Suami Rahasia

"Apa kamu juga mempunyai tujuan pribadi sehingga kamu bersedia membantu aku Ella?" tanya Bima sambil menatap wajah Ella. Ella terkejut mendengar pertanyaan Bima. Bima seakan bisa membaca pikiran Ella.

"Apa bapak seorang cenayang?" tanya Ella. Bukannya menjawab Ella justru menanyakan hal yang tidak mungkin jika Bima adalah seorang cenayang. Dari tadi Bima selalu berhasil menebak apa yang ada di pikirannya. Mulai dari berbohong tentang sarapan tadi dan juga tentang tujuan khusus tersebut. Bima kembali tertawa. Dia hanya menebak. Dan tebakan itu benar.

"Berarti benar dugaan aku. Kamu juga punya tujuan khusus. Apa pun itu. Jika kamu bersedia memberitahu aku. Aku dengan senang hati untuk membantu kamu," kata Bima tulus. Ella memamerkan senyum yang jarang menghiasi wajahnya. Balas dendam yang diharapkan kepada suaminya Zico dan Karina sepertinya akan terwujud jika Bima bisa diajak bekerjasama. Ella bertekad akan membuat Karina harus menepati janjinya.

Bima sangat jauh dibandingkan dengan Zico. Dari postur tubuh, ketampanan wajah dan bahkan status sosial. Bima berbadan atletis dan mempunyai kulit putih bersih terawat. Mata, hidung, dan bibir terpahat sempurna di wajahnya. Sedangkan Zico, selain agak pendek dan sedikit buncit. Hanya saja. Zico lebih muda dua tahun dibandingkan bima. Zico berumur 28 tahun sedangkan Bima berumur 30 tahun. Dan Kata kata kutukan dari Karina kepada Ella berbanding terbalik dengan apa yang hampir didapat Ella.

"Benar pak. Sebenarnya aku memang punya tujuan khusus. Tapi jangan langsung berprasangka buruk kepadaku. Aku akan memberitahukan tujuanku jika waktunya tiba. Tujuanku itu tidak akan membuat bapak rugi sepeserpun," jawab Ella. Dia akhirnya mengakui tujuannya untuk menikah dengan Bima. Hal itu dia lakukan supaya Bima tidak langsung berprasangka buruk kepada dirinya terutama menyangkut materi. Ella masih berusaha menjaga harga dirinya di hadapan Bima. Karena sesungguhnya Ella bukan tipe wanita yang mendewakan uang.

"Aku tidak keberatan untuk memuluskan tujuan khusus kamu itu Ella. Percaya kepadaku!. Apapun itu walau menyangkut materi yang sangat banyak. Aku akan tetap bersedia membantu kamu," kata Bima lagi. Ella sudah bersedia membantunya. Bima juga bertekad akan membantu Ella. Bima memang begitu. Bima adalah sosok yang sangat menghargai pengorbanan orang lain untuk dirinya.

Ella kembali memamerkan senyumnya. Beberapa menit berduaan dengan Bima entah sudah berapa kali dia tersenyum. Ella melayangkan pandangan ke luar mobil. Pak supir masih terlihat mengantri. Semakin lama, Ella semakin nyambung dan tidak canggung lagi kepada Bima.

"Apa bapak supir itu tidak mengetahui rencana bapak?" tanya Ella. Biasanya supir pribadi mengetahui dengan jelas apa yang dilakukan oleh bosnya. Tapi melihat cara Bima sepertinya pernikahan mereka juga tidak akan diketahui oleh pak supir tersebut.

"Tidak. Nanti siang bahkan aku sendiri yang menjemput kamu. Tinggalkan nomor kamu disini," kata Bima sambil menyodorkan ponselnya.

"Bapak saja yang mengetikkan nomorku di ponsel itu," jawab Ella. Bima menatap wajah Ella sekilas kemudian menarik tangannya sendiri. Dan bersiap menuliskan nomor ponsel Ella.

"Kamu wanita pertama yang berani menyuruh aku Ella," kata Bima. Ella menutup mulutnya sendiri karena merasa bersalah. Mendengar perkataan Bima dia sadar bahwa Bima bukan sekedar calon suaminya. Bima adalah anak pemilik perusahaan yang akan menjadi pewaris perusahaan tersebut.

"Maaf pak. Aku akan mengetikkan nomorku sendiri di ponsel bapak," kata Ella sambil mengulurkan tangannya meminta ponsel Bima.

"Tidak perlu Ella. Sebutkan nomor ponsel kamu."

Setelah selesai mengucapkan semua deret nomor ponselnya. Ella merogoh tas kerjanya. Ponselnya berdering pertanda sebuah pesan masuk. Dia menduga jika pesan itu adalah pesan dari salah satu marketing yang butuh bimbingannya pagi ini.

Ella tertawa kecil ketika membaca pesan singkat yang ada di ponselnya. Nomor pengirim memang belum tersimpan tapi melihat foto profil pengirim. Ella sudah pasti mengetahui pengirimnya. Ella menoleh ke sampingnya. Pesan hanya mengucapkan terimakasih itu jelas dari orang yang duduk di sebelahnya.

"Save nomorku Ella," kata Bima tenang. Ella langsung melaksanakan apa yang diperintahkan oleh calon suaminya.

"Untuk pertemuannya kita selanjutnya. Aku harap kita bisa seperti ini. Tidak kaku," kata Bima lagi.

"Baik pak," jawab Ella bersamaan dengan pintu mobil yang di buka oleh pak supir. Ella menerima bungkusan yang menjadi jatahnya. Sedangkan untuk jatah Bima dan pak supir. Pak supir tersebut meletakkan bungkusan di bangku kosong di sebelah bangku supir.

Mobil kembali melaju. Tidak ada lagi pembicaraan antara Bima dan Ella. Janji mereka sudah jelas akan bertemu siang ini. Bima sudah fokus ke ponselnya sedangkan Ella fokus melihat jalanan.

"Jangan lupa menikmati bubur kacang hijaunya. Itu bagus untuk kesehatan. Selamat bekerja calon istriku. Sampai bertemu nanti siang."

Ella kembali tertawa kecil membaca pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Ella membalas pesan itu dengan menganggukkan kepalanya sambil menatap wajah Bima. Bima hanya tersenyum kecil kemudian menyimpan ponselnya.

Ella juga menyimpan ponselnya ke dalam tasnya. Ella kembali memandangi jalanan. Dalam hati, Ella kembali membandingkan sikap Bima dan sikap Zico. Bima belum menjadi suaminya. Tapi pria itu memperlihatkan perhatiannya. Sangat berbanding terbalik dengan Zico yang justru menganggapnya sebagai benalu.

Ella merasakan hatinya menghangat. Keputusan untuk menikah dengan Bima sepertinya hal yang benar bagi Ella. Ella merasa sangat yakin atas keputusan tersebut. Dia semakin tidak perduli dengan ujung pernikahannya dengan Zico.

"Tidak perlu masuk ke dalam parkiran pak," kata Ella ketika menyadari mereka sudah hampir dekat dengan kantornya. Sang supir hanya menganggukkan kepalanya.

"Terimakasih pak Bima," kata Ella sebelum turun dari mobil. Bima tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Bima memandangi tubuh Ella yang sudah membuka pintu mobil dan menurunkan kakinya. Ella kembali memamerkan senyumnya ketika hendak menutup pintu mobil. Setelah Ella melewati gerbang kantor itu, baru mobil Bima berlalu.

Di seberang jalan sebelum mobil Bima berhenti di depan kantor. Zico sudah mulai gelisah menunggu Ella. Parkiran kantor sudah hampir penuh dengan mobil dan motor. Tapi Zico belum melihat mobil yang menjemput istrinya tadi. Pikiran semakin liar mencurigai Ella. Zico hendak turun dari mobil dan ingin ke kantor Ella.

Tapi kemudian Zico menarik nafas lega setelah melihat mobil yang sangat diyakininya yang menjemput Ella tadi. Dia menajamkan penglihatannya ketika melihat Ella turun dari mobil tersebut. Zico sudah merasa yakin jika Ella memang menggunakan taksi online.

Zico dengan tenang akhirnya meninggalkan tempat tersebut. Kecurigaan yang tadi memenuhi kepalanya kini Zico semakin yakin jika Ella tidak mungkin mengkhianati pernikahan mereka. Zico mengingat bagaimana kesabaran Ella selama dua tahun menghadapi dirinya. Bahkan Ella masih bersedia melakukan kewajiban memasak sarapan pagi tadi pagi untuk dirinya.