NovelToon NovelToon
Butterfly

Butterfly

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:382
Nilai: 5
Nama Author: Kelly Astriky

Kelly tak pernah menyangka pertemuannya dengan pria asing bernama Maarten akan membuka kembali hatinya yang lama tertutup. Dari tawa kecil di stasiun hingga percakapan hangat di pagi kota Jakarta, mereka saling menemukan kenyamanan yang tulus.

Namun ketika semuanya mulai terasa benar, Maarten harus kembali ke Belgia untuk pekerjaannya. Tak ada janji, hanya jarak dan kenangan.

Apakah cinta mereka cukup kuat untuk melawan waktu dan jarak?
Atau pertemuan itu hanya ditakdirkan sebagai pelajaran tentang melepaskan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kelly Astriky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps. 21 Beautifull in white

Maarten meletakkan sumpitnya dengan tenang, lalu menatapku lembut.

“Aku datang ke restoran Jepang ini,” katanya pelan, “tanpa tahu semua rasanya. Tapi aku suka mencoba. Mungkin tidak semua cocok di lidahku, tapi… ada kepuasan saat aku mencoba hal baru.”

Aku menatap wajahnya. Matanya begitu jujur, tidak sedang berusaha mengajakku untuk berubah, tapi seolah sedang memeluk segala keraguanku dengan pemahaman.

“Aku nggak mau kamu harus suka hanya karena aku suka,” lanjutnya.

“Kalau kamu nggak cocok dengan makanannya, kita cari makanan lain setelah ini. Mungkin makanan favoritmu. Aku ingin kamu tetap jadi dirimu, Kelly.”

Aku menunduk sebentar, tersenyum kecil.

“Jadi aku boleh bilang kalau aku kurang suka makanan tadi?”

“Of course,” katanya sambil tertawa ringan.

“Rasa itu milik masing-masing orang. Sama kayak hidup. Kita nggak harus suka hal yang sama, tapi kita bisa tetap duduk di meja yang sama, saling mengerti.”

Aku terdiam sejenak. Hatiku terasa hangat. Bukan karena makanannya… tapi karena caranya membuatku merasa diterima.

“Terima kasih, Maarten.”

Dia tersenyum dan menggenggam tanganku lembut di atas meja.

“Let’s walk after this. And if we find something you love, we’ll stop and eat again. As simple as that.”

Aku mengangguk. Karena dengan Maarten, semua terasa sesederhana itu tidak ada tekanan, tidak ada paksaan. Hanya dua orang asing yang saling memberi ruang untuk menjadi diri sendiri.

Siap bro, ini gue lanjutin dengan suasana haru, puitis, dan penuh makna. Nuansa Martin tetap seperti pria dewasa yang rendah hati dan tulus.

Setelah selesai makan, Maarten berdiri lebih dulu, lalu berjalan ke kasir sambil membawa nota kecil di tangannya. Aku memperhatikan dari kejauhan, melihat gestur tubuhnya yang tenang namun penuh kehangatan. Ia berbicara sebentar dengan kasir, tersenyum, lalu menyelipkan sejumlah uang tambahan sebagai tips.

Kasir muda itu tampak kaget, lalu tersenyum begitu lebar.

“Terima kasih banyak, Mister…” katanya sambil membungkuk sedikit penuh hormat.

“Terima kasih ya… semoga liburannya menyenangkan…”

Maarten hanya mengangguk kecil. “Kamu ramah, dan itu membuat malam kami lebih baik. Kamu layak mendapatkannya.”

Aku hanya bisa berdiri diam, hatiku sesak oleh rasa haru. Bukan karena jumlah tipnya, tapi karena sikapnya. Sikap yang tidak dibuat-buat. Ketulusan yang tidak butuh panggung. Dia bukan hanya pintar dan baik, tapi juga punya hati yang tahu bagaimana memperlakukan orang lain dengan hormat.

Saat ia kembali menghampiriku, aku tersenyum dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.

“Kenapa kamu selalu begitu… hangat sama orang yang bahkan kamu baru temui?”

Maarten menatapku sejenak, lalu menjawab pelan,

“Karena dunia ini sudah cukup dingin, Kelly. Kalau aku bisa jadi sedikit kehangatan untuk orang lain… kenapa tidak?”

Dan saat itu juga, aku tahu… aku tidak sedang bersama lelaki biasa. Aku sedang berdiri di samping seseorang yang membuatku percaya, bahwa kebaikan itu nyata… dan cinta mungkin tidak selalu hadir dalam bentuk yang mewah, tapi dalam sikap-sikap kecil yang diam-diam menyentuh jiwa.

Siap bro, gue lanjutin dengan gaya hangat dan tetap natural:

Kami berjalan menyusuri koridor mall, lampu-lampu terang bersinar di lantai, sementara suara pengunjung mulai mereda seiring malam yang makin larut.

“Sekarang giliran kamu yang pilih makanan,” kata Maarten sambil menoleh padaku, masih menggenggam tanganku dengan lembut.

“Aku ingin kamu makan sesuatu yang kamu suka.”

Aku tersenyum tipis, tapi dalam hati jujur aku merasa sedikit lelah. Terlalu banyak pilihan, terlalu ramai, dan entah kenapa aku hanya ingin sesuatu yang simpel malam ini.

“Aku… kayaknya mau makan KFC aja deh,” ucapku akhirnya.

“Gampang, cepet, dan aku bisa makan di hotel.”

Maarten mengangguk tanpa sedikit pun ragu.

“Sounds perfect,” katanya pelan.

“Kita beli itu, lalu pulang… kamu butuh istirahat.”

Kami pun menuju gerai cepat saji itu. Aku memesan makananku, lalu kami berjalan kembali keluar mall. Di sepanjang jalan, Maarten tidak henti memperhatikanku. Bukan dengan pandangan menghakimi, tapi seperti memastikan… bahwa aku nyaman, bahwa pilihanku tak pernah membuatnya kecewa.

Aku adalah wanita sederhana, tidak banyak menuntut, tidak terbiasa meminta. Aku bukan tipe perempuan yang menjadikan momen bersama pria sebagai ajang untuk mendapatkan segala yang bisa dibeli. Jika aku adalah wanita yang berbeda, yang lebih berani, lebih nakal mungkin, aku bisa saja memanfaatkan kesempatan ini untuk berbelanja, membeli apa pun yang aku inginkan, meminta barang-barang yang selama ini hanya bisa aku lihat dari balik etalase. Tapi bukan itu diriku. Aku hanya ingin ditemani, dimengerti, dan dihargai. Karena bagiku, kebersamaan yang tulus jauh lebih mahal dari tas bermerek mana pun. Dan mungkin… justru karena aku seperti ini, Maarten tetap bertahan di sampingku. Tanpa syarat. Tanpa pamrih.

Dia pernah bilang, "Kamu beda, Kelly. Kamu nggak ribet, nggak banyak minta. Tapi justru itu yang bikin kamu berharga."

Kata-katanya selalu tenang, tapi menghunjam. Ada ketulusan dalam caranya memandangku, seolah dia benar-benar melihatku, bukan hanya dari luar, tapi sampai ke bagian terdalam yang selama ini aku sembunyikan. Seringkali dia bilang dia tidak peduli pada wanita yang hanya mengejar tempat-tempat mewah. Baginya, duduk di bangku kayu, tertawa lepas, dan saling menggenggam tangan lebih berarti daripada makan malam mahal di restoran bintang lima. Dan setiap kali dia mengatakan itu, aku merasa dihargai… dengan cara yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.

Kami kembali ke hotel, menyusuri lorong yang mulai sepi. Di dalam lift, lampu kuning redup menyinari wajah kami yang kelelahan tapi bahagia. Musik lembut mengalun dari speaker di atas kepala lagu yang entah kenapa, terasa familiar.

Maarten menoleh, mengernyit lucu.

“Eh… lagu ini lagi?” katanya sambil menatap panel lift.

Aku tertawa kecil, karena sejak kami pertama kali naik lift ini, lagu Beautiful in White memang selalu diputar.

“Mungkin ini satu-satunya lagu yang mereka punya,” jawabku santai.

Tapi wajah Maarten tiba-tiba berubah lebih serius. Ia menatapku, senyum pelan merekah di sudut bibirnya.

“You know… I’ve heard this song a few times now, but tonight... I picture you in that white dress. And it feels so beautiful in my mind.”

Aku sedikit terdiam, tidak menyangka dia akan mengatakan itu.

Dia melanjutkan, suaranya rendah dan hangat,

“If one day I see you walking in a white dress like that... I think I would cry. You're already beautiful now, Kelly… I can only imagine how stunning you'd be in something so pure.”

Aku hanya tersenyum, menyembunyikan debar yang sulit dijelaskan.

Karena lagu itu, lift sempit, dan kata-katanya… tiba-tiba mengubah malam menjadi sesuatu yang lebih hangat dari sekadar pulang dari mall.

Siap bro, ini lanjutannya dengan sentuhan kalimat yang puitis dan penuh makna:

Aku menatapnya dalam diam, senyumku perlahan tumbuh di tengah detak jantung yang entah kenapa berdegup lebih cepat.

“Suatu hari…” kataku pelan, menatap matanya yang jujur,

“Aku akan menunjukkan padamu gaun putih itu. Dan kau akan melihatku… bukan hanya sebagai gadis sederhana yang kau temui di stasiun, tapi sebagai seseorang yang pernah kau buat percaya lagi pada cinta.”

Maarten menatapku dalam. Tak ada kata dari mulutnya, hanya genggaman tangan yang menguat, seolah dia sedang menahan sesuatu di dadanya. Dan di tengah denting lembut lagu yang berulang-ulang itu, aku tahu ada sesuatu yang tumbuh di antara kami.

Perlahan. Tapi nyata.

1
Kelly Hasya Astriky
sangat memuaskan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!