Bisakah kalian bayangkan, gadis 17 tahun yang baru masuk universitas di paksa untuk menjual tubuhnya kepada pria hidung belang? ya, Siera tidak akan pernah mau melakukan itu. melawan paman dan bibinya yang berbuat jahat padanya. bertemu seorang pria dan langsung mengajaknya menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shafrilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari wali
Di sebuah rumah megah, seorang pria sedang berdebat dengan pria tua.
"Dasar kamu ini pria tidak becus!" seru si pria.
Tak ada kata yang keluar dari mulut pria yang bernama Xavier Lincoln, seorang pebisnis berusia 30 tahun itu selalu saja mendapatkan omelan dari sang ayah karena dia tidak kunjung menikahi hingga usianya sudah 30 tahun.
"Sudah Tuan, sudah. Kalau Tuan marah seperti ini jantung Tuan akan kambuh." kepala pelayan mencoba untuk menenangkan Tuan Abraham.
Abraham Lincoln, pria berusia 65 tahun itu sangat kesal kepada putranya, Putra bungsunya itu selalu saja menolak untuk menikah. Sedangkan kedua saudaranya yang lain sudah berumah tangga dan mempunyai keturunan.
"Tenang saja Tuan besar, Apa yang tuan besar pikirkan itu tidaklah benar, tuan besar harus tahu kalau tuan muda ini pria normal dan sempurna. Walaupun dia sangat dingin kepada setiap wanita, sesungguhnya tuan Xavier mempunyai tambatan hati." kata Ricardo yang membuat Abraham terlonjak berdiri. dia menatap putranya seolah tidak percaya.
"Kamu jangan berani membohongiku Ricardo, mana mungkin bosmu itu mempunyai kekasih, semenjak dia lahir sampai sekarang Dia itu kalau disentuh wanita dia seperti terkena sambaran petir, dia langsung bersikap sangat menyebalkan." jawab Abraham.
"Ayah jangan sok tahu seperti itu, lagi pula kalau aku bersama wanita apa aku harus melapor kepada ayah. Lagian, aku bersama wanita atau tidur bersama wanita dan melakukan apapun dengan wanita, itu urusanku. Aku sudah dewasa, Kenapa juga harus setiap hari diceramahi oleh ayah." kata Xavier yang kemudian hendak pergi meninggalkan sang ayah.
Abraham yang melihat itu dia bisa melihat kalau putranya sangat kesal. "Coba buktikan wanita seperti apa yang sudah merebut hatimu itu?" tanya Abraham.
Xavier nampak tersentak, Dia kemudian terdiam sembari memikirkan jawaban apa yang akan dia berikan kepada sang ayah. "Kenapa kamu diam saja? aku yakin kalau kamu itu pembohong." ejek Abraham.
Xavier memutar tubuhnya, dia menatap ayahnya kemudian menghela nafas sedikit dalam. "Jika ayah ingin tahu.. kekasih hatiku itu masih sangat muda, cantik, belia penuh dengan gairah hidup dan dia adalah gadis yang akan membuat Ayah tidak bisa menolaknya sama sekali." ujar Xavier yang kemudian meninggalkan sang ayah. padahal dalam hati dia sempat kebingungan, jantungnya berdebar begitu kencang, dia takut kalau sang ayah akan mencercanya atau menghinanya habis-habisan.
"Wah.. tumben sekali Tuan bisa menjawab pertanyaan tuan besar?" ucap Ricardo pelan.
"Sudah tutup mulutmu itu, setiap hari diceramahi seperti ini, kamu kira otakku ini sudah tidak kenyang? otakku ini benar-benar sangat kenyang, pulang ke rumah diceramahi, mau bekerja diceramahi, walaupun tidak makan satu bulan pun aku sudah kenyang dengan ocehan ayahku." jawab Xavier yang kemudian pergi bersama dengan Ricardo.
Malam itu setelah selesai bekerja di swalayan milik Tuan Stinky Sierra pergi bersama dengan Emilia ke sebuah tempat.
"Sierra, Apa yang kamu pikirkan sih?" tanya Emilia.
"Aku sedang memikirkan bagaimana caranya aku mendapatkan wali untuk mengurus semua tunjangan hidupku." jawab Sierra yang terlihat kebingungan.
"Tunjangan hidup? maksudmu warisan milik kedua orang tuamu?" tanya Emilia.
Sierra menganggukkan kepalanya, dia menghela nafas begitu dalam kemudian meminum segelas orange juice yang ada di meja. "Kata pengacara aku harus berumur minimal 18 tahun untuk bisa mendapatkan hak waris, sedangkan aku masih berusia 17 tahun, 2 bulan lagi baru berusia 18." jawab Sierra.
"Tapi cuma 2 bulan kan? 2 bulan itu sangat cepat loh.. kenapa harus bingung?" tanya Emilia yang kemudian memakan makanan yang ada di mejanya.
"Masalahnya itu bukan waktu 2 bulannya, masalahnya itu sebelum umurku 18 tahun kalau aku tidak jadi wanita murahan, aku pasti dibunuh, kalau tidak... mungkin dua tua bangka itu akan membuat hidupku lebih menderita." jawab Sierra. Dia kemudian menundukkan kepalanya, memikirkan bagaimana caranya untuk mencari wali pengganti paman dan bibinya.
"Kalau begitu.. kamu nikah saja, cari pria yang bisa menjadi walimu." jawab Emilia dengan begitu santai dan ringannya.
Sierra yang hendak memarahi Emilia, malah di meja belakangnya seorang pria sudah marah terlebih dahulu, hal itu membuat Sierra yang hendak berbicara dibuat terkejut terlebih dahulu. "Kamu gila ya, Kamu kira aku ini pria sinting." kata Xavier.
"Kan itu lebih baik bos, daripada disuruh menikah beneran." jawab Ricardo.
"Hei paman, kalau bicara bisa tidak suaranya itu dipelankan sedikit, kamu itu mau bicara atau mau menagih hutang? bicara kok keras banget." Sierra nampak menggerutu.
Mendengar itu membuat Xavier yang duduk di meja belakang Sierra langsung menoleh, tatapan mata Xavier menatap Sierra, gadis muda yang ada di meja belakangnya itu nampak menatapnya dengan dua bola mata yang sudah melotot marah.
"Kenapa matanya malam melotot, Paman? apa Paman mau aku solasi matanya." ucap Sierra.
Melihat itu Emilia langsung menarik tangan Sierra, dia bermaksud menghentikan Sierra agar tidak mencari masalah. "Sudah-sudah, jangan cari masalah, Sierra." ucap Emilia.
"Ya tentu saja harus marah, Paman brewok ini masak membuat Aku kaget sih, dia itu bicaranya seperti para rentenir yang menagih hutang." jawab Sierra.
Xavier dan Ricardo yang mendengar itu nampak kedua pria itu menatap gadis muda yang ada di meja belakang mereka, dia terus menggerutu mendumel bahkan mulutnya itu tidak bisa diam sama sekali.
"Maaf gadis kecil, bosku tidak sengaja membuatmu terkejut." ucap Ricardo.
"Paman seharusnya Paman itu sudah tua punya etika, masa bicara kok seperti para preman saja." cibir Sierra yang kemudian memutar tubuhnya kembali. membenarkan posisi duduknya sembari melanjutkan pembicaraan yang tadi belum selesai dia bicarakan bersama dengan Emilia.
"Sudah sudah, ngapain sih cari masalah." Emilia sedikit tersenyum sembari menatap Ricardo, melihat dari postur tubuh dua pria yang ada di belakang meja mereka nampaknya mereka orang-orang yang sangat menakutkan.
"Ini gadis benar-benar tidak punya sopan santun sama sekali ya, beraninya dia memarahiku seperti itu." Xavier mulai membuka mulutnya.
"Hei paman, kalau jadi orang tua jangan suka nyolot sama anak muda, kan tadi paman yang salah teriak-teriak hingga membuatku kaget." Sierra tidak terima ketika dirinya dimarahi kembali oleh Xavier
"Dasar anak kecil tidak sopan, Kamu sekolah di mana? kamu siswa SMA mana? berani sekali kamu bicara nyolot sama aku." Xavier malah meladeni Sierra. 2 makhluk berbeda usia itu akhirnya terlibat perdebatan.
"Anak kecil anak kecil, Kamu kira aku ini anak kecil?!" Sierra langsung memutar tubuhnya. dia kemudian menunjuk wajah Xavier yang dari tadi memanggilnya dengan panggilan anak kecil.
"Kamu lihat sendiri kan Ricardo, anak kecil ini benar-benar membuat aku marah, dia memanggilku Paman brewok, pria tua?" berani sekali Dia mengatakan hal itu." Xavier mulai tersulut amarahnya. dia berdiri menatap Sierra.
"Oh my god..," ucap Sierra ketika melihat Xavier berdiri di depannya, tinggi badannya benar-benar semampai luar biasa itu membuat Sierra terkejut. "Ini raksasa atau gorila jadi-jadian." ucap Sierra dengan nada yang tidak pelan.
"Apa katamu anak kecil? kamu bilang aku raksasa? gorila jadi-jadian?" Xavier mengerutkan alisnya. matanya melotot dengan bibir yang mulai sedikit terangkat.
"Aduh... Ini beneran raksasa yang baru turun gunung." ekspresi Sierra di luar prediksi.
*Bersambung*