NovelToon NovelToon
(Bukan) Pengantin Idaman

(Bukan) Pengantin Idaman

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Berbaikan / Pengantin Pengganti / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Pernikahan antara Adimas Muhammad Ibrahim dan Shaffiya Jasmine terjalin bukan karena cinta, melainkan karena sebuah perjodohan yang terpaksa. Adimas, yang membenci Jasmine karena masa lalu mereka yang buruk, merasa terperangkap dalam ikatan ini demi keluarganya. Jasmine, di sisi lain, berusaha keras menahan perasaan terluka demi baktinya kepada sang nenek, meski ia tahu pernikahan ini tidak lebih dari sekadar formalitas.

Namun Adimas lupa bahwa kebencian yang besar bisa juga beralih menjadi rasa cinta yang mendalam. Apakah cinta memang bisa tumbuh dari kebencian yang begitu dalam? Ataukah luka masa lalu akan selalu menghalangi jalan mereka untuk saling membahagiakan?

"Menikahimu adalah kewajiban untukku, namun mencintaimu adalah sebuah kemustahilan." -Adimas Muhammad Ibrahim-

“Silahkan membenciku sebanyak yang kamu mau. Namun kamu harus tahu sebanyak apapun kamu membenciku, sebanyak itulah nanti kamu akan mencintaiku.” – Shaffiya Jasm

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAGIAN 12

"Jangan kau gantungkan harapanmu kepada manusia, karena pasti akan kecewa yang akan kau dapatkan. Taruhlah harapanmu setinggi langit dan panjatkan itu di sepertiga malam lalu berceritalah dengan Rabbmu. Rasakan dan nikmatilah saat-saat romantis dengan Rabbmu. Niscahya akan kau dapatkan ketenangan itu."

Mata Jasmine terpejam dengan posisi tangan yang mengadah ke atas. Bercerita dan menikmati waktu-waktu romantis dengan Sang Pencipta. Menuangkan segala isi hati, entah itu kebahagiaan ataupun kesedihan, selalu ia curahkan kepada Rabbnya. Nasihat ustazahnya itu ia terapkan beberapa tahun terakhir ini.

Pagi masih menunjukkan pukul 3 dini hari. Jasmine sudah hampir satu jam berada di atas sajadah. Terlalu banyak hal yang ingin ia ceritakan kepada Rabbnya. Ia baru saja melakukan sholat taubat dan sholat tahajud lalu ditutup dengan sholat witir. Sekarang saatnya ia bermesraan dengan Rabbnya.

Ia tidak bisa menceritakan hal-hal privasi dalam hidupnya kepada sembarang manusia, sekalipun itu adalah neneknya atau pun para sahabatnya. Ia hanya punya Allah sebagai tempat bercerita dan menenangkan dirinya.

Tiba-tiba rasa haus mendominasi dahaganya. Jasmine mengusap wajahnya pelan. Ia masih mengenakan mukenanya saat ia berdiri lalu berjalan keluar kamarnya. Bahkan sajadahnya belum ia lipat karena rencananya ia akan melanjutkannya dengan tilawah dan murajaah.

Namun ia baru saja selesai mengambil minum dan tumblernya pun masih ia peluk santai saat ia mendengar suara rintihan dari kamar Adimas. Begitu Samar. Parau. Mirip sekali dengan malam pertama mereka. Suara yang begitu lirih, seperti menahan sakit sekaligus ketakutan yang dalam.

Jasmine menegang di tempat. Tangannya mencengkeram leher tumbler lebih erat. Matanya menatap pintu kamar Adimas yang tertutup, Namun ia langsung mempercepat langkahnya menuju kamar Adimas. Lalu saat ia sudah sampai di depan kamar Adimas, ia terdiam. Perasaannya berkecamuk antara takut dimarahi Adimas atau membiarkan lelaki itu terperangkap dalam mimpi buruknya sendiri.

Tapi suara itu kembali terdengar. Kali ini lebih dalam, dengan bisikan tak jelas yang membuat dada Jasmine ikut sesak. Ia menarik napas, lalu sambil mengucapkan bismillah, ia mendorong pelan pintu kamar.

Aroma khas parfum kayu dan citrus milik Adimas langsung menyeruak begitu pintu terbuka. Kamar itu gelap, hanya satu lampu tidur menyala di pojok ruangan, memantulkan cahaya redup ke dinding abu-abu yang kosong tanpa hiasan. Tirai jendela ditutup rapat.

Suasana kamar terasa kaku dan dingin serta begitu misterius. Sama seperti penghuninya.

"Mas...."

Jasmine berjalan pelan memasuki 'area terlarang' untuk ia injak itu. Matanya melihat ke arah sofa yang kosong dan di atas piring tempat roti yang yang ia taruh tadi kini kosong. Senyum tipis Jasmine muncul. Lelaki itu memakan roti buatannya. Ia lalu meletakkan tumblernya di meja tersebut.

"Tidak. Jangan tinggalkan, Adi, Ma... Jangan...."

Jasmin seketika menoleh ke arah kasur. Di sana Adimas tampak ketakutan dan gelisah. Rambutnya acak-acakan, tubuhnya menggeliat tak nyaman sambil terus meracau. Keringat di keningnya juga begitu tampak terlihat.

Matanya terpejam dan saat Jasmine mendekatinya, barulah Jasmine merasakan bahwa lelaki itu sedang demam. Keningnya teramat panas dan wajahnya jadi pucat.

"Mas... Mas... Bangun, Mas...." Jasmine terus membangunkan Adimas dengan khawatir. Tak ada respon selain desahan berat dan cengkramannya ke selimut yang sudah berantakan semakin erat.

Lelaki itu demam dan mimpi buruk. Sungguh itu adalah kombinasi yang sangat buruk.

Jasmine berusaha menyadarkan Adimas dari mimpi buruknya. Ia menepuk pelan pipi Adimas. Lelaki itu tampak terengah-engah. Kali ini mungkin karena sedang demam sehingga kondisinya lebih buruk dari yang pertama kali Jasmine lihat.

"Mas, bangun... Mas...!" Jasmine menepuk wajah wajah Adimas cukup keras sehingga akhirnya lelaki itu membuka matanya.

Namun bukannya benar-benar sadar, ia justru merintih kedinginginan. "Dingin... Dingin...."

Jasmine segera merapikan selimut Adimas. Ia menutupi tubuh Adimas dengan selimut. Namun suaminya itu semakin merintih kedinginan. Jasmine sampai khawatir. Akhirnya Jasmine pun mencoba memeluk Adimas untuk mengurangi rasa dingin pada tubuh Adimas.

Hingga saat lelaki itu mulai bisa bernapas teratur, Jasmine beringsut duduk. Ia segera ke dapur mengambil air untuk mengompres Adimas. Kembalinya ia ke kamar Adimas, lelaki itu masih sesekali meracau tidak jelas. Tubuhnya semakin panas dan akhirnya setelah Jasmine mendapatkan handuk kecil di lemari Adimas, ia segera mengompres kening suaminya itu.

Setelah napas Adimas mulai teratur dan Jasmine rasa lelaki itu sudah mulai membaik, Jasmine pun hendak berdiri dan kembali ke kamarnya. Namun tiba-tiba ujung mukenanya ditahan Adimas.

"Jangan pergi. Tolong jangan tinggalkan saya sendiri...." Lirihan Adimas terdengar begitu menyayat hati. Bibir pucatnya itu terus meracau samar.

Jasmine tidak menjawab. Ia hanya kembali duduk namun kali ini di lantai, persis di samping ranjang. Ia hanya bersandar sedikit ke tepi kasur, lalu meletakkan kepalanya di pinggirannya. Satu tangannya menggenggam erat tangan Adimas, sementara matanya mulai terpejam oleh kantuk yang perlahan menyergap.

Jasmine berharap, saat azan subuh berkumandang ia bisa terbangun.

Waktu berlalu dengan begitu cepat. Suara azan berkumandang dan membangunkan Jasmine. Perempuan itu mengerjapkan matanya karena baru terbangun. Jasmine mengamati sekelilingnya dan ingatannya kemudian berputar pada Adimas yang masih tertidur.

Jasmine kemudian langsung duduk di tepian kasur dan memeriksa Adimas. Kondisi lelaki itu sudah mulai membaik, setidaknya tubuhnya tidak sepanas tadi meski matanya masih terpejam. Bibir Adimas pun tidak sepucat tadi.

Sembari merapikan selimut Adimas, Jasmine kemudian melepaskan kompres Adimas. Ia segera membawa handuk dan mangkuk berisi air itu keluar kamar. Setelah itu, Jasmine kembali ke kamarnya. Ia ingin sholat subuh terlebih dahulu. Baru setelah itu ia menghampiri Adimas lagi.

Jasmine selesai sholat beberapa menit kemudian. Setelah itu, ia segera melepaskan mukenanya dan berganti dengan gamis rumahan panjang. Ia segera mengenakan jilbab instannya dan sebuah mushaf Al-Quran dipelukannya. Langkahnya begitu perlahan ketika memasuki kamar Adimas. Lelaki itu masih tertidur.

Jasmine melihat jam dinding di kamar Adimas. Ia masih mempunyai waktu 10 menit sebelum jam lima pagi. Jasmine duduk di sofa kamar Adimas. Lampu kamar Adimas sudah ia hidupkan. Kini tampaklah suasana kamar tersebut terasa lebih hangat meskipun aura dinginnya masih terasa.

Saat Jasmine masih terhanyut ketika melantunkan surat cinta dari Rabbnya itu, tiba-tiba ia mendengar suara erangan dari arah Adimas. Jasmine kemudian segera meletakkan mushafnya di meja dan berjalan cepat mendekati Adimas.

"Mas? Kamu sudah bangun?" tanya Jasmine kemudian mengusap rambut Adimas dengan lembut.

"Ha..Haus...." ucap Adimas lirih dengan suara serak.

Jasmine membantu Adimas untuk duduk bersandar dengan bantal lalu segera mengambil minuman yang ada di nakas dekat tempat tidur kemudian segera membantu Adimas untuk minum.

Sepertinya lelaki itu memang sangat kehausan, minuman di gelas itu habis. "Masih mau minum?" tanya Jasmine dengan lembut.

Adimas menggeleng lemah. Bibirnya tidak sepucat tadi namun wajahnya masih terlihat lemas.

"Mas mau apa?" tanya Jasmine dengan lembut. Namun Adimas tetap diam. Tampak sekali ia masih sangat lemah.

Tiba-tiba Adimas bergerak seperti ingin berdiri. Jasmine dengan sigap membantu lelaki itu berdiri, namun belum sempat Jasmine menyentuh lengan Adimas, lelaki itu lebih dulu menepis itu.

"Saya tidak butuh bantuan kamu...." ucapnya lemah tanpa melihat ke arah Jasmine.

Perkataan yang keluar itu memang terkesan sombong, namun Jasmine hanya bisa tersenyum kecil. Tidak ingin berdebat ia pun menggeser tubuhnya agar Adimas bisa leluasa berdiri. Namun baru saja lelaki itu berdiri, tiba-tiba tubuhnya hampir ambruk.

"Mas!" seru Jasmine kaget namun begitu sigap menahan tubuh Adimas hingga membuatnya hampir terhuyung karena tubuh Adimas yang lebih besar darinya.

"Semalam Mas demam dan sampai sekarang masih lemah. Biar aku bantu, ya?" tanya Jasmine sambil memegang lengan Adimas dengan erat.

Lelaki itu diam. Namun tatapan lelaki itu tampak sekali tidak suka dan begitu terpaksa berada di dekar Jasmine. Mungkin ini pengaruh tubuhnya yang lemas sehingga Adimas tidak menolak saat tangan Jasmine melingkar di lengannya.

"Mas mau ke kamar mandi?" tanya Jasmine melihat Adimas yang diam tidak merespon apapun. Jasmine mencoba bersabar menunggu jawaban Adimas hingga suara lemah itu kemudian bersuara.

"Iya."

"Aku bantu, ya? Tubuh Mas masih lemas banget loh ini."

Adimas kembali diam. Namun ia juga tidak menepis dan berkata ketus lagi. Ia membiarkan Jasmine membantunya berjalan hingga ke kamar mandi.

"Kamu bisa sendiri?"

Mata Adimas menatapnya dengan tajam. "Saya masih punya kaki dan tangan. Tanpa kamu saya bisa sendiri. Sudah sana kembali ke kamar kamu. Saya tidak sudi berada di dekat kamu," ucap Adimas dengan ketus lalu segera masuk ke kemar mandi.

Sedangkan Jasmine mundur beberapa langkah membiarkan Adimas menyelesaikan urusannya di kamar mandi. Jasmine sadar kehadirannya sangat mengganggu Adimas. Ia juga tahu betapa Adimas membencinya. Namun meninggalkan Adimas sendiri di kamar dengan kondisi seperti itu tentu saja tidak akan Jasmine lakukan.

Jasmine menyandarkan tubuhnya di dinding sembari menunggu Adimas keluar. Beberapa menit kemudian, Adimas keluar dan wajah lelaki itu tampak kaget melihat dirinya.

Lelaki itu berusaha berdiri sendiri. Namun baru saja keluar kamar mandi, tubuhnya kembali hampir jatuh. Jasmine dengan cepat menahan lengan Adimas. Ia harus bersabar menghadapi Adimas yang keras kepala.

"Saya tidak-"

"Anggap saja aku melakukan ini hanya untuk kepedulianku terhadap sesama manusia, bukan karena kamu suamiku. Ayo, aku antar ke kasurmu. Kalau terjadi sesuatu denganmu, aku juga yang akan repot." Jasmine berkata dengan nada kesal. Sengaja memotong ucapan Adimas yang hendak menolak bantuannya.

"Saya bisa minta bantuan yang lain. Bagi saya dibantu orang lain lebih baik daripada kamu. Saya tidak sudi bersentuhan dengan kamu."

Jasmine memutar bola matanya. Adimas tampaknya mulai sehat mengingat ia sudah berbicara panjang seperti itu.

"Ya sudah. Saya keluar dulu."

Jasmine melepaskan lengan Adimas lalu segera pergi. Ini masih pagi dan ia tidak ingin berdebat panjang dengan Adimas yang keras kepala itu. Namun baru saja Jasmine akan membuka pintu, tiba-tiba ia mendengar suara berisik dari belakang.

Jasmine menoleh dan saat itulah ia melihat Adimas kembali ambruk dan pingsan.

"Dasar keras kepala!"

1
Lia Yulia
kasian jasmin
Jeng Ining
hemmm sudh kudugem, klo Rindu ke dapur krn panas dimas dn rama ngomongin Jasmine, kmudian mw cari masalah dn playing victim 🙄
Edelweis Namira: Tapi realitanya emg suka gitu, yg terbiasa buat masalah akan selalu dianggap tukang buat masalah sekalipun ia gak salah
total 1 replies
Jeng Ining
cahbodo kamu Dim, kalo emng kalem bakalan tau diri, ga bakal peluk² laki org apalagi di rumh si laki yg pasti jg ada bininya😮‍💨😏
Edelweis Namira: Adimas emg bodoh emang
total 1 replies
Jeng Ining
haiyyyaaahhh.. gimana nasibnya ituh bawang, gosong kek ayam tadi kah🤭👋
Jeng Ining: 🤟😂😂/Facepalm/
Edelweis Namira: suka speechless emang kalo suami modelan Adimas
total 2 replies
Lembayung Senja
knp ndak up date..crita satunya juga ndak dlanjut
Fauziah Rahma
padahal tidak
Fauziah Rahma
penasaran? kenapa bisa sebenci itu
Edelweis Namira: Pernah dispill kok di awal2.
total 1 replies
Alfatihah
nyesek
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!