Naura (22 tahun), seorang ipar yang justru begitu dekat dengan keponakannya, yakni Maryam.
Maryam kerap mengatakan pada Zayad (30 tahun) ayahnya, jika dirinya ingin memiliki seorang ibu. Pertanyaan yang aneh bagi Zayad, sebab Maryam jelas memiliki ibu yang masih hidup bersamanya. Namun Maryam selalu menjawab, "Mama tidak sayang Maryam, Papa."
Salma (27 tahun), istri Zayad dan seorang wanita karir. Kehidupannya full menjadikan karir nomor satu baginya. Salma menyuruh Naura untuk menjaga puterinya selama ini. Namun bagi Salma, Naura layaknya seseorang yang bisa ia atur-atur sesuka hatinya. Sebab, Naura terlahir dari istri kedua ayah Salma.
Kehidupan Naura selama ini, ternyata penuh akan air mata. "Aku tidak meminta untuk dilahirkan dalam situasi seperti ini. Tapi mendiang ibuku selalu bilang, agar aku tetap menjadi orang yang baik." lirih Naura dengan air matanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Ryn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
* * *
"Mas, eh..bos..ini suratnya."
Naura menunduk antara malu dan canggung di depan suaminya sendiri. Zayad menahan senyum, melihat ekspresi lucu sang istri. Naura datang pagi sekali dan langsung menuju ruangan Zayad. Ia bermaksud meletakkan surat resignnya di meja kantor bosnya tersebut. Namun, Zayad justru ternyata sudah datang dan sedang duduk tenang di kursi kebesarannya.
"Kemarilah."
Mata Naura mengerjap, ia menatap Zayad, "Hah?"
"Hm, mendekatlah."
Naura menelan ludah kasar, ia maju sedikit dan berbisik, "Mas, ini kantor."
Zayad menahan senyum dan melihat jam di pergelangan tangannya, "Setengah jam lagi baru jam kerja di mulai. Anggap saja, aku sedang membawa istriku ke kantor saat ini. Dan, kamu belum salam aku pagi ini."
Mata Naura membulat, wanita itu menggigit bibir bawahnya. Naura pun melangkah pelan mendekat ke Zayad hingga berdiri tepat di samping sang suami. Dan Naura kini tersentak kaget kala Zayad menariknya hingga duduk di atas pangkuannya. Tentu saja Naura menjadi panik.
"Mas..ya ampun, nanti ada yang lihat..! Jangan begini, mas."
Zayad tertawa renyah, ia merengkuh pinggang sang istri agar Naura tidak bisa beranjak dari pangkuannya.
"Nggak bakal ada yang lihat."
"Tapi malu, mas.." rengek Naura menunduk menyandarkan keningnya di sebelah bahu Zayad.
Zayad tersenyum lembut, kemudian menyentuh dagu sang istri agar Naura menatap dirinya. "Sama suami sendiri, kok malu?"
Mata Naura mengerjap, ia tersenyum tipis nan canggung. Zayad merasa teduh melihat senyuman manis itu, "Assalamu'alaikum, istriku."
Seketika kedua pipi Naura merona malu, "Wa'alaikumsalam, suamiku."
"Udah sarapan tadi?"
Naura mengangguk kecil, "Sudah, mas."
"Sarapan apa?"
"Masak tadi di rumah."
Mata Zayad membulat, "Kamu masak di rumah kita?"
Naura kembali mengangguk dan tersenyum, "Naura jadi pengen masak terus. Semangat lihat dapurnya yang cantik."
"Masak apa? Mas lihat, boleh?"
Naura semakin tersenyum, "Turunin Naura jika begitu. Naura punya kejutan buat mas Zayad."
Zayad semakin tersenyum dan melepaskan sang istri, Naura pun turun dan menuju tasnya yang memang tadi ia letakkan di atas meja tamu ruangan Zayad. "Apa itu?"
Naura mengeluarkan sebuah bekal dan mendekat ke Zayad lagi, bahkan tanpa sungkan ia justru kembali duduk di atas pangkuan Zayad. Zayad spontan jadi merasa lucu sendiri.
"Lihat ini, Naura tadi masak banyak dan membawakan ini untuk mas."
Naura membuka sebuah bekal dan mata Zayad takjub melihat menu makanan lezat di dalamnya. Di susun begitu indah dan menggiurkan oleh sang istri.
"MasyaAllah, kamu bawakan ini untuk aku, sayang?"
Naura mengangguk tersenyum, "Tentu saja. Tapi mas kurasa udah sarapan ya? Dibuatkan kak Sal—"
Naura merasa tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Zayad tetap tersenyum dan menggeleng, "Aku nggak pernah dibuatkannya sarapan. Aku biasa sarapan di kantor, atau tidak sarapan sama sekali. Jadi ini untukku, kan? Aku mau makan sekarang ya, sayang."
Naura tertegun, menatap Zayad dengan sendu. Zayad terlihat mengambil sendoknya dan kini ia tersentak kala Naura menahan tangannya. Pria itu pun menatap sang istri, "Ada apa?"
Naura tersenyum dengan lembut, ia mengambil sendok itu dan menyendokkan sesuap makanan tersebut. Lalu ia sodorkan ke depan bibir Zayad, "Bismillah, aaaa..buka mulutnya, Naura yang suapin."
Zayad tentu kian tersenyum dengan hati yang begitu menghangat, "MasyaAllah, bahagianya aku. Bismillah.."
Pria itu pun menerima suapan sang istri dan memejamkan matanya dengan tersenyum hikmat. Hanya sebuah makanan, namun kini pria itu justru jadi melow dan tertegun sembari mengunyah pelan. Mata Zayad berkaca-kaca, dan Naura menyadarinya. Wanita itu pun memeluk sang suami.
"Ini bukan karena baru menikah. Ini bukan rasa kasmaran karena pengantin baru. Tapi mulai sekarang dan seterusnya, sampai kita tua nanti..Naura akan memperlakukan mas Zayad seperti ini. Ini adalah impian Naura, bahkan dari sebelum menikah. Kelak jika memiliki suami, Naura akan melayaninya dengan baik dan penuh perhatian."
Zayad menatap Naura dengan mata yang kian berembun, ia membelai pipi sang istri dan merapikan sedikit hijab Naura. Pria itu kemudian mengambil sendok di tangan Naura dan menyendokkan sesuap makanan. Zayad kini gantian menyuapkannya ke depan bibir sang istri.
"Sama sepertiku, aku juga akan melakukan hal ini untuk kamu, sayang. Mari kita sama-sama saling memberi perhatian, dan saling menjaga hati satu sama lain. InsyaAllah, sampai akhir hayat..kita akan selalu merasakan yang namanya keindahan dalam rumah tangga."
Naura tersenyum mengangguk, ia menerima suapan sang suami dan keduanya tertawa kecil bersama sembari menempelkan kening mereka. Keduanya saling sarapan bersama, sesekali bersenda gurau. Hingga tanpa sadar, nyatanya sudah menunjukkan jam masuk kerja. Dan kini, mereka tersentak kaget luar biasa kala ada yang mengetuk pintu ruangan Zayad. Spontan Naura melompat dari pangkuan Zayad.
"Astagfirullah." tutur keduanya sama-sama terkejut.
Zayad langsung memasukkan bekalnya ke dalam laci kerjanya dan Naura berdiri kaku di depan meja kerja Zayad. Apalagi pintu langsung terbuka tanpa Zayad bilang masuk, artinya ini pasti Zayn. Hanya pemuda itu yang bisa seenaknya masuk tanpa izin, sebab Zayad adalah kakaknya.
"Kak..aku—"
Zayn tersentak menatap punggung Naura, ia pun mendekat dan menatap Naura. "MasyaAllah, Naura? Naura sudah datang?"
Naura tersenyum canggung, "Iya, bos."
"Alhamdulillah, syukurlah. Ya ampun, rindu sekali sama ukhti yang cantik ini."
Zayad menatap sang adik dengan sinis, Naura jadi menahan senyum melihat suaminya sedang mode cemburu.
"Ehem, ada apa Zayn? Langsung saja katakan. Jangan menggodai wanita seperti itu, ini kantor."
Mata Zayn mengerjap, pria itu tersenyum kikuk hingga menampakkan senyuman kotaknya yang manis. Zayn kemudian menautkan alis dan hidungnya mengendus-endus aroma.
"Hm, aroma enak apa ini? Seperti makanan." ujar Zayn.
Mata Naura membulat, ia menunduk saja. Zayad kembali berdehem, "Em..aku sedang sarapan tadi. Ini di laci mejaku, aku bawa bekal..di buatkan istriku."
Naura menahan senyum dan semakin menunduk. Zayn pun kini merasa heran, "Tumben kakak bawa bekal, biasanya tidak pernah."
"Kenapa memangnya? Istriku kan rajin. Mulai hari ini dan seterusnya, aku akan membawa bekal ke kantor."
Zayn menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Setahuku kak Salma itu nggak pintar masak. Pernah coba masakannya, astaga..asin sekali seperti orang minta kawin lagi."
Naura menahan tawanya, begitu pun dengan Zayad atas celetukan Zayn. "Sudahlah, jangan dibahas lagi. Kamu mau apa masuk begitu saja ke ruanganku?" tanya Zayad.
"Ya itu tadi, kak. Biasanya Naura cepat datang, tadi kok nggak ada di ruangannya. Aku panik dan langsung kesini, mau nanya apa Naura ada hubungi kak Zayad. Ternyata ukhti cantiknya ada disini." jelas Zayn tersenyum lembut pada Naura.
Zayad menghela nafas berat, ia memajukan sedikit surat resign Naura, "Tentu saja, Naura mengantarkan ini ke kantor. Surat resign!"
Deg,
Seketika mata Zayn pun membulat syok, "A-Apa?"
* * *
bawa seblak untuk bekalnya, naoura 🤭🤭
Next thor
tingal nunggu si salma jadi .ubi gosong
🤣😅😁😂