Sederhana saja. Tentang seorang gadis yang bernama Hazel yang sulit melupakan seseorang yang berperan penting dalam lembaran masa lalunya dan Calix si lelaki yang memiliki ribuan cadangan disana-sini.
Karena sebuah insiden yang mana Hazel nyaris dilecehkan oleh beberapa Brandalan, menggiring Hazel, pada jeratan seorang Calix Keiran Ragaswara, laki-laki yang narsisnya mencapai level maksimal, super posesif, super nyebelin, sumber bencana, penghancur terbaik mood Hazel.
"Sekarang, Lo hanya punya dua pilihan. Lo jadi pacar gue. Atau gue jadi pacar elo!" Calix Keiran Ragaswara.
Penasaran? simak ceritanya!
-Start publish 14 juli 2023.
-FOURTH NOVEL
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rsawty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MPB•FUCKBOY
Kyra melirik kearah meja ditempati oleh Calix dan kawan-kawan. Disana Calix sedang merangkul seorang siswi. Mau heran tapi ini Calix. Fuckboy memang layak untuk labelnya.
"Lihat aja tuh cowok lu, enteng banget rangkul-rangkul cewek. Gak bisa apa jaga perasaan lo sedikit saja yang berstatus sebagai Pacarnya?"
"Udahlah, mending kita pesan sesuatu untuk mengisi perut." Tidak tertarik, mencoba terlihat bodo amat kata yang lebih tepat. Hazel hanya meliriknya sekilas. Dalam durasi satu detik, Calix yang entah kebetulan atau tidak sedang menyorotkan netra kearahnya juga, mereka jadi melakukan eye contact.
"Eh, kalo gak salah tadi cewek lo liat kesini. Gak papa? Nanti kalian bisa marahan. Gue gak mau kalian nanti bertengkar gara-gara gue.." Gadis dengan gaya rambut dikuncir kuda itu berucap.
"Eum?" Pipinya mengembung memainkan lidahnya dalam mulut, Calix lantas memiringkan wajahnya agar melihat lebih seksama paras siswi yang ada di rangkulannya ini. Pasalnya dia sedikit menunduk tersipu malu.
Cup!
Siswi itu membulatkan mata saat mendapat kecupan dipelipisnya, lengan Calix turun hingga hinggap dipinggangnya, dia menambahkan remasan sensual disana. "Tenang aja, dia hanya mainan gue." Bisiknya dengan bibir nyaris menyentuh telinganya.
Tubuhnya menegang kaku, bulu kuduk perempuan itu dibuat meremang saat merasakan sensasi tiupan desiran angin dibagian daun telinganya.
Lain halnya dengan Gadis yang sudah mengalami rasa gugup luar biasa, bahkan sampai meremas ujung roknya akibat tindakannya. Calix, lelaki itu justru berdecih dalam hati. 'Cih, murahan!'
"Calix, lo kalo mau main belakang dari Hazel, paling enggak jangan terang-terangan kaya gini. Secara gak langsung lo udah norehin luka buat dia." Nasehat Candra memberikan hidayah. Jujur saja dia turut iba pada Hazel.
"Memang dia, siapa? Gelarnya hanya mainan doang bagi gue. Terserah gue dong mau main sama siapa saja."
Farel menodongkan sendok yang dia pakai untuk makan menuju Calix. "Awas ya nanti kemakan sama omongan sendiri. Takutnya, pas lo sadar, dia udah pergi dari sisi lo. Gue jamin, nangis dipojokan lo kalo semisal saat itu tiba. Inget, penyesalan selalu berada diakhir." Tambahnya membuat Calix berdecak sebal.
"Ck, gue si Calix Keiran Ragaswara yang gak pernah kekurangan kaum bernama Wanita, gak ada sejarahnya nangis hanya karena perihal cewek." Calix kemudian menyeruput pop ice rasa taro yang dia letakkan diatas meja.
"Gue tandain kalimat-kalimat lo barusan!" Tantang Farel. Sedangkan dilain sisi, Kyra menggebrak meja naik pitam, untung bunyinya teredam dibalik hiruk-pikuk kantin, jadi tidak memancing banyak pasang mata yang ada disana.
"Wah! Gak bisa dibiarin ini! Makin lama tuh cowok makin kurang ajar! Bukan cuma rangkul-rangkul bahkan pake cium segala?!"
Hazel mencekal pergelangan tangan Kyra ketika dia berdiri dari duduknya, mengambil ancang-ancang menghampiri Calix, Hazel menggelengkan kepala sebagai isyarat melarang Kyra bertindak lebih jauh.
"Udah, gak perlu ditanggepin Ky.. I'm really fine. Inget kita lagi didepan umum, ntar yang malu lo juga kalo lo nyamperin."
Pada akhirnya Kyra kembali menjatuhkan bokongnya dibangku kantin mendengar perkataan Hazel yang memang ada benarnya, setelah Kyra sudah duduk sambil melipat kedua tangannya didepan dada, kini giliran Hazel yang bangkit dari duduknya. "Biar gue yang pesan makanan. Lo mau pesan apa, Ky?"
"Hai? Boleh gabung?" Jawaban Kyra yang hendak keluar kepermukaan atas pertanyaan Hazel terurung di tenggorokan karena seorang murid perempuan yang bernama Amelia tiba-tiba menghampiri mereka.
Penampilan culun dengan kacamata bulat, surai dengan gaya berkepang dua menjadi ciri khas Amelia. Amelia atau kerap di sapa Lia adalah salah satu siswa di kelas mereka, tapi jangankan akrab, saling bertegur sapa pun hanya pada saat kerja kelompok atau berdiskusi.
"Oh, Lia? Boleh. Gabung aja. Kebetulan gue mau pesan makanan, lo mau pesan apa Li biar sekalian aja?"
Ekor mata Hazel sedikit melirik kearah Kyra yang mengada dengan raut wajah tak terima karena Hazel memperbolehkan Lia berbaur dengan mereka. Bukannya dia membenci orangnya, Kyra hanya agak iri dengki dengan Lia karena dia kalah saing darinya dibidang materi pelajaran apapun.
"Ah, biar aku aja yang pesan. Btw kalian pesan apa? Punya Hazel biar aku aja yang traktir," Lia menawarkan. Hazel jadi tak enak hati, mereka tidak terlalu akrab, tapi mengapa tiba-tiba menawarkan membayarkan pesanannya?
"Tapi--"
"Gak papa, Hazel.. hitung-hitung sebagai bentuk rasa terima kasih aku, karena kamu udah pernah nolongin aku." Potong Lia meyakinkan Hazel yang kelihatan sungkan menerima tawaran darinya.
Hazel kembali mendudukkan dirinya dibangku. Selagi ada yang gratis, kenapa tidak? "Yaudah deh. Lo mau pesan apa Ky?"
"Eum? Seperti biasa, samain aja kaya lo."
Hazel beralih menatap Lia yang sedari tadi berdiri berniat pergi ke stand makanan. "Gue sama Kyra sama, mie ayam. Tapi gue tambahin sama kebab ya, satu aja. Kalo uang lo gak cukup, nanti pake uang gue aja buat beli kebabnya."
Tangannya sudah merogoh saku hendak mengeluarkan uangnya dari sana, tapi Lia segera melambaikan tangannya menolak itu. "Gak usah Zel! Duit aku masih cukup kok kalo cuma tambah satu kebab lagi."
"Beneran? Takutnya ntar ujung-ujungnya malah uang lo habis traktirin gue."
Lia menganggukkan kepala sebagai tanggapan. Dia kemudian memperbaiki posisi kacamatanya yang agak turun. "Cukup kok, Hazel gak perlu khawatir."
"Hazel aja nih? Pilih kasih banget lu." Sebelum Lia benar-benar berlalu ke stand makanan, Kyra menimpali ditemani kesinisannya.
Lia memainkan jemarinya takut, reaksi Kyra seperti orang yang ingin menelannya hidup-hidup. "Sebenarnya aku juga kepengen traktir Kyra. Sayangnya uang jajan aku udah gak cukup biayain dua orang. Lagian, yang nolongin aku waktu itu cuma Hazel bukan Kyra."
"Serah lu lah! Pesan aja sono! Naik darah gua lama-lama kalo ngomong sama lu!" Sarkasnya langsung diangguki kuat oleh Lia, sebelum Kyra makin mengamuk, kalang kabut dia dengan segera melangkah kearah stand makanan mengambil barisan di antrian untuk memesan makanan mereka.
"Tuh anak beneran polos atau pura-pura polos sih? Mulutnya itu minta digampar hih!" Ujar Kyra greget. Dia kemudian menoleh kepada Hazel yang sedang duduk disisinya. "Emang, lo nolongin apa kedia, sampe-sampe utang budi kaya gitu ke lo?"
"Eum? Gue pernah nolong dia saat lagi dibully."
...Flashback on...
Lia meringis kesakitan, kepalanya sedikit mendongak begitu rambutnya dijambak kuat oleh Chelsea, merupakan queen bullyng sekaligus anak dari kepala sekolah.
Dia, gemar menindas siswi-siswi yang lemah, tak terkecuali seorang yang memiliki karakter seperti Lia. "Lepasin aku.. emang aku salah apa sama kalian..?"
Air matanya berderai dipipi. Namun, hal tersebut tak akan efektif membuat Chelsea bermurah hati padanya. "Lo mau tahu kesalahan lo, apa?"
Chelsea mencengkram dagu Lia kasar, dengan sorot merendahkan, dia mencermati wajah dekil didepan matanya dengan lamat-lamat, detik berikutnya dia berdecih sinis.
Chelsea menoyor berulang kali dahi Lia. "Pake nanya segala! Lo gak ngaca? Muka lo aja gak ada bedanya sama monyet. Malahan lebih bagusan monyet kayaknya."
"Cewek jelek dan cupu kaya lo gak pantes dihargai orang lain! Ganggu pemandangan orang saja!"
Mulai dari penampilan culun. Kuper. Jarang memiliki teman, kelihatan rapuh dan yang paling utama adalah karena tidak memiliki teman seorang pun, jadi tak ada orang yang memihak pada dirinya. Yang modelan seperti Lia ini lah yang rentan menjadi korban Chelsea.
Chelsea mengadakan telapak tangannya pada anteknya yang bernama Megan. "Gunting mana? Lo bawa?"
"Bawa dong! Sesuai permintaan lo tadi." Megan menyerahkan sebuah gunting yang akan dijadikan oleh Chelsea sebagai senjata dalam merealisasikan misinya kali ini.
"Memang kenapa kalo aku jelek?" Gerakan Chelsea yang akan memulai aksinya menggantung di udara mendengar ungkapan demi ungkapan yang keluar dari bibir bergetar Gadis cupu ini, entah punya keberanian dari mana dia akhirnya menyuarakan isi pikirannya.
"Aku juga ingin jadi orang sempurna. Siapapun ingin jadi manusia yang cantik biar bisa dihargai. Tapi mau bagaimana lagi kalau Tuhan menciptakan ku dengan rupa yang buruk seperti ini? Itu memang bukan keinginanku, tapi aku gak bisa mengubah ciptaan Tuhan."
"Minimal operasi plastik. Oh iya gue lupa, lo kan dari kalangan rakyat jelata, mana mampu, ups!" Megan membekap mulutnya berlagak merasa bersalah telah melontarkan kata-kata yang fakta menurutnya.
"Wajah gak good looking, berasal dari keluarga yang gak mampu, tapi kurang lebih aku bersyukur dan menerima dengan lapang dada akan takdir yang sudah Tuhan tetapkan. Dari pada kalian? Hanya suka menindas orang yang lebih lemah. Biar apa coba? Biar dikatakan jagoan, begitu?"
Chelsea menggeram tertahan mendengar serangkaian kalimat Lia. Cengkeramannya pada rambut Lia semakin kuat. "Emang lo siapa berani mengkritik kami?! Kita itu beda kelas, baik itu dari segi fisik mau pun kasta."
"Memang dengan begitu membuat derajat kita beda?" Walaupun dengan mata yang sudah sembab dan membengkak karena tangis tanpa suara isakan, Lia masih mencoba memberanikan diri memprovokasi Chelsea.
"Kita, berdiri di galaxy yang sama, di langit yang sama, di tanah yang sama, makan makanan pokok yang sama, terus, apa yang harus aku takuti dari kalian?"
Mata Chelsea memerah mewakili amarahnya yang bergemuruh, gunting yang sempat diturunkan oleh pemiliknya kembali melayang lagi membidik sasarannya, "Bang*sat!"
Benda runcing itu nyaris menusuk salah satu bola mata Lia jika saja tidak ada yang menahan lengan Chelsea. Lia memejamkan mata takut akan segala resiko yang kemungkinan besar akan dia dapat.
"Lo kalo mau cari lawan, yang setara. Jangan yang lemah, curang namanya." Chelsea menghempaskan kasar cengkraman Hazel di lengannya hingga terlepas dengan sendirinya.
"Jangan ikut campur! Ini urusan gue sama cewek culun ini!" Chelsea menunjuk Lia tajam. Hazel melirik Lia, gadis itu terlihat ketakutan, tubuhnya bergetar hebat. Reaksi yang wajar, tentu saja jika nyaris saja ditikam menggunakan gunting siapa yang tidak takut?
"Berhenti ganggu dia."
"Udah gue bilang! Jangan ikut campur! Ini bukan urusan lu!"
Hazel mengangkat handphone miliknya ke udara, menunjukkan sebuah potretan bukti perundungan yang dilakukan oleh Chelsea pada Lia barusan. Dia mengambilnya diam-diam dari ambang pintu toilet tanpa ada yang menyadarinya, Hazel tersenyum smirk. "Bagaimana jadinya kalo bukti ini sampai ke tangan Guru?"
"Etss!" Hazel menarik tangannya ketika Chelsea mencoba merebut ponselnya secara paksa. Kemudian bersidekap dada. "Sekarang lo hanya punya dua pilihan. Berhenti menindas Lia atau perbuatan jahat lo sampai tersebar?"
Megan mengguncang lengan Chelsea. "Udah Che.. lo mau kita dapet sanksi? Bisa-bisa kita dikeluarin dari sekolah ini kalo sampe ketahuan sama Guru.."
Chelsea menarik napasnya dalam-dalam sambil meraup wajahnya kasar, berselisih dengan Hazel, memang perlu berpikir dua kali.
Selain bukti foto yang berhasil Hazel dapat, salah satu alasan utama yang membuat Chelsea segan bermasalah dengan Hazel adalah Calix, Calix tak mungkin tinggal diam jika Pacarnya dalam masalah, dia akan menjadi pemihak yang paling terdepan untuk melindungi Hazel.
Satu hal yang perlu diketahui, Chelsea paling tidak berani pada Ayah Calix yang royalnya memiliki pengaruh besar disekolah ini. "Tunggu aja lo Lia, urusan kita belum selesai! Megan, cabut!" Mereka akhirnya melangkah meninggalkan bilik toilet, menyisakan Hazel dan juga Lia.
"Hiksss.."
Isak tangis Lia tambah tergugu sepeninggalan mereka, dia menangis sejadi-jadinya dibalik kedua telapak tangannya yang menutupi seluruh wajahnya. Hazel menepuk punggungnya memberi sedikit ketenangan.
"Udah, gak usah nangis, mulai sekarang lo aman. Kalo lo mengalami kejadian kaya tadi lagi, segera lapor ke gue."
Lia mengangguk pelan. "M-makasih, Hazel.." Lirihnya sesenggukan.
...Flashback of...
jadi bisa jedotin itu kepala calix yang konslet nya udah kelewatan
sama sikap dia yang overprotektif itu
mantep kak
semangat!!
kok ciwi ciwi pengen banget jadi pacarnya calix
iya ga zel? wkwk