara ada dalam perlindungan kami.”
Setelah berpamitan, Elara dan Kevin pun berangkat. Perjalanan menuju kota terasa sunyi. Elara termenung sepanjang perjalanan, pikirannya melayang-layang ke berbagai peristiwa aneh yang belakangan ini dia alami. Dunia yang awalnya terasa sederhana, kini membawanya ke arah yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Setelah beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya tiba di kota. Kevin mengantar Elara hingga ke apartemennya. Elara turun dari mobil dan menatap bangunan apartemen itu. Rasanya seperti mimpi, pikirnya. Dunia tempatnya berada kini bersebelahan dengan dunia misterius yang baru mulai dia sadari bahwa dunia ini memiliki makhluk yang tak kasat mata, 'dunia vampir.'
Setelah beristirahat beberapa jam, rasa penasaran Elara mengalahkan kelelahan. dia pun memutuskan keluar dari apartemen untuk mencari tahu lebih banyak tentang masa lalu Dennis, ayah tirinya. El pergi ke alamat lama tempat dimana dulu Dennis tinggal, tempat yang penuh dengan kenangan yang kini terasa kabur dalam pikirannya.
Saat tiba di lokasi, ia mendapati bangunan tersebut sudah lama terbengkalai. Ruangan bekas tempat Dennis bekerja tampak suram dan angker. Elara merasakan bulu kuduknya berdiri. Dengan cepat, ia keluar dari gedung tersebut, merasa tidak nyaman dengan keheningan yang begitu mencekam.
"Ih serem banget..."
Saat sore menjelang, Elara menyusuri kota. dia merasa lebih baik dengan suasana luar yang ramai. Ternyata, ada bazar makanan yang tengah berlangsung di pusat kota, sesuatu yang membuat Elara bersemangat. El pun memutuskan untuk berhenti sejenak dan membeli beberapa makanan yang sudah lama tak ia nikmati. Makanan tradisional yang membuatnya teringat pada masa-masa sederhana bersama keluarga di desa.
"Walaupun baru saja aku pulang dari desa, tapi rasanya jika seperti ini aku masih rindu...."
Namun, tiba-tiba matanya menangkap sosok yang familiar. Elara terpaku melihat seorang pria yang berdiri tak jauh dari sana. Pria itu tampak persis seperti Dennis, "Benarkah ini jawabannya?" dengan wajah yang sama, bahkan senyuman yang tak asing baginya. Namun, yang membuat Elara lebih terkejut adalah sepasang gigi taring kecil yang terlihat ketika pria itu tersenyum, semua itu milik Dennis. Hatinya berdegup kencang "Mungkinkah ini Dennis? Aku yakin dia adalah Dennis!"
Pria itu sedang tertawa bersama teman-temannya, menikmati makanan di sekitar bazar. Elara mengamati dari kejauhan. “Bagaimana mungkin?” gumamnya, kebingungan. "Bukankah vampir tak bisa makan makanan manusia?" Rasa penasarannya semakin besar, dan ia mulai mengikuti pria yang mirip Dennis itu secara diam-diam.
Pria tersebut berjalan menuju sebuah mobil mewah yang terparkir tak jauh. Setelah beberapa menit, pria itu kembali dengan sebuah kantong keresek hitam dan membuangnya ke tempat sampah. Saat pria itu sudah pergi, Elara mendekati tempat sampah itu, tak bisa menahan rasa ingin tahunya. Ia membuka kantong itu dan menemukan sisa muntahan makanan di dalamnya. Elara tercengang. Seolah-olah pria itu berpura-pura makan layaknya manusia, tetapi tubuhnya menolak makanan itu.
“Elara?” Suara telepon yang berdering membuatnya tersentak. Ternyata Aiden yang menelepon, memintanya untuk segera datang ke rumahnya untuk membahas beberapa tugas kantor. Dengan enggan, Elara meninggalkan tempat itu, meskipun pikirannya masih penuh dengan sosok pria misterius tersebut.
❦┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈ Bloodlines of Fate
Setibanya di rumah Aiden, Kevin sudah menunggunya di ruang tamu. Elara duduk dengan canggung, mengingat pertemuan aneh dengan pria yang mirip Dennis. Dalam hati, ia bertanya-tanya apakah ia harus membicarakan hal ini kepada Kevin atau bahkan Aiden, tetapi ia memilih untuk tetap diam.
Aiden masuk ke ruangan, menatap Elara dengan penuh perhatian. "Terima kasih sudah datang, Elara," ucapnya sambil mempersilakan Elara untuk duduk lebih nyaman. “Kevin sudah menceritakan padaku tentang kunjunganmu ke desa.”
Elara mengangguk. “Terima kasih juga karena sudah mengirim Kevin untuk menemaniku. Itu sangat berarti.”
Aiden tersenyum tipis, kemudian pandangannya tertuju pada kalung yang dikenakan Elara. Kalung itu tampak kuno, dengan desain yang indah dan berkarakter. Aiden menatapnya sejenak, merasa seolah pernah melihat kalung tersebut di suatu tempat, namun ia tidak bisa mengingatnya dengan pasti.
“Elara, kalung itu milikmu?” tanyanya dengan nada penasaran.
Elara memegang kalung itu dengan lembut. “Iya, ini pemberian dari almarhum ibu. Sudah lama sekali ada di keluargaku.”
Aiden mengangguk, namun rasa penasarannya tentang kalung itu masih mengganjal. "Kalung yang menarik," gumamnya. “Kau tahu apa sejarah kalung itu?”
Elara menggeleng. “Tidak banyak. Hanya saja, Nenek Mika selalu mengatakan kalung ini sebagai simbol perlindungan bagi keluarga kami.”
Percakapan terhenti sejenak. Suasana di ruangan itu terasa sunyi, seolah ada sesuatu yang tak terucapkan di antara mereka. Hingga akhirnya, Aiden mengalihkan pembicaraan ke tugas-tugas kantor yang menjadi alasan pertemuan mereka.
Di tengah perbincangan, Elara merasa terganggu oleh pikiran tentang Dennis dan penemuannya di bazar tadi. Keinginannya untuk bertanya pada Aiden tentang kemungkinan pria seperti Dennis berada di antara mereka semakin kuat, tetapi El merasa ragu-ragu. Bagaimana jika ini hanya khayalannya? Atau lebih buruk, bagaimana jika pertanyaannya menyinggung sesuatu yang seharusnya dia tidak ketahui?
Setelah urusan pekerjaan selesai, Elara memberanikan diri untuk menyampaikan rasa penasarannya, meski secara halus.
“Aiden, apakah... ada orang di luar sana yang… terlihat seperti orang yang sudah lama hilang?” tanyanya hati-hati.
Aiden mengangkat alisnya, tertarik dengan pertanyaan itu. “Maksudmu?”
“Orang-orang yang... mungkin bisa hidup lebih lama dari manusia biasa?” Elara mencari-cari kata, mencoba menghindari ungkapan langsung.
Aiden tersenyum samar, namun tidak memberikan jawaban pasti. “Di dunia ini, banyak hal yang tak selalu bisa kita jelaskan dengan logika, Elara. Namun, itu bukan berarti kita harus selalu mencari jawaban. Kadang, ada baiknya menerima bahwa beberapa misteri memang tak perlu kita ketahui lebih dalam.”
Elara merenungkan kata-kata itu, merasa ada maksud tersembunyi. Ia merasa Aiden mungkin mengetahui lebih dari yang terlihat, tetapi ia memilih untuk tidak memaksakan pertanyaan lebih jauh.
Malam itu, setelah meninggalkan rumah Aiden, Elara kembali termenung. Langkahnya menuju apartemen diiringi oleh bayangan-bayangan masa lalu yang semakin kuat hadir dalam pikirannya. Dennis, vampir, dan dunia yang tersembunyi mungkin Aiden juga di balik tirai realitas itu semuanya bercampur menjadi teka-teki yang kian membuatnya penasaran.
Dengan tekad yang semakin menguat, Elara berjanji pada dirinya sendiri untuk mencari kebenaran. Dunia barunya mungkin dipenuhi misteri dan bahaya, tetapi dia siap menghadapinya. Rasa penasaran yang bersemayam di hatinya sudah tak terbendung lagi.