Cerita Mengenai Para Siswa SMA Jepang yang terpanggil ke dunia lain sebagai pahlawan, namun Zetsuya dikeluarkan karena dia dianggap memiliki role yang tidak berguna. Cerita ini mengikuti dua POV, yaitu Zetsuya dan Anggota Party Pahlawan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A.K. Amrullah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjalanan Menuju Hexagonia
Di perjalanan menuju Hexagonia, suara derap kuda terdengar berirama di jalanan tanah yang sepi. Hutan di kiri-kanan tampak sunyi… terlalu sunyi. Sesekali terdengar lolongan jauh, bukan serigala, tapi sesuatu yang lebih besar.
Felicia sama sekali tidak tampak peduli. Ia duduk santai, memimpin laju kuda seperti sedang piknik sore. Zetsuya duduk tepat di belakangnya, kedua tangannya refleks memegang pinggang Felicia agar tidak jatuh.
Felicia menoleh sedikit, senyum menggoda mengembang di bibirnya. “Zetsuya~ nyaman? Kalau masih canggung, mau kupelanin lagi supaya kau bisa peluk aku lebih erat?”
“Sudah cukup,” jawab Zetsuya pendek.
Felicia sengaja menggoyangkan tubuhnya sedikit. Zetsuya otomatis mencengkeram pinggangnya lebih kuat.
“Ufufu~ tuh kan? Tubuhmu jujur sekali.”
Zetsuya menghela napas. “Kau ini kenapa cinta mati padaku? Kita baru ketemu lagi hari ini.”
Felicia tidak langsung menjawab dengan candaan seperti biasanya. Nada suaranya melembut. “Karena kau menyelamatkanku. Bukan dengan potion saja… kau menyelamatkanku dari putus asa.”
Zetsuya memandang punggungnya. “Aku cuma lewat dan kebetulan punya potion.”
“Tidak,” Felicia menggeleng pelan. “Banyak orang di dunia ini yang akan membiarkan orang asing mati begitu saja. Dunia ini gelap, Zetsuya… orang-orang kehilangan hati mereka demi bertahan hidup. Tapi kau? Kau berhenti. Kau menolongku. Itu lebih dari cukup.”
Lalu ia menambahkan, dengan nada lembut tapi tetap ada sentuhan berbahaya,
“Dan pria yang punya hati… itu langka. Dan sangat… sangat menarik.”
Zetsuya tidak menanggapi, tapi ia melihat ke depan, wajahnya sedikit hangat.
Felicia tersenyum lagi, senyum yang manis, tapi kalau diperhatikan lebih lama, ada kilatan obsesi di matanya. “Kalau kau mau… aku bisa jadi istrimu kapan saja~ aku tidak keberatan menjadi wanita kedua… atau pertama… atau satu-satunya.”
“Jangan gitu,” kata Zetsuya datar, tapi dia tidak terlihat menolak.
Reina, dari kuda di samping mereka, mendesah halus. “Felicia… tolong jaga wibawa. Kita sedang di jalan umum.”
Felicia menatap Reina sebentar. “Aku tahu, Yang Mulia Putri. Tapi ini bukan kota Hexagonia. Tidak ada bangsawan lain yang akan menilai… kalaupun ada, kupotong saja lidahnya.”
Reina menahan helaan napas. “Itu… tidak keren.”
“Yang penting efektif,” jawab Felicia ringan.
Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Angin dingin bertiup, membuat perjalanan terasa damai… meski hutan sekitar punya aura mencekam.
Di saat itu, Zetsuya perlahan bersandar pada punggung Felicia.
Felicia membeku sepersekian detik, lalu senyumnya melembut… kali ini benar-benar lembut.
Ia memperlambat laju kudanya agar lebih stabil.
“Nyaman?” bisiknya.
“Lumayan,” jawab Zetsuya.
Felicia terkikik pelan, suara itu lebih mirip desah puas daripada tawa. “Kalau kau ingin tidur, silakan. Aku tidak akan menjatuhkanmu.”
Kemudian perlahan, pelan…
“Aku bahkan… tidak akan menyerahkanmu pada siapa pun.”
Reina melirik dari samping, menahan komentar. “Felicia, jangan mengatakan hal yang membuat orang lain tidak nyaman.”
Felicia tersenyum manis. “Aku tidak mengancam, kok.”
Lalu dengan suara yang hanya bisa Zetsuya dengar:
“Aku cuma mengingatkan dunia… bahwa kau milikku.”
Zetsuya tetap diam. Tapi kepalanya tidak bergerak menjauh.
Felicia menarik napas pelan, matanya memejam sesaat. “Kalau begini terus… aku bisa jatuh cinta lebih dalam lagi.”
Dan Zetsuya… diam bukan karena tak tahu harus menjawab, tapi karena untuk pertama kalinya, ia merasa anehnya… tenang.
Langit cerah tanpa awan tiba-tiba terasa suram saat sekelompok pria bertubuh kekar muncul dari semak-semak dan pepohonan di sepanjang jalan tanah yang mereka lalui. Sekitar 70 orang, bersenjata pedang, kapak, dan tombak, mengelilingi mereka dengan ekspresi haus darah.
"Berhenti di situ, bajingan!" seru pemimpin mereka, seorang pria besar dengan kapak raksasa dan tubuh seperti tumpukan otot yang dipahat kasar. "Kalian baru saja masuk wilayah kami, Sindikat Bandit Holstein! Salah satu dari Top 5 Bandit di Sedressil!"
Felicia menarik tali kudanya dengan santai, bibirnya melengkung nakal. Reina, yang berada sedikit lebih depan, menoleh dengan ketenangan aristokrat yang tajam.
"Oh? Top 5?" Felicia tersenyum tipis, matanya berkilat seperti seseorang yang melihat mainan baru. "Seram sekali. Jadi, apa sekarang? Mau uang, atau mau… mati?"
Bandit itu meludah. "Perempuan sepertimu mahal harganya! Mungkin sebelum aku jual, aku akan..."
Felicia mengangkat satu alis dan menyeringai malas. "Kau mencobanya, dan tanganmu akan jadi hiasan di sepatu baruku."
Beberapa bandit tertawa, menunjuk ke arah Zetsuya.
"Lelaki itu? Kurus, berkacamata? Hahaha! Dia itu sampah."
Felicia menoleh sedikit, nada suaranya berubah dingin namun tetap genit.
"Awas mulutmu. Yang kau sebut sampah itu… adalah milikku."
Zetsuya tetap diam, hanya memperhatikan situasi sambil membeli Revolver serta beberapa pelurunya dari E-Shop Modern kemudian menyentuh revolvernya di balik mantel.
Felicia turun dari kudanya dengan gerakan penuh percaya diri. "Baiklah. Mari kita buat jalanan ini sedikit lebih… sepi."
Angin berputar liar, api biru menari di telapak tangannya.
"Kalian benar-benar ingin mati, ya?"
Nada suaranya ringan, tapi tatapannya seperti malaikat maut yang sedang iseng.
"Cataclysmic Azure Tempest."
Tornado biru yang terbakar mengamuk ke arah bandit-bandit itu. Jeritan serentak menggema, daging mereka dipanggang, armor terkelupas, dan petir menyalak seperti binatang buas.
Zetsuya hanya duduk santai di kudanya.
"Hm. Ribut sekali," gumamnya.
Sampai,
DOR!
Tembakan memecah udara. Semua menoleh.
Felicia hampir tersandung sendiri.
"Zetsuya!? Apa itu barusan!?"
"Tidak penting," jawab Zetsuya sambil meniup laras revolver. "Teknologi… dari dunia ini belum sanggup memahami ini."
Rog Holstein, yang masih hidup, menatap Zetsuya dengan wajah ngeri.
"A-apa itu!? Suaranya benar benar mengerikan…!?"
Felicia memandang revolver itu seperti anak kecil melihat permen favorit.
"Zetsuyaaa~ kau menyembunyikan mainan sebagus itu dariku?"
Reina tiba lebih dulu, menahan kuda dengan satu gerakan mulus dan elegan. Tatapannya dingin namun tenang.
"Apa yang sebenarnya terjadi di sini?"
Felicia menjawab ceria, "Zetsuya pamer mainan barunya. Jantungku hampir copot, tapi… seru."
Rog meraung, mengaktifkan Berserk Mode. Reina mengangkat pedangnya dengan anggun.
"Aku akan menangkapmu hidup-hidup jika memungkinkan… tapi rasanya tak perlu repot untuk sampah sepertimu."
Angin di hutan seakan menahan napas ketika Rog Holstein, manusia berotot setinggi dua meter lebih, tubuh sekeras baja, urat-urat merah menyala akibat Berserk Mode, menghantamkan kapak raksasanya ke tanah.
BOOOOM!
Gelombang kejut menyapu tanah, dedaunan beterbangan.
Reina maju, langkahnya ringan namun elegan, seolah seorang putri yang sedang melintasi aula dansa, bedanya, partner dansanya kali ini adalah monster berotot yang ingin membelahnya dua.
Kapak Rog menghantam dari atas.
Reina menangkis.
BAAAAAAANG!
Benturan itu membuat tanah terbelah. Debu naik membentuk lingkaran besar. Bahkan sebagian bandit yang sudah setengah mati dari tornado Felicia langsung pingsan tanpa alasan.
Rog meraung.
"Aku tidak menyerah! Bandit Holstein… mati hanya di tangan musuh yang kuat!!"
Reina tersenyum tipis, elegan, dingin.
"Kalau begitu… mari lihat apakah kau cukup kuat untuk memaksaku serius."
Rog mengayunkan kapaknya ke samping, gerakan lebar, brutal, cepat.
Reina melompat, memutar tubuh di udara, seindah tarian bangsawan, lalu menebas ke arah bahu Rog.
CLAAAAANG!
Pedangnya memercik saat bertemu kulit yang mengeras oleh skill.
Rog meninju.
Satu pukulan saja sudah cukup menghancurkan karavan rata-rata.
Reina menunduk, meluncur ke depan secara halus, menyayat lengan Rog.
Darah panas muncrat, tapi Rog justru tertawa gila.
"Bagus! Lebih keras lagi, Putri! Tunjukkan bahwa bangsawan bukanlah sekedar boneka manja!"
Reina mencibir anggun.
"Tidak sopan sekali bicaramu."
Mereka bentrok lagi.
Pedang Reina bergerak seperti angin badai: presisi, cepat, tanpa celah.
Kapak Rog bergerak seperti gempa bumi: berat, brutal, mematikan.
Setiap benturan menciptakan ledakan kecil tanah dan percikan cahaya.
Setiap ayunan Rog membelah pepohonan.
Setiap tebasan Reina memotong udara seperti kilatan perak.
Sementara itu…
Felicia duduk santai di samping Zetsuya di atas batang kayu tumbang.
Dia memasukkan buah kering ke mulut Zetsuya tanpa izin.
"Nih, makan. Kau butuh energi buat… nanti~"
Nada suaranya menggoda, matanya memantulkan api biru dari skillnya.
Zetsuya menerima buah itu.
"Rasanya biasa aja."
Felicia mencondongkan tubuh, bahunya menyentuh bahu Zetsuya.
"Yang penting tangannya dari aku~"
Di depan mereka, duel super epic terjadi… tapi vibe mereka kayak lagi piknik.
Felicia menggigit bibirnya, melihat duel.
"Reina serius juga kali ini. Rog cukup kuat, ya?"
"Dia tank," jawab Zetsuya santai sambil mengunyah. "High HP. Attack tinggi. Defense tebal. Movement payah."
"Kau benar-benar meng-observasi bandit itu ya?"
Felicia menatapnya dengan mata yandere lembut.
"Ugh… kenapa itu menarik sekali…"
Zetsuya cuma ngangkat bahu.
"Karena memang begitu."
Kembali ke duel…
Rog dan Reina sudah memasuki fase akhir.
Reina mengatur napas, keringat tipis menuruni pipinya.
Rog berdarah dari tiga tempat, tapi senyum liarnya justru makin gila.
"Aku belum selesai! AKUUU… BELUUUUM!"
Dia mengangkat kapak raksasanya tinggi-tinggi.
Hawa panas seperti neraka mengalir dari tubuhnya, skill berserk tingkat penuh.
Reina memposisikan pedang di samping.
Tubuhnya condong rendah, mata fokus, aura bangsawannya tercermin dalam ketenangan mematikan.
"Teknik Pedang Kerajaan…"
Nafasnya tertata.
"Serangan Penutup."
Mereka berdua melompat ke depan, siap bentrok terakhir.
Felicia menatap duel itu dengan excited.
"Wah, wah, wah… Reina nyaris menang nih! Ayo Reina!"
DOR.
Felicia membeku.
Reina membeku di udara.
Rog membeku.
Matanya membelalak.
Satu peluru tepat di tengah dahinya Rog, menembus kepalanya.
Tubuh raksasa itu terhenti… lalu jatuh ke tanah dengan suara BUUUM.
Reina mendarat dengan pelan, wajahnya kosong.
Felicia menoleh perlahan ke Zetsuya.
"…Kau… nembak?"
Zetsuya memasukkan revolvernya ke sarung.
"Duelnya kelamaan."
Felicia menutup mulut, lalu tertawa… keras.
"Buhahaha, Zetsuyaaa!! Kau jahat!! Aku sukaaa!!"
Reina memandang mayat Rog dengan ekspresi campur aduk antara syok dan marah.
"Aku… tinggal… sedikit lagi…"
Zetsuya berjalan santai melewati Reina dan berkata datar:
"Tapi aku lebih cepat."
Reina:
“…Aku ingin marah, tapi… ugh… kamu memang menyebalkan."
Felicia sudah memeluk lengan Zetsuya sambil ngakak.
"Hahaha! Kasihan Reina! Hahahahah!"
Zetsuya hanya berkata singkat:
"Kerja tim."
Reina menatapnya lama… lalu akhirnya mendesah.
"…Sial, aku tidak bisa membantah."
Reina melihat mayat Rog kemudian menjelaskan. "Hadiah bounty bandit ini 250 gold. Tapi kalau seluruh anggota sindikat ini dihitung… totalnya 300 gold. Dengan syarat… kepalanya harus dibawa."
Zetsuya menatap mayat-mayat itu.
"Yah. Ini pertama kalinya aku dapat uang dari bunuh orang. Ternyata gampang."
Reina mendesah lembut. "Jangan sampai kau kecanduan."
Felicia mengacungkan belati dengan senyum cantik yang… terlalu antusias.
"Kalau potong-memotong, biar aku. Aku suka bagian seperti ini."
Dia pun mulai memenggal kepala Rog dengan ceria. Reina menggeleng.
Zetsuya kemudian membuka Inventory yang dia Unlock ketika naik level setelah membunuh beberapa bandit termasuk Rog.
99,999 slot.
Bisa menyimpan mayat.
Dia menyimpan semua mayat satu per satu.
Felicia menatapnya seperti melihat suami masa depan.
"Oh, ini… sangat memikat."
Reina terpaku. "Kau… menyimpan mayat… ke dalam itu?"
Zetsuya hanya menjawab pelan, "Hanya item box versi lebih besar."
Ia membuka menu gacha, yang dimana dia dapatkan kesempatan untuk melakukan draw sebanyak 2 kali per 5 level, dia sekarang level 10, dan Gacha ini cuma ada di job Merchant dengan rate:
Merchant or Daily Skills 70%
Common Skills 24%
Other Roles Skills 5%
Overpowered Skills 1%.
Draw pertama:
Common Skill - Master Chef.
Felicia bersinar seperti lampu neon. "Zetsuyaku jadi chef profesional? Kau akan memasak untukku, kan?"
Reina mengangguk kecil. "Hidangan berkualitas… bisa dijual mahal."
Draw kedua:
Other Roles Skill - Zoom Aim (Hawkeye Role).
"Ini cocok sekali untuk pistolku," ujarnya.
Felicia menepuk pipinya sendiri. "Pria yang bisa memasak dan menembak dengan presisi… ini terlalu menggoda."
Reina hanya bergumam lirih, "Sekarang aku paham kenapa Felicia terpesona."
Zetsuya membeli 3 Tenda Modern.
Begitu tenda mengembang otomatis, Reina menatapnya kagum.
"Luar biasa… kualitasnya bahkan melebihi tenda bangsawan."
Felicia mendekat, memeriksa teksturnya. "Zetsuya… ini tipe benda yang bisa membuat wanita jatuh cinta, tahu?"
Zetsuya membaginya adil.
"Aku satu, kau satu, Reina satu."
Felicia memonyongkan bibir.
"Hah~ kupikir kau akan bilang ‘Felicia, tidur bersamaku’ tadi."
Reina menepuk lengan Felicia cepat. "Jangan asal, Felicia!"
Felicia menyeringai ke arah Zetsuya, mata yandere-nya menyala lembut.
"Tidak apa-apa kok… kalau suatu malam kau berubah pikiran."
Zetsuya hanya menghela napas.
"…Kita istirahat saja."
Api unggun menyala pelan, sesekali berderak saat kayu terbakar. Malam itu sepi, hanya suara serangga hutan dan angin yang melintas di antara pepohonan.
Felicia duduk sambil memeluk lutut, rambut pirangnya memantulkan cahaya oranye dari api.
"Aku lapar…" keluhnya dengan nada manja, perutnya bersuara keras seolah ikut protes.
Reina duduk tegap di sebelahnya, tapi perutnya juga ikut bergejolak.
"Aku juga," katanya pelan, tetap berusaha terlihat anggun. "Persediaan kita terlalu sedikit… seharusnya kita membawa bahan makanan."
Zetsuya, yang duduk agak jauh sambil membersihkan revolvernya, hanya mendongak dan berkata santai:
"Tenang. Masalah logistik itu spesialisasiku."
Ia membuka E-Shop Modern.
Sebuah panel holografik biru muncul, memantulkan cahaya ke wajahnya.
[Ding! Anda telah membeli:]
5 kg Daging Sapi – 10 bronze
500 gram Garam Beryodium – 2 bronze
2 bungkus Minyak Goreng – 3 bronze
3 bungkus Lada Hitam – 2 bronze
2 bungkus Mentega – 5 bronze
1 Kompor Gas – 10 silver
1 Tabung Gas – 5 silver
1 Kuali Besi – 2 silver
Barang-barang itu muncul begitu saja di atas tanah, seakan diturunkan oleh dewa dapur dari langit.
Reina mengedip beberapa kali.
"…Kau memanggil makanan dari udara?"
Felicia menatap Zetsuya sambil memajukan tubuh, bibirnya melengkung nakal.
"Hee~ apa kau tukang sihir logistik?"
Zetsuya tersenyum kecil.
"Rahasia pedagang."
Dengan tenang ia mulai memasang kompor gas, memutar knop sampai terdengar bunyi click-click–FWOOSH!
Api biru muncul.
Kuali besi diletakkan di atasnya.
Minyak dituangkan sedikit; ketika mulai berkilau panas, Zetsuya menaruh potongan daging tebal yang sudah ia beri garam dan lada.
SSSSSSSSSSSSS!
Aroma steak panas langsung menyerbu udara hutan.
Felicia terpaku, pupil matanya membesar seperti anak kucing melihat makanan baru.
"…bau apa ini? Astaga, ini… membuat perutku meronta ronta kelaparan!..."
Reina menelan ludah dengan sangat pelan, berusaha tidak kehilangan wibawa.
"Tentu saja… aromanya cukup… sangat menggugah."
Padahal perutnya sudah berdentum kayak drum festival.
Zetsuya membalik dagingnya.
Lalu menambahkan mentega.
Menteganya meleleh perlahan, mengalir seperti emas cair di permukaan steak, menambah aroma smoky yang menggoda.
Lemak daging meletup kecil, percikannya menari di udara.
Zetsuya fokus, tangannya bergerak otomatis, efisiensi dan presisi seperti koki profesional. Skill Master Chef benar-benar bekerja tanpa ia sadari.
Felicia mencondongkan tubuh dekat api unggun, hidungnya hampir nempel ke arah kuali.
"K-kokinya keren banget… tanganmu itu, oh my god… lihat cara kau memotong… ini terlalu keren buat level memasak…"
Reina mengalihkan pandangan, pipinya sedikit memerah.
"Aku akui… kau sangat terampil."
Setelah beberapa menit, Zetsuya memotong daging untuk mengecek kematangannya. Jus daging langsung keluar, berkilau.
"Sudah," katanya singkat.
Ia menyajikan tiga piring.
Dagingnya tebal, juicy, aroma menteganya naik bersamaan dengan asap tipis.
Felicia mengambil potongan pertama begitu cepat sampai Reina dan Zetsuya terkejut.
Begitu giginya menembus daging, matanya bergetar.
"OH. MY. GOD."
Suara Felicia berubah jadi napas terengah puas.
"Ini… ini lembut sekali… daging dunia ini kalah telak… Zetsuya… menikahlah denganku."
Reina memotong bagian miliknya dengan rapi.
Saat ia mengunyah, ekspresinya langsung berubah dramatis.
"Mmm… ini benar-benar… luar biasa."
Nada anggunnya goyah.
"Aku tidak tahu daging bisa seenak ini… bagaimana… kau mempelajari ini?"
Zetsuya menaruh potongannya sendiri ke mulut, lalu menjawab santai:
"Bakat."
Felicia mendengus kecil.
"Aku harus mencuri bakat itu suatu hari… tapi lewat cara yang lebih intim~"
Reina memutar mata.
"Kontrol diri, Lady Felicia."
Mereka bertiga makan dengan lahap, tanpa bicara.
Hanya suara:
Nyam.
Nyam.
Nyam.
Dalam waktu kurang dari setengah jam, 5 kg daging sapi lenyap.
Felicia rebahan di tanah, kedua tangannya memegang perut.
"Aku… penuh banget… tapi hatiku juga penuh kebahagiaan…"
Reina duduk tegak, tapi terlihat jelas ia juga kenyang sampai ke surga.
"Jika kau membuka restoran di ibu kota… aku akan menjadi pelanggan setia."
Zetsuya membersihkan kualinya.
"Mungkin nanti, kalau Hexagonia aman."
Felicia tiba-tiba merayap pelan ke arah Zetsuya, memeluk lengannya.
"Kalau kau jadi chef… aku jadi istri pemilik restoran, ya~"
Reina memukul kepala Felicia pelan dengan kipas lipatnya.
"Bicaralah yang masuk akal."
Felicia: "Itu masuk akal bagiku!"
Zetsuya: "…Aku hanya mau tidur."
Felicia dan Reina: "Ya, kita juga."
Api unggun mengecil pelan.
Malam menjadi hangat dan tenang.
Mereka bertiga bersiap tidur, perut kenyang, hati tenang, dan perjalanan menuju Hexagonia menunggu besok pagi.