Memiliki Suami tampan,baik, penyanyang, pengertian, bahkan mertua yang baik adalah sebuah keberuntungan. Tapi bagaimana jika semua itu adalah hanya kamuflase?
Riska Sri Rahayu istri dari Danang Hermansyah. Mereka sudah menikah selama 4 tahun lebih namun mereka belum memiliki buah hati. Riska sempat hamil namun keguguran. Saking baiknya suami dan mertua nya tidak pernah mengungkit soal anak. Dan terlihat sangat menyanyangi Riska, Riska tidak pernah menaruh curiga pada suaminya itu.
Namun suatu hari Riska terkejut ketika mendengar langsung dari sang mertua jika suami nya sudah menikah lagi. Bahkan saat ini adik madu nya itu tengah berbadan dua.
Riska harus menerima kenyataan pahit manakala yang menjadi adik madu nya adalah sepupu nya sendiri.
Sanggupkah Riska bertahan dan bagaimana Riska membalaskan sakit hati nya kepada para pengkhianat yang tega menusuk nya dari belakang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Bertemu Suami dan Maduku
"Ya Mbak, nggak papa. Wajar kalau Mbak Riska cemburu melihat kedekatan ku dengan Mas Danang. Kan belum tahu apa yang sebenarnya terjadi." Siska berkata seolah semua yang di ucapkan itu benar. Senyum palsu pun dia terbitkan untukku.
"Karena kita sudah ketemu di sini aku nginep di kontrakanmu, ya. Mas?." Mas Danang tersedak. Siska melotot sempurna.
Hahahaa...aku suka melihat raut keduanya. Alasan apa yang akan kalian keluarkan kali ini.
"Aku rindu padamu, Mas!." kubisikkan itu tepat di samping telinga Mas Danang. Tanpa mempedulikan reaksi Siska dari ekor mataku dapat dilihat bagaimana tegangnya wajah kedua pemgkhianat itu. Ini baru permulaan dan belum ada apa-apanya. Siska, Mas Danang!.
"Tapi, De. Di kontrakan kami itu hanya ada satu kamar. Itupun sudah di gunakan rame-rame oleh teman-teman. Jadi sebaiknya tidak nginep bareng Mas deh."
Mas Danang menggaruk tengkuknya. Apakah gatal betulan atau sekedar untuk menutupi rasa groginya? Entahlah. Tapi yang pasti satu poin, Mas Danang sedang menggali kuburannya sendiri dengan membuat sandiwara yang pada ujungnya akan merepotkan dirinya sendiri.
"Oh gitu. Baiklah." Ada kelegaan Mas mendengar respon dari ku. "Tapi aku ingin mengenal teman-temanmu Mas. Tidak ada salahnya kan mengenalkan aku pada mereka? Malam ini bawa aku ke mereka?." dapat kulihat wajah Mas Danang yang sedang kelimpungan. Pasti dia kebingungan untuk mencari alasan selanjutnya.
Kamu pikir bisa membodohi ku, Mas!.
"Siska, aku bolehkan malam ini nginep di rumah kamu?." keterkejutan itu tampak jelas di raut madu sekaligus sepupuku. Memang enak! pusing-pusing lah ngatur alasan!.
"Eh, ini Mbak. A-aku aku harus izin suami dulu, ya soalnya dia tidak mudah menerima orang baru." Siska tergagap dan terlihat sangat gelisah.
"Kenapa kamu gagap seperti itu, Sis? Apa saking takutnya dengan suamimu? Lagian, aku ini bukan orang lain, lho. Aku sepupumu sendiri," Aku berusaha terus mendesaknya.
"Meskipun begitu, Mbak. Soalnya dia benar-benar tidak mudah menerima orang baru. Termasuk saudaraku sendiri." Siska masih mempertahankan alasannya yang tidak masuk akal.
"Tapi bisa akrab dengan Mas Danang," aku hafal betul bagaimana sepupuku itu bila sedang mencari alasan. Bola mata Siska bergerak ke kiri dan ke kanan tidak beraturan lalu tidak lama kemudian dia mengangguk patah-patah.
"Awalnya itu sulit juga, Mbak. Tapi setelah aku ceritakan siapa mas Danang, suamiku baru paham dan bisa menerima suami Mbak."
Sampai kapan kamu sanggup membuat alasan, Siska?.
Ya Allah laki-laki macam apa sih yang kamu nikahi, Sis? kok kamu mau-maunya menikah dengan pria macam itu? Tertutup dan tidak mau mengenal saudara istrinya. Aneh, eh tapi bukan suami orang kan yang kamu nikahi? kalau suami orang sih wajar," kutatap wajah Siska yang mendadak tegang. Wajahnya memerah kembali.
Mas Danang mendadak terbatuk-batuk. Pasti, dia merasa sangat tidak nyaman. Tapi apa peduliku. Aku hanya ingin memainkan sedikit saja perasaan kalian. Dan aku sangat menikmati pemandangan di hadapan. Tegang, teganglah!.
"Biasanya, ya. Laki-laki yang terlalu tertutup seperti itu memiliki wanita lain di luar. Entah kamu yang pertama atau kamu yang di jadikan selingkuhannya."
Sepasang pengkhianat itu saling pandang. Seolah mereka sedang berbicara melalui sorot mata.
"Eh, ada sesuatu ini yang mengganjal di kepala. Kamu dan mas Danang sering ketemuan? kok sepertinya sudah akrab dan kenapa mas Danang tidak pernah cerita sama aku tentang kedekatan kalian?. Ya selama ini mas Danang menelpon aku itu hanya sekedar minta duit atau meminta untuk memenuhi kebutuhan ibumu yang tidak bisa kamu penuhi Mas!." Biarlah kubongkar aib nya di sini. Siska harus tahu kalau suaminya miskin. Semua kebutuhan nya aku yang memenuhinya.
"Eh, Mbak. Karena sudah malam aku pamit pulang dulu, ya. Nanti aku kabarin dan kirim alamat rumah kalau sudah mendapatkan izin dari suami." dengan tergesa dan sedikit gugup Siska beranjak dari tempat duduknya.
Alih-alih menjawab pertanyaanku, Siska malah pamit pulang. Kentara sekali kalau sedang menghindari aku.
"Baiklah, hati-hati di jalan. Salam untuk suamimu. Jamu harus waspada pada laki-laki seperti itu. Takutnya dia memiliki wanita lain di luar sana." ucapku di sela cipika-cipiki dengan Siska. Dapat kulihat tubuhnya yang sedang menegang.
"De, Mas antar Siska dulu ya. Soalnya tadi suaminya sudah berpesan pada Mas untuk mengantar Siska pulang." pandai sekali kamu cari alasan, Mas.
"Oh gitu, baiklah nggak papa silahkan antarkan, tapi aku ikut. Tidak baik loh kalian berduaan terus. Takut ada setan ketiganya."
"Nggak usah. Cuman sebentar kok. Kasihan dia sedang hamil. Kamu ke sini sama temanmu, bukan? Temani dulu dia. aku nanti akan balik lagi ke sini, kok." Tanpa menghiraukan aku Mas Danang mengejar Siska yang sudah berjalan terlebih dahulu.
Aku menoleh ke arah belakang. Menatap Septia yang sedang mengangkat tangan dan menggerakkan kepala ke arah mereka. Memberi kode agar aku menyusulnya.
Tanpa berpikir panjang aku pun segera berlari menyusul mereka. Tidak kupedulikan tatalan aneh dari orang-orang sekitar.
Aku berhasil menyusulnya di parkiran.
"Mas, aku ikut!." cekalan tanganku di pergelangan tangan Mas Danang berhasil menghentikan langkah kaki laki-laki itu.
"Kenapa harus ikut sih? aku mau mengantar Siska naik motor loh," Mas Danang berdecak sebal. Tanpa di jelaskan pun sudah tahu siapa yang sedang tidak di sukainya.
"Justru aku tidak mau kalian berboncengan menggunakan motor. Kalian itu bukan mahram tidak dibenarkan untuk berboncengan dengan alasan seperti ini." kubalas dengan tatapan nyalang.
"Mas, Mbak. Jangan Bertengkar karena aku. Aku nggak mau Mas Danang kehilangan kepercayaan dari Mbak Riska. Aku bisa pulang sendiri kok Mas Danang tidak perlu repot-repot mengantarkan aku. Mbak Riska benar tidak bagus kita jalan berdua." Siska mendengus sebelum akhirnya meninggalkan kami. Setengah berlari dia berjalan ke arah jalan. Antara ucapan dan tindakannya tidak selaras sama sekali.
"Mau kemana, Mas? masih mau mengejar Siska? Sebenarnya dia itu siapa kamu sih? sampai kita harus bertengkar demi membelain dia? Padahal, ada istrimu di sini. Dia hanya sepupuku tapi perlakuanmu seperti dia adalah istri mu saja!."
Mas Danang hanya bisa menatap punggung Siska yang telah menjauh. Sebab saat ini Siska sudah naik ke atas motor tukang ojek. Kebetulan ada ojek yang sedang melintas.
"Kamu apa-apaan sih Ris! Siska jadi pergi kan karena ucapanmu yang keterlaluan. Pasti dia tersinggung. Kamu pikir dia wanita seperti apa?. Dia itu sepupumu sendiri. Tapi, kamu tega menuduhnya yang bukan-bukan. Kamu picik, Ris!." Mas Danang kembali menaikkan suara hingga beberapa oktaf. Kilat amarah terpancar jelas di manik berwarna coklatnya itu.
.
.
.
Bersambung...
tinggalkan aja suamimu riska......