Ada satu komunitas muda-mudi di mana mereka dapat bersosialisasi selama tidurnya, dapat berinteraksi di alam mimpi. Mereka bercerita tentang alam bawah sadarnya itu pada orangtua, saudara, pasangan, juga ada beberapa yang bercerita pada teman dekat atau orang kepercayaannya.
Namun, hal yang menakjubkan justeru ada pada benda yang mereka tunjukkan, lencana keanggotaan tersebut persis perbekalan milik penjelajah waktu, bukan material ataupun teknologi dari peradaban Bumi. Selain xmatter, ada butir-cahaya di mana objek satu ini begitu penting.
Mereka tidak mempertanyakan tentang mimpi yang didengar, melainkan kesulitan mempercayai dan memahami mekanisme di balik alam bawah sadar mereka semua, kebingungan dengan sistem yang melatari sel dan barang canggih yang ada.
Dan di sini pun, Giziania tak begitu tertarik dengan konflik yang sedang viral di Komunitaz selain menemani ratunya melatih defender.
note: suka dengan bacaan yang berbau konflik? langsung temukan di chapter 20
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juhidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chap 12 Melan dan Gas Melon
Melan jahil pada April merubah tabung angin jadi tabung gas 3 kg. Anehnya April tidak terjatuh dan masih anteng bersandar pada jejak dari kompresor besar. Dalam herannya, Melan menemukan secarik kertas yang menempel di ujung kabel charger. April tersadar pada kejahilan Melan namun hanya mendapat geleng kepala dan turut bingung pada kertas temuan Melan.
April mengamati kertas lipat, bentuknya kecil persegi seluas telapak tangan.
Setelah kertas dipisahkan, kabel casan hilang dan April sendawa tanda dia sudah kenyang. "Euu!!"
April bingung karena dia kenyang lebih awal.
Melan minta tolong pada April saat tangannya masih menempel di tabung gas.
April cuek karena heran dengan opsi yang ditawarkan, membolak-balik kertas, ada pesan yang terbaca di situ: BERIKAN.
April membalikkan kertas lagi dan terbaca: BIARKAN.
Ketika April sudah memilih dan Melan menerima kertas persegi itu, tangan Melan terlepas dari tabung gas.
"Bang Scope dapet info pake bedil, tapi napa gue juga dapet pas lagi usil dan jahil?"
"Bukan gue."
"Nih protokol gitu? Tumben gak via kak Uut sih?"
Melan membalikkan kertas dan terbaca: ?
"Lho mana? Woy..?"
"Balikin coba," pinta April.
Lalu.. Mereka berdua mendapati tanda seru.
"Jiah. Buntu. Bukan protokol nih kalo.. Dih anjir nempel."
Melan mengibas-kibas tangannya, tersadar bahwa kertas tak juga mau terlepas dari jempolnya. Bahkan saat Melan mencabutnya, kertas malah tersalin jadi dua.
"Sial. Nih harus dibawa ke pakarnya, Pril."
"Eh, ada tuh.. Muncul,"' seru April.
Benar saja. Melan mendapatkan kata BINGUNG? dan TUNGGU! di kertas yang kedua.
"Ra."
"Apa Kak..?" sahut Ira dalam tengkurapnya di dada Jihan, suaranya pelan seperti sedang bersedih dan mungkin bawaan dia begitu dalam bermanja ria sekamar dengan sang kekasih.
Jihan diam sebentar, membiarkan Ira mengerakkan kepala.
Ira mengambil posisi nyaman terpejam begitu. Jihan diam saja diperlakukan sebagai bantal olehnya.
Jihan lanjut melamun, mengusap-usap kepala Ira si pemilik kulit fresh berwajah belia. Matanya tak beranjak mengamati sudut pintu kamar, portal segiempat ungu, lokasi masuk ke kamarnya. Jihan kemudian berhenti membelai.
Benar dugaan Jihan, Ira beranjak duduk, tak lagi meniduri payudaranya, dia turut mengamat lawang dimensi. Senyum pun terkembang di bibir Jihan.
"Kok firasatku lain ya Kak..? Kayak lagi berubah cemas."
Jihan dapati ada sedikit perubahan warna di pipi Ira.
Kulit wajah Ira yang lembab bekas mandinya tadi membuatnya jadi lebih cermerlang di mata Jihan.
Ira tampak malu merona dalam kebingungannya itu. Kemudian dia turun dari ranjang dibawa kegusaran hatinya.
Jihan makin senang dan memilih untuk tetap berbaring membiarkan Ira pergi, tidak protes Ira menganggapnya sedang demam, tak peduli dengan sapu tangan lembab terlipat yang Ira taruh di jidatnya.
Pancar hati Jihan semakin tampak dalam senyumannya ini saat Ira sudah masuk ruang sebelah, mendatangi si karyawati. Jihan juga tampak berusaha tenang menahan gemuruh dada, mungkin sedang memberi waktu untuk Ira.
Jihan ambil sapu tangan di kening.
Setelah Jihan diam kurang dari satu menit..
Zzztt! Jihan langsung teleport, dari berbaring, dia langsung muncul di kamarnya sendiri, berdiri di dekat ranjang mendapati Ira sedang duduk menatap karyawati bar.
Ira dapati bibir Jihan tak bergincu lalu balik menatap wajah yang sama di ranjang tersebut. Dari dekat Ira dapat melihat polesan lipstik Jihan yang tampak bening berkilau. Ira dengan merah pipi kembali menatap Jihan si pemilik tubuh, tampak nafas Ira sedkit naik-turun, samar berdengusan hingga Jihan dapati Ira mengikutinya menelan ludah.
Si karyawati masih pulas memeluk guling, bahkan dadanya teratur mengembang dan mengempis. Jihan memindahkan tangan si karyawati ke pinggul lalu kaki dan segera menggeserkan guling, menjauhkan bantal tersebut dari wajah si karyawati. Ira hanya menatap Jihan dan yang tidur sama sekali tidak terbangun, tidak juga sadar dirinya sedang dikerumun, tak juga membuka mata sekalipun sedang bernafas.
Jihan terus memperhatikan Ira dengan sedikit mengigit bibir. Ada dengus yang seirama darinya pada nafas Ira.
Ira mengambil sapu tangan yang Jihan taruh di pelipis si karyawati. Ira perlahan merebahkan dirinya, mengambil posisi menyamping sambil menenangkan diri, takut aksinya mengganggu kenyenyakan pacar.
"Bentar yach.." pinta Jihan. Zzttt..! Dia langsung berteleportasi entah ke mana jatuh dan perginya tersebut.
Ira tak menyahut tampak gemuruh dadanya masih naik-turun, sudah sulit ditahan dan ditenangkan, baginya Jihan tanpa dandanan ataupun dengan make-up tetap saja nyata mendebarkan.
Warna pipi Ira kian terpancar tapi Jihan terlanjur mengetahuinya. Ira juga tak peduli saat si karyawati sudah terbangun, tampak Ira sudah tahu Jihan akan membuka mata dan menyingkirkan guling yang ada di antara mereka.
Dengan getar badan Ira segera melabuhkan bibirnya pada Jihan, begitu pun si karyawati yang sedang merah pipi.
Chypp..! Pphhh.. Chpp.. pphh!
Sepercik.. dua percik..
"Mghh!!!" lenguh Ira, mendapatkan rasa lipstik yang diinginkan, mengendik badah melepaskan zat seiring..
Crikh..! Crikh..!
Tubuh Jihan sama tersentaknya, diringi banyak percikan listrik di sana-sini, menggemericik lembut di seluruh baju. Crikh.. drrttt.. Criiikh..! drrt-drrt!
Kiss berlangsung kurang dari semenit, acara ini membuat kedua gadis lemas badan akibat klimaksnya. Entahlah. Hanya mereka berdua yang mengalami sensasi tersebut. Nafas mereka yang tadinya memburu kini perlahan berhenti dan mereda, keduanya juga sudah berkeringat karena melepaskannya.
Criiikh!!
"Kak..?" pelan Ira, lemas memanggil Jihan. "Hhh, hh.. Hh, hhh. Kak..??"
Kilat listrik yang Ira dapati adalah sentak terakhir tubuh Jihan.
Karyawati ini "mati" begitu saja, membiarkan tangannya terjuntai di tepi ranjang. Ira khawatir badan Jihan terguling jatuh.
Namun mata Ira pun melemah, tak punya tenaga lagi. Sampai akhirnya si belia yang menarik-narik tubuh Jihan langsung tergolek menindih dada. Blegh!
Dua jam kemudian, tepatnya pukul 08:22, bunyi ponsel terdengar di saku pakaian.
Tik tik tik.. bunyi hujan di atas genting
Airnya turun tidak terkira
Cobalah tengok dahan dan ranting
Pohon dan kebun basah semua
Ira memutar tubuhnya, pantulan cermin lemari yang ada di depannya menampakkan warna yang sama dan motif kembang pada piyama tersebut pun ungu. Pakaian ini pas dengan tubuh Ira.
Jihan sibuk menggosok rambut basahnya. Dia sedang duduk membaca ponsel yang telah membangunkan mereka. Ada pesan WA dari April yang memintanya segera sarapan.
Ira dan Jihan sudah puas dengan acara mereka di ranjang, yang berlangsung selama berjam-jam itu. Mereka sudah sibuk dengan kegiatannya di kamar masing-masing.
"Nah apa gue bilang. Sabar. Jodoh pasti dateng, Kak."
"Emang tadi Scope ke sini?" tanya Jihan sambil mengaduk sereal di sebelah Ira yang juga mengenakan piyama berwarna sama. "Ngapain dia (Scope)?"
Meja sarapan di gelar di lahan parkir, di sebelah bengkel tambal ban milik Tifani. Sarapan pagi tapi langit masih gelap. Listrik penerangan berasal dari genset jadi-jadian, bukan genset berbasis hukum fisika.
"Dia lagi nyisir kertas juga katanya. Pokonya nih pecarang bukan dateng buat nganter undangan, Kak. Tapi buat ngatain kalo gas-tabung bakal jadi pembuka skill gue."
"Bentar. Apa tadi? Pecarang..? Maksud lo perawan cari rantang?"
"Ih anjrit. Bukan.. (pundak Jihan terguncang) Scope khan nikahin kak Marcel. Suami The Miss Basetime. Perebut pacar orang. Nah trus.. ending masa gabut Kakak.. akhirnya ketemu Lee Ju Eun. Horee! Selamat!"
Melan bertepuk tangan. Plok! Plok!
"Dar!"
"Eh anjay! Kunti! Bebek! Jengkol! Hoaarh! Astagaaa..! Maesaroh! Astaghfirullah halazimm.. Hih! Ngagetin."
"Berisik lo. Kena sumpal tukang sayur, mampus," kata gadis SMA ini sambil menggeser kursi, duduk mengontraskan penampakannya, dari bening jadi kasat mata.
"Ciee.. Dateng sama siape nih? Ehemm," komen Jihan, berubah lebih centil.
"Berisik."
"Ehem, ehem.. Pamer nih ye."
Maesaroh hanya membaca kertas yang diambilnya di meja hidangan, tak menanggapi olokan Jihan.
"Sepinya.. Dark Nature banget," kata sebaya Maesaroh, turun mendarat perlahan untuk bergabung, di lehernya terkalung id card. Ada foto dan namanya: Teni Saravati. "Ya Allah cakepnya."
Ira merah pipi dipuji gadis seputih dan semanis dirinya, namun langsung dapat dikuasai, rona merah itu langsung pudar begitu melihatnya mencium pipi Maesaroh.
"Trus. Pin buat Ira mana, Mel?" tanya Mae. "Nih gak hanya ngait gas melon lo. Tapi juga sudut pandang Ira ke dunia kita gue rasa."
Melan membuka piring dan mengambil selembar kertas yang ditanyakan. "Ada dong. Kalo teksnya berubah berarti valid emang buat Ira, Ha."
"Seha. Bodi lo di mana? Jangan jorok lagi kalo naro bodi."
"Aman. Tumben perhatian sama cewek ganjen."
Jihan diam tak menimpali. Beralih fokus pada kertas yang Melan simpan sebab menyangkut Ira, sang pacar.
Seha membalikkan kertas yang diberikan Melan. Namun kosong tak ada pesan apapun di balik teks; BERIKAN PADA SEHA.
Seha membaca lagi pesan yang ada. Beberapa menit ditunggu, namanya hilang.
Nama yang ada pada pesan tersebut berganti begitu Seha menerimanya dan terbaca: BERIKAN PADA IRA.
"Bener khan ramalan gue?" tanya Melan. "Jadi.. Kira-kira apa nih yang bakal ada? Berikutnya Ha? Plis. Dateng.. Jodoh si jomblo ini."
"Hmm.. Follow barengan aja deh. Nih Ra. Buat lo. Cara bacanya tinggal balik kertas aja."
Ira meraih kertas yang Seha sodorkan.
"Mel, lo tadi ngomong gas melon di saluran. Lha mana kebunnya?"
"Dih siapa yang bahas kebon? Ini maksud gue Ha. Ini tabung gas-nya."
Melan menyentuh helm yang sedari tadi mereka abaikan, alat perlindungan tersebut masih nangkring di meja. Warnanya hitam.
"Ini helm, Mel. Kejeduk apa batoknya tadi itu sih?"
"Gak. Ini tadi gas tube, Ha. Tanya April. Lo sendiri khan bilang.. dunia kita tuh alam geblek."