Kata orang, roda itu pasti berputar. Mereka yang dulunya di atas, bisa saja jatuh kebawah. Ataupun sebaliknya.
Akan tetapi, tidak dengan hidupku. Aku merasa kehilangan saat orang-orang disekitar ku memilih berpisah.
Mereka bercerai, dengan alasan aku sendiri tidak pernah tahu.
Dan sejak perceraian itu, aku kesepian. Bukan hanya kasih-sayang, aku juga kehilangan segala-galanya.
Yuk, ikuti dan dukung kisah Alif 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keturunan Pencuri Yang Sebenarnya
Dika sengaja menarik tangan Misna untuk ke toko jam, yang ada Alif-nya. Dia sengaja ingin membuat hati Alif semakin terluka, dengan memperlihatkan bagaimana sikap Misna terhadapnya.
Aziz kembali menghampiri Alif, untuk menunjukkan jam tangan incarannya. Namun, melihat Alif mematung, dia mengikuti arah pandangan mata Alif.
"Siapa?" tanya Aziz berbisik.
"Wanita yang melahirkan ku." balas Alif, menatap ke arah Aziz.
"Oo, kalo begitu, aku punya rencana." bisik Aziz, dan Alif malah mengernyitkan dahinya.
Begitu masuk toko, Misna terpaku melihat Alif. Dia melihat penampilan Alif yang jauh berubah, dari ujung kepala dan kaki, semua pakaiannya terlihat baru, dan bisa dikatakan mahal, jika diukur dengan keuangannya.
Beruntung, tadi setelah membeli baju, Aziz keukeh menyuruh Alif untuk mengganti pakaiannya. Dan keduanya juga berencana nongkrong barang sebentar, guna menikmati malam mingguan seperti muda-mudi lainnya.
Bedanya, orang lain berpasangan, dan mereka hanya berteman.
"Kenapa bisa disini?" tanya Misna lirih.
"Lif, ini kan, jam yang kamu mau." ujar Aziz, tiba-tiba datang dengan sebuah kotak jam.
Mata Raffa, Dika dan Misna terbelalak kaget, bagaimana tidak, jam itu seharga satu jutaan lebih. Dan Alif, malah membelinya.
Aziz menyikut lengan Alif, berharap jika Alif sadar dengan ide gilanya. Ya, Aziz berencana membuat orang itu kaget, atau bila perlu cemburu dengan keberhasilan Alif.
"Nah ,,, jam ini yang ku mau. Seperti teman sekelas ku." kekeh Alif, sesaat tersadar dengan ide-nya Alif.
"Kamu, menghambur-hamburkan uang, hanya demi benda ini?" cetus Misna, tak tahan dengan sikap Alif, yang menurutnya suka foya-foya.
"Maaf bu, anda siapa ya?" Aziz bertanya, pura-pura gak tahu.
"Aku ibunya," cetus Misna maju selangkah.
"Dia wanita yang melahirkan ku, hanya sebatas itu." tekan Alif, tersenyum sinis. "Dan, aku membeli ini, memakai uangku sendiri. Jadi, terserah aku, mau memakainya untuk apa." sambung Alif.
"Aku ibumu, jadi aku peduli padamu. Aku hanya ingin mengajarimu, untuk berhemat, karena belum tentu kedepannya kamu bisa memiliki uang banyak seperti sekarang." nasihat Misna.
"Ada yang lebih mahal lagi? Aku mau itu." ujar Alif, seolah ingin memanas-manasi Misna.
Misna meradang, begitu juga dengan Dika dan Raffa.
Dika malah cemburu, bagaimana Alif yang tak di inginkan orang tuanya, malah bisa hidup enak di luar sana. Bahkan, bisa membeli apapun yang dia bisa.
Sedangkan Raffa, dia juga ingin mempunyai suatu barang yang mahal, tak hanya melulu barang ratusan ribu. Paling mentok dua ratus ribu.
"Ada Lif, kamu mau ambil yang lebih mahal? Biar aku lihat!" ujar Aziz mundur beberapa langkah, dan kembali menemui pelayan.
"Kamu, kamu memang susah diatur, dan jika nanti kamu kekurangan uang, jangan pernah menemuiku!" cetus Misna, kemudian menarik tangan Dika serta Raffa agar pergi dari toko jam itu.
Alif tersenyum penuh kemenangan, sesuatu dalam dirinya bergejolak. Dia bangga, bangga membuat ibunya ketar-ketir dengan sikapnya.
Padahal, jam yang mahal tadi merupakan incaran Aziz, dan dia sendiri hanya akan memilih sebuah jam yang harganya puluhan ribu saja.
Malam ini, Misna, Raffa dan anak mereka yang berumur enam tahun menginap di rumah Ratna.
Berhubung Dika berulang tahun yang ke sembilan belas tahun, Misna mengajaknya untuk membeli kado. Sebab Misna ingin Dika memilihnya sendiri.
Tak hanya itu, Misna juga ingin membelikan beberapa keperluan Raffa.
Namun, setelah berjumpa dengan Alif, mood belanjanya jadi hilang. Dia malah jengkel, karena Alif menghambur-hamburkan uang untuk keperluan yang tidak terlalu penting.
Begitu tiba di rumah, Dika langsung melapor apa yang dilihat pada neneknya.
"Halah, paling itu uang curian." ucap Ratna menanggapi ocehan cucunya.
"Masak sih?" Dika mengernyit.
"Iya lah, apalagi dia tinggal di sekolah kan? Jadi, lebih mudah untuknya mencuri." sambungnya.
"Gimana caranya?" tanya Raffa.
"Ya, kita gak tahu lah ,,, beda sama dia, yang memang punya bakat, dan darah sejak lahir." sahut Ratna merasakan pijitan Dika dan Raffa.
Kedua cucunya manggut-manggut percaya, dan Dika malah mempunyai ide buruk itu. Dia akan melakukan seperti apa yang Alif lakukan.
Kembali ke Alif dan Aziz.
Begitu melihat Misna lainnya pergi, Aziz langsung tertawa terbahak-bahak. Dia sangat menikmati raut wajah perempuan itu. Apalagi, dua dayang-dayang yang setia menemani selir tak jadi itu.
"Aku bilang juga apa. Balas dendam terbaik ialah, kita menjadi lebih baik dari mereka semua." kekeh Aziz.
"Makasih Ziz, coba aja mereka melihat penampilan ku, yang sebelumnya. Pasti, mereka akan meremehkan ku, beruntung sekali aku punya sahabat yang keukeh seperti kamu." ucap Alif.
"Tadi aja, kamu bilangin aku kayak mak-mak rempong." ujar Aziz memangku kedua tangannya, masih melihat ke arah Misna yang semakin menjauh.
"Emang iya kan? Ide gila seperti ini, biasanya hanya ada pada para perempuan." sambung Alif, dan Aziz malah menggeplak lengannya.
Sebulan setelah kejadian itu, Jaka di panggil oleh dosen di tempat kuliah Dika. Dia diberitahukan tentang kelakuan Dika yang sudah tidak terpuji.
Bagaimana tidak, Dika ketahuan mencuri sejumlah uang teman satu ruangnya. Dan rekaman saat dia mengambil uang itu, terlihat jelas di pertontonkan pada Jaka serta istrinya.
Wajah Jaka meram padam, mukanya seperti di lempari kotoran oleh anak yang selama ini dibanggakannya.
"Ini bukan pertama kalinya. Sudah satu bulan terakhir, teman satu ruangnya kehilangan uang mereka. Tak hanya satu orang, korbanya sudah ada beberapa orang." terang dosen, saat video itu habis di putar.
Dika berdiri di sudut ruangan, dia menunduk dalam.
"Salah satu temannya curiga, dan sengaja menjebak Dika, untuk bisa mendapatkan bukti ini. Dia curiga karena tak biasanya Dika bisa memesan banyak makanan saat mereka ke kafe ataupun ke resto." lanjut dosen.
Semakin di jelaskan, muka Jaka semakin merah. Dia mengepal erat tangannya.
"Dan untuk itu, kami terpaksa memberi Dika skors, agar dia bisa merenungi kesalahannya." tutup sang dosen.
Di luar ruangan, beberapa mahasiswa mendengar ungkapan dosen bersorak senang. Bahkan, banyak dari mereka yang berharap jika Dika di berhentikan atau di pindahkan saja.
Karena selain semena-mena dalam bicara, Dika juga termasuk orang yang sombong, dan sering memandang rendah orang lain. Dna sekarang, malah menambah gelar baru, yaitu pencuri.