Rasa trauma karena mahkotanya direnggut paksa oleh sahabat sendiri membuat Khanza nekat bunuh diri. Namun, percobaannya digagalkan oleh seorang pria bernama Dipta. Pria itu jugalah yang memperkenalkannya kepada Vania, seorang dokter kandungan.
Khanza dan Vania jadi berteman baik. Vania menjadi tempat curhat bagi Khanza yang membuatnya sembuh dari rasa trauma.
Siapa sangka, pertemanan baik mereka tidak bertahan lama disebabkan oleh perasaan yang terbelenggu dalam memilih untuk pergi atau bertahan karena keduanya memiliki perasaan yang sama kepada Dipta. Akhirnya, Vania yang memilih mundur dari medan percintaan karena merasa tidak dicintai. Namun, Khanza merasa bersalah dan tidak sanggup menyakiti hati Vania yang telah baik padanya.
Khanza pun memilih pergi. Dalam pelariannya dia bertemu Ryan, lelaki durjana yang merenggut kesuciannya. Ryan ingin bertanggung jawab atas perbuatannya dahulu. Antara cinta dan tanggung jawab, siapakah yang akan Khanza pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Empat Belas
Khanza membuka matanya perlahan. Dia melihat ke sekeliling ruangan bercat putih. Dia lalu menarik napasnya.
"Apakah aku sudah pindah alam?" tanya Khanza dalam hatinya. Kesadarannya belum sepenuhnya pulih.
Dipta yang melihat Khanza membuka matanya, langsung tersenyum. Meraih tangan wanita itu dan menggenggamnya.
"Khanza, akhirnya kamu sadar," ucap Dipta.
Saat ini di kamar itu hanya ada Dipta dan Khanza. Vania harus kembali ke rumah sekaligus kliniknya karena ada seorang ibu yang mau melahirkan.
Khanza menatap wajah Dipta dengan sedikit bingung. Dalam pikirannya, dia telah berada di alam berbeda. Tapi kenapa masih ada Dipta di dekatnya.
"Aku di mana?" Akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari bibirnya.
"Kamu ada di rumah sakit, Khanza. Kenapa kamu melakukan itu lagi? Apa kamu tak menghargai aku dan Vania yang telah berusaha mendampingi kamu selama ini? Apakah kamu tak pernah menganggap kami ada?" tanya Dipta.
Khanza baru menyadari jika dirinya ternyata masih ada di dunia. Masih hidup. Padahal dia pikir sudah bisa bebas dari semua penderita hidup yang dijalani.
"Kenapa Mas Dipta menolongku lagi? Aku lelah? Aku mau pulang!" seru Khanza dengan suara serak karena menahan tangis.
"Karena aku tak mau kehilangan kamu. Aku ingin lebih lama lagi melihatmu."
Khanza menatap Dipta dengan raut wajah sedikit bingung. Kenapa pria itu berkata demikian.
"Apa maksud ucapanmu, Mas?" tanya Khanza dengan raut bingung.
"Jangan kamu banyak pikiran. Apa pun yang kamu alami, kita akan hadapi bersama-sama. Ada aku dan Vania. Kamu tak sendirian," ucap Dipta lagi.
"Mas, kenapa harus aku. Aku ... dan aku terus yang mengalami nasib jelek ini!"
"Karena Tuhan yakin kamu wanita kuat yang mampu menghadapi semuanya. Mungkin kamu tak seberuntung orang lain di luar sana, tapi orang itu belum tentu kuat dan mampu menghadapi berbagai masalah seperti kamu!"
Khanza tak tahu lagi harus berkata apa. Tubuh dan pikirannya terasa sangat lelah. Dia kembali mencoba memejamkan mata.
"Kamu harus makan. Aku suapi?" tanya Dipta.
Pertanyaan pria itu membuat Khanza kembali membuka matanya. Dia lalu menggeleng.
"Khanza, saat ini kamu tak sendirian. Ada bayi yang tak berdosa bergantung hidup denganmu. Kamu juga harus memikirkannya. Dia juga berhak hidup," ucap Dipta.
Khanza tampak menarik napas dalam. Dia lalu berusaha bangun. Tapi, Dipta melarangnya.
"Kamu berbaring saja. Makannya juga bubur. Hanya perlu tinggikan kepala sedikit saja."
Dipta lalu meninggikan ranjang Khanza di bagian kepalanya. Setelah itu mulai menyuapi wanita itu. Beberapa sendok, dia akhirnya menolak.
"Aku sudah kenyang, Mas. Takutnya kalau dipaksakan aku akan muntah," ucap Khanza.
"Kalau gitu kamu istirahat lagi. Kamu harus janji, akan kuat dan tak akan menyerah lagi. Ada aku di sini selalu menemanimu," ucap Dipta.
Khanza hanya tersenyum simpul menanggapi. Dia lalu mencoba memejamkan mata. Teringat saat dia mencoba mengakhiri hidup. Air mata tak terasa jatuh membasahi pipinya. Tanpa, di minta, Dipta menghapusnya dengan sapu tangan miliknya.
Khanza mencoba memejamkan mata lagi, agar bisa terlelap dan melupakan sejenak beban di hati. Dia pura-pura tak mengetahui jika tadi Dipta yang menghapus air matanya.
Tuhan, jujur aku cuma pengen istirahat tanpa harus mikirin besok seperti apa. Jujur kali ini fisik dan mentalku terlalu lelah untuk diajak berjuang. Rasanya ingin pulang dan hilang dari semua orang. Aku merasa sudah terlalu lelah dengan yang namanya kehidupan. Sampai pada akhirnya aku sendiri meminta dan memohon pada Tuhan untuk ambil nyawaku, karena sudah tak sanggup untuk menopang semua masalah yang datang.
Beberapa saat kemudian, Khanza kembali terlelap. Mungkin karena efek obat yang tadi dia minum setelah selesai makan.
Melihat Khanza yang telah tertidur, Dipta lalu mengusap rambutnya. Membelai wajah cantik wanita itu dengan lembut.
Dipta memandang Khanza dengan penuh kasih sayang, merasa lega karena temannya itu akhirnya bisa beristirahat. Dia duduk di samping Khanza, memperhatikan setiap detail wajahnya yang cantik.
Dengan jari-jarinya yang lembut, Dipta membelai pipi Khanza lagi, merasakan kelembutan kulitnya. Dia tersenyum, merasa bahagia bisa berada di dekat Khanza.
Khanza yang tertidur nyenyak tidak menyadari sentuhan lembut Dipta. Tapi, Dipta tidak peduli, karena dia hanya ingin menunjukkan perasaannya sayangnya pada gadis itu. Dia ingin khanza menyadari jika dia tak sendiri. Masih ada yang sayang dengannya.
Pada malam hari, Dipta yang telah mengganti bajunya dengan kaos meletakan kepalanya di tepi ranjang. Tangannya terus saja menggenggam tangan Khanza.
Sementara itu di luar ruangan, Vania baru saja sampai di rumah sakit itu. Dia datang membawa makanan untuk Dipta, tanpa tahu jika pria itu telah makan. Dia berjalan dengan perlahan sambil tersenyum.
Dia membuka pintu perlahan. Betapa terkejutnya melihat pemandangan di depan matanya. Dipta begitu dekatnya dengan Khanza. Kepalanya berada di dekat kepala wanita itu.
"Kenapa dadaku terasa sesak melihat semua ini?" tanya Vania dalam hatinya.
Jangan percaya terlalu banyak, jangan terlalu mencintai banyak, jangan berharap terlalu banyak, sebab terlalu banyak akan melukai begitu banyak pula. Jangan salahkan mereka yang mengecewakanmu, pada kenyataannya kamulah yang menempatkan diri untuk dikecewakan. Jangan terlalu berharap. Ketika hati terlalu berharap kepada manusia maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya sebuah pengharapan, supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Maka Allah menghalangi mu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya.
Imam Syafi’i berkata:
Ketika kamu berlebihan berharap pada seseorang, maka Allah akan timpakan padamu pedihnya harapan-harapan kosong. Allah tak suka bila ada yang berharap pada selain Dzat-Nya, Allah menghalangi cita-citanya supaya ia kembali berharap hanya kepada Allah SWT. Jadi jangan pernah terlalu berharap pada manusia, kamu akan merasakan kekecewaan.
Vania menarik napas untuk menghilangkan rasa cemburu yang sempat dia rasakan. Dia lalu berjalan perlahan menuju ranjang tempat Khanza terbaring dengan ditemani Dipta.
Dengan berjalan pelan, agar tak mengganggu tidurnya Khanza, gadis itu mendekati Dipta dan membangunnya.Dia bicara dengan sangat pelan.
"Dipta, Dipta ... bangun," ucap Vania pelan.
Beberapa melakukan hal yang sama, barulah Dipta membuka matanya. Vania tersenyum saat pria itu menatapnya.
"Dip, ini aku bawa makanan kesukaanmu. Maaf aku datang telat karena harus menolong pasien yang akan melahirkan," ucap Vania sambil menyodorkan bungkusan yang dia bawa.
"Maaf, Nia. Aku sudah makan. Kamu bawa pulang aja. Berikan sama bidan di rumahmu atau untuk bibi. Aku sudah kenyang," ucap Dipta.
Vania tampak terdiam mendengar ucapan pria itu. Padahal tadi dia rela mencari makanan kesukaannya Dipta hingga jauh, berharap pria itu akan menerima dengan senang hati. Namun, kenyataannya yang diterima sangat berbeda.
Semoga kalean selalu dalam lindungan Alloh SWT dan selalu di jaga oleh mama Reni 🤗🤗😍😍
tapi kali ini dia berada di tempat yang tepat.
tanpa ada konflik dalam hubungan orang...
semoga kamu betah ya Khanza...
hadapi rintangan dengan senyuman...