ALIYA FAKHIRA seorang gadis berusia 17 tahun, cantik, berkulit putih, hidung lancip, mata bulat, alis hitam pekat, bulu mata lentik, bibir tipis dan periang. Sedikit berisik dan polos. Terlahir dari keluarga kaya raya namun justru itulah masalahnya, gadis itu kesepian.
RADITYA DIMITRI WIRATMADJA, Pemuda berusia 19 tahun, berperawakan tinggi, berkulit putih, alis tebal, bibir tipis, bermata tajam dan rahang yang tegas membuatnya terlihat kharismatik. Putra pertama dari pasangan Alula Mayra Wiratmadja dan Raka Dimitri. Sedikit cuek namun penyayang.
Aliya yang tergila-gila pada Radit kerap melontarkan gombalan-gombalan mautnya, namun justru itulah yang menjadi masalahnya, Radit terganggu dengan keberisikkan dan kehadiran Aliya yang selalu mengikutinya. Hingga Aliya menyerah dan memilih mundur, menjauh agar rasa kecewanya tak semakin dalam. Siapa sangka Radit justru merasa kehilangan dan mulai menyadari perasaannya.
Namun terlalu rumit untuk mereka bersatu, kehadiran gadis lain yang menjadi kekasih Radit membuat Aliya semakin yakin untuk menjauh..
Selamat membaca guys💜💜
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Savana Alifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENGHINDAR
Setelah kejadian itu, Aliya benar-benar menghindari Radit. Jika pun tanpa sengaja mereka bertemu, maka Aliya akan bersikap seolah tak mengenal Radit sama sekali.
Sangat bertolak belakang dengan hatinya, jika raga menolak tapi tidak dengan hati. Aliya mati-matian menahan rasa rindunya pada pemuda itu. Bersikap acuh seperti ini membuat ia juga merasa tersakiti, tapi ia harus bertahan dan membentengi hatinya. Radit sudah memiliki Nadin, akan lebih menyakitkan jika Aliya terus mengharapkan Radit.
💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
Pagi ini, tanpa sengaja mereka berpapasan di parkiran sekolah. Radit yang akhir-akhir ini lebih suka memakai motornya membuka helm yang masih ia kenakan, kemudian menyimpannya di atas motor. Sedangkan ia menyandarkan dirinya pada motor sport kesayangannya, menatap Aliya yang tengah memberi pesan pada sang sopir agar ia tak usah di jemput.
Keberadaan orang tuanya masih membuat Aliya malas pulang ke rumah dengan cepat. Dan ia memutuskan untuk pulang terlambat lagi seperti hari-hari sebelumnya.
Aliya terkesiap, untuk sepersekian detik tatapan mereka bertemu. Namun Aliya memalingkan wajahnya kemudian berlalu dari sana. Meninggalkan Radit yang masih setia menatapnya.
Tak ada candaan, tak ada gombalan, tak ada senyum ceria atau pun perdebatan kecil lagi. Yang ada hanya Aliya yang acuh dan selalu menghindar. Radit rindu, rindu semua hal yang selalu Aliya lakukan padanya, bahkan Radit merindukan keberisikkan dan gangguan Aliya padanya.
Radit hanya bisa menghela nafas dalam, lagi-lagi Aliya mengacuhkannya. Ia pun memutuskan untuk beranjak dan berjalan di belakang Aliya.
"Aliya".
Seruan itu membuat Aliya menoleh, namun tak hanya Aliya, Radit pun menoleh pada asal suara yang di kenalinya.
"Ada apa kak..."
"Barry Al, bukan strawberry". Belum lagi Aliya melanjutkan ucapannya, Barry lebih dulu memotongnya. Kebiasaan gadis itu memanggilnya dengan nama sebuah buah membuat Barry tahu kebiasaan gadis itu, maka darinya ia mendahului ucapan gadis itu.
Aliya tertawa, menggandeng lengan pemuda itu untuk sama-sama berjalan. "Ada apa??". Tanyanya sedikit mendongak.
"Jalan yuk pulang sekolah".
Aliya tampak berpikir, tapi ia juga butuh hiburan dan acara untuk menghindari kedua orang tuanya, maka Aliya pun mengangguk senang. "Boleh, tapi traktir".
"Beres".
Tanpa mereka sadari, ada hati yang kini Manas menyaksikan ke akraban mereka. "Sejak kapan mereka seakrab itu? Sialan!!".
Radit memalingkan wajahnya seraya mengatur nafasnya, melihat tawa renyah Aliya untuk orang lain membuat Radit serasa di hujam ribuan jarum pentol, dan rasanya ngilu.
Radit memutuskan untuk mengikuti Aliya ke kelasnya, berbanding terbalik bukan? Jika dulu Aliya yang tak pernah bosan mengejar-ngejar Radit, namun sekarang sepertinya Radit yang harus berusaha mengejar Aliya. Tuhan memang maha adil, maha membolak-balikkan hati manusia hanya dalam waktu sekejap saja.
"Aliya tunggu!".
Aliya menghentikan langkahnya tanpa menoleh, ia tak mau lagi berurusan dengan Radit. Namun kenapa pemuda itu gencar sekali mengganggunya.
"Al, aku mau ngomong".
"Ngomong aja".
"Gak disini Al".
"Tapi aku gak punya waktu banyak".
Radit tersenyum miris, "Bukannya kamu selalu ada banyak waktu buat aku?".
"Iya, tapi itu dulu".
Nyeri? Tentu saja iya, di saat Radit baru saja menyadari perasaannya, ternyata Aliya menjauh.
Radit terdiam, namun ia tak akan menyerah. Pemuda itu berjalan mendekat, berdiri tepat di hadapan Aliya untuk mencegah gadis itu pergi. "Bisa ikut aku sebentar?".
Aliya berdecak, menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya kemudian berkata. "Waktunya mepet, bentar lagi juga bel masuk".
"Maaf Al, tapi aku maksa". Radit meraih jemari Aliya, menautkan jemarinya di sela-sela jemari gadis itu. Meski Aliya sempat meronta dan berusaha melepaskan tangannya, namun sia-sia.
"Lepasin, mau kemana sih?".
Radit tak menjawab, ia hanya ingin membawa Aliya ke tempat yang nyaman untuk berbicara, meski saat ini mereka harus membolos sekalipun, yang terpenting segala ganjalan perasaan di hati Radit harus tersampaikan hari ini juga. Jika tidak, bisa saja Aliya akan semakin menjauh dan memilih orang lain untuk menjadi kekasihnya.
Radit memasangkan helm di kepala Aliya, tanpa perduli gadis itu menolak atau tidak.
"Naik".
"Aku gak mau".
"Al, jangan sampai aku ngelakuin hal yang kaya waktu di toilet itu disini".
Aliya membulatkan matanya, memilih menurut ketimbang harus di permalukan di depan umum.
"Pegangan Al".
Aliya tak menghiraukannya, gadis itu memalingkan wajahnya saat Radit menoleh karena Aliya tak kunjung berpegangan padanya. Tanpa ingin di bantah, Radit menarik tangan Aliya, melingkarkan tangan mungil itu ke perutnya kemudian menyalakan motor kesayangannya dan pergi membelah keramaian kota.