NovelToon NovelToon
Takdirku Di Usia 19

Takdirku Di Usia 19

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Pena

Mentari, seorang gadis pemalu dan pendiam dari Kampung Karet, tumbuh dalam keluarga sederhana yang bekerja di perkebunan. Meskipun terkenal jutek dan tak banyak bicara, Mentari adalah siswa berprestasi di sekolah. Namun, mimpinya untuk melanjutkan pendidikan pupus setelah lulus SMA karena keterbatasan biaya. Dengan tekad yang besar untuk membantu keluarga dan mengubah nasib, Mentari merantau ke Ubud untuk bekerja. Di usia yang masih belia, kehidupan mempertemukannya dengan cinta, kenyataan pahit, dan keputusan besar—menikah di usia 19 karena sebuah kehamilan yang tidak direncanakan. Namun perjalanan Mentari tidak berakhir di sana. Dari titik terendah dalam hidupnya, ia bangkit perlahan. Berbekal hobi menulis diary yang setia menemaninya sejak kecil, Mentari menuliskan setiap luka, pelajaran, dan harapan yang ia alami—hingga akhirnya semua catatan itu menjadi saksi perjalanannya menuju kesuksesan. Takdirku di Usia 19 adalah kisah nyata tentang keberanian, cinta, perjuangan, dan harapan. Sebuah memoar penuh emosi dari seorang gadis muda yang menolak menyerah pada keadaan dan berjuang menjemput takdirnya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12. Seragam Putih Abu Abu

*📝** Diary Mentari – Bab 12**

“Kadang langkah kecil menuju mimpi terasa sangat berat,

bukan karena jalannya terjal,

tetapi karena kita harus terus meyakinkan orang-orang yang tak percaya

bahwa mimpi kita layak diperjuangkan.”***

...****************...

Kutahu langit pagi masih gelap ketika aku bangun lebih awal dari biasanya. Hari ini bukan hari biasa. Hari ini adalah awal langkah baru dalam hidupku. Kutatap seragam putih abu-abu yang tergantung di paku kayu dekat jendela. Bukan seragam baru, tapi masih layak pakai, bersih, dan rapi. Seragam bekas anak teman ayah, katanya. Aku tidak mempermasalahkannya. Yang penting aku bisa memakainya ke sekolah menengah atas.

Aku memasukkan buku-buku pelajaran ke dalam tas baruku—satu-satunya barang baru milikku hari ini selain sepatu. Aku mencium aroma kain dari tas baru itu, aroma yang entah kenapa memberiku semangat. Aku tahu tas ini dibelikan oleh Ayah dari uang hasil menjual beberapa ikat janur yang Ibu buat malam hari. Aku tahu karena aku yang membantu ibu mengikatnya.

Aku keluar rumah dengan langkah cepat. Udara pagi masih segar, embun masih melekat di rerumputan sepanjang jalan tanah yang menuju gerbang Kampung Karet. Dari kejauhan aku sudah melihat angkot berhenti. Sopirnya melambaikan tangan seolah mengenal siapa yang akan naik pagi ini. Aku berlari kecil, tak ingin terlambat.

Hari ini aku akan memulai perjalanan baru sebagai siswi SMA. Ada rasa bangga di dadaku, walaupun rasa was-was tak bisa kuabaikan. Aku tahu, biaya sekolah ini bukan hal yang kecil bagi keluargaku. Bahkan, hanya untuk naik angkot saja Ibu sudah mengeluh karena uang saku menjadi harus dibagi dua: untuk ongkos dan sisanya. Tapi aku tak keberatan. Aku sudah sarapan di rumah, sepiring nasi sisa semalam dengan garam dan kelapa parut sangrai. Aku bisa bertahan sampai pulang nanti. Lapar sudah menjadi bagian dari kehidupanku, aku sudah terbiasa.

Sesampainya di sekolah, aku menatap gerbang tinggi itu, pintu masuk menuju dunia baru. SMA ini cukup besar, jauh lebih besar dari sekolahku yang dulu. Banyak siswa berkumpul, bercanda, tertawa dengan pakaian seragam mereka yang masih kaku dan baru. Aku menarik napas panjang, mencoba menguatkan hati. Aku tidak mengenal banyak orang di sini, hanya beberapa teman dari SMP yang kebetulan melanjutkan ke sekolah yang sama, tapi mereka ditempatkan di kelas yang berbeda.

Kelas baruku tampak terang, jendela besar di sisi kanan menghadapkan langsung ke taman kecil. Aku duduk di bangku tengah, mencoba menyesuaikan diri. Guru-guru datang silih berganti memperkenalkan diri. Aku mencatat dengan teliti, setiap kata, setiap informasi, seolah semuanya adalah bekal penting yang tak boleh kutinggalkan.

Tapi jam istirahat tiba, dan itu adalah bagian tersulit bagiku. Semua orang tampak memiliki kelompok, bergerombol, saling mengenal dan bercanda. Aku duduk di bangkuku, membuka bekal sepotong pisang rebus yang kubawa dari rumah. Aku tidak malu, tapi aku juga tidak nyaman. Beberapa orang melihatku, lalu kembali berbincang dengan kelompoknya.

Aku menatap sepatu baruku, masih bersih dan mengkilap. Satu-satunya benda yang membuatku merasa setara hari ini. Tapi hatiku tetap saja terasa sendirian. Aku mencoba menghibur diri. “Tidak apa-apa, Tan. Kamu di sini bukan untuk mencari teman, kamu di sini untuk meraih mimpimu,” gumamku pelan.

Setelah istirahat, pelajaran kembali dimulai. Aku menyukai pelajaran Bahasa Indonesia dan Biologi. Aku menyimak dengan penuh semangat. Di sela pelajaran, aku menulis di diary kecilku yang selalu kuselipkan di dalam buku pelajaran. Tulisan tangan Ibu di halaman pertama selalu menguatkanku: “Jangan pernah menyerah, anakku. Sekolahmu adalah doa yang belum sempat Ibu panjatkan dengan lengkap.”

Sore hari aku pulang naik angkot yang sama. Kali ini, hatiku penuh cerita walau mulutku tak punya siapa-siapa untuk berbagi. Sampai di kampung Karet, jalan setapak kembali menyambutku. Aku melihat asap dari dapur yang mengepul. Ibu sedang memasak, mungkin untuk makan malam nanti.

Aku masuk rumah pelan-pelan, meletakkan tas dan seragam. Aku mencuci kakiku lalu membantu Ibu di dapur, tanpa diminta. Ibu menatapku sejenak.

“Nggak capek, Tan?” tanyanya singkat.

Aku hanya tersenyum. “Capek, Bu… tapi bahagia.”

Ibu tidak menjawab. Ia melanjutkan mengaduk sayur bening di atas tungku. Aku tahu ia tak bisa berkata apa-apa, mungkin dalam hatinya masih bertanya-tanya apakah semua ini layak diperjuangkan. Tapi aku akan buktikan bahwa keputusanku tidak salah.

Malamnya, aku duduk di bale bambu dekat jendela. Bulan hampir penuh. Angin malam berhembus lembut. Aku membuka diary kecilku dan menulis:

Hari ini aku resmi menjadi anak SMA.

Walaupun hanya seragam bekas, aku merasa menjadi orang paling kaya di dunia.

Karena hari ini aku mulai mendekati mimpiku.

Aku tahu akan sulit,

Tapi tidak lebih sulit dari menahan rasa ingin menyerah.

Aku memandang jauh ke arah sawah gelap yang hanya diterangi cahaya samar rumah-rumah tetangga. Aku menarik napas dalam-dalam. Seragamku mungkin bekas, sepatuku baru, uang sakuku pas-pasan, tapi mimpiku… mimpiku masih segar dan utuh.

Aku akan bertahan. Untuk hari esok yang lebih baik.

1
Komang Arianti
kapan tarii bahagiaa nya?
Komang Arianti
ngeenesss bangettt ini si mentarii😢😢
Putu Suciptawati
jadi inget wkt adikku potong rambut pendek, kakekku juga marah, katanya gadis bali ga boleh berambut pendek/Facepalm/
K.M
Ditunggu lanjutannya ya kk makasi udah ngikutin ☺️
Putu Suciptawati
/Sob//Sob//Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/
K.M: Auto mewek ya kk
total 1 replies
Putu Suciptawati
yah kukiora tari akan menerima bintang, ternyata oh ternyata ga sesuai ekspektasiku
Arbai
Karya yang keren dan setiap bab di lengkapi kalimat menyentuh.
Terimakasih untuk Author nya sudah berbagi kisah, semoga karya ini terbit
K.M: Terima kasih dukungannya kk ☺️
total 1 replies
Putu Suciptawati
ayolah tari buka hatimu unt bintang lupakan cinta monyetmu...kamu berhak bahagia
Putu Suciptawati
senengnya mentari punya hp walaupun hp jdul
Putu Suciptawati
semangat tari kamu pasti bisa
Putu Suciptawati
puisinya keren/Good//Good//Good//Good/
Putu Suciptawati
karya yg sangat bagus, bahasanya mudah diterima.....pokoknya keren/Good//Good//Good//Good/
K.M: Terima kasih banyak sudah menyukai mentari kk ❤️❤️
total 1 replies
Putu Suciptawati
betul mentari tdk semua perpisahan melukai tdk semua cinta hrs memiliki
rarariri
aq suka karyamu thor,mewek trus aq bacanya
rarariri
/Sob//Sob//Sob/
Wanita Aries
Kok bs gk seperhatian itu
Wanita Aries
Paling gk enak kl gk ada tmpt utk mengadu atau skedar bertukar cerita berkeluh kesah.
Aku selalu bilang ke ankq utk terbuka hal apapun dan jgn memendam.
Wanita Aries
Kok ba ngumpul smua dsitu dan org tua mentari menanggung beban
Wanita Aries
Mampir thor cerita menarik
Putu Suciptawati
betul mentari, rumah atau kamar tidak harus besar dan luas yang terpenting bs membuat kita nyaman
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!