Seorang pemuda lulusan kedokteran Harvard university berjuang untuk menjadi seorang tentara medis. Tujuan dari ia menjadi tentara adalah untuk menebus kesalahannya pada kekasihnya karena lalai dalam menyelamatkannya. Ia adalah Haris Khrisna Ayman. Pemuda yang sangat tampan, terampil dan cerdik. Dan setelah menempuh pendidikan militer hampir 2-3 tahun, akhirnya ia berhasil menjawab sebagai komandan pasukan terdepan di Kopaska. Suatu hari, ia bertugas di salah satu daerah terpencil. Ia melihat sosok yang sangat mirip dengan pujaan hatinya. Dan dari sanalah Haris bertekad untuk bersamanya kembali.
Baca selengkapnya di sini No plagiat‼️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Fantasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gagal Investigasi
Setelah pulang dari posko, haris segera pergi ke biliknya untuk beristirahat. Kebetulan cuaca di desa itu sangatlah bagus. Banyak bintang-bintang terlihat dan bulan pun bersinar terang.
Haris yang selesai berganti pakaian dengan baju santainya, kembali keluar ruangan dan duduk di kursi kayu yang sudah di sediakan. Ia menatap bulan dengan penuh kenyamanan. Wajahnya mulai berseri kembali saat ia mulai mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.
Melihat gadis itu marah sama seperti apa yang dulu pernah dia lihat semasa SMA dulu. Ia tersenyum sembari memegangi foto dan aksesoris yang dulu pernah Nahda berikan padanya.
Lalu Haris berfikir apakah benar gadis itu memang pacarnya atau bukan.
Fahri yang berkeliling mencari Haris ternyata sedang duduk di kursi kayu, ikut menghampirinya "Heh, Gue cariin dari tadi ternyata di sini."
Lalu dirinya langsung duduk di sebelah pria itu "Lu kenapa senyum-senyum gitu? Gak biasanya lu kaya bahagia banget?" tanya Fahri heran. Lalu matanya teralihkan pada sebuah foto dan kalung berhuruf yang sedang dipegang Haris.
"Lu kangen dia ya?"
Haris pun tersenyum tipis, "akhirnya selama 10 tahun, gue bisa bertemu dia lagi. walaupun gue gak yakin itu beneran dia." gumam Haris pelan.
Mendengar itu, Fahri pun segera duduk di samping temannya itu sembari merangkul bahunya dengan erat. "Gue senang lu gak kaku lagi hahaha... terus rencana lu buat cari tahu cewek itu gimana?"
"Gue udah rencanakan semuanya. tapi, gue hanya ingin lakukannya sendiri dan lu jangan ganggu gue."
"Ya udah.. kalo lu butuh bantuan bisa dateng ke gue."
Setelah membicarakan soal yang Haris alami, mereka berdua berbincang begitu lama hingga langit gelap gulita yang terpancar sinar bulan yang sangat terang. Karena sudah malam, mereka pun mengakhiri pembicaraan dan masuk ke bilik masing-masing untuk beristirahat. Tapi sebelum tidur, tak lupa Haris memandangi foto tersebut lalu mengecupnya perlahan.
"Selamat tidur." batinnya.
***
Keesokan paginya, Haris melakukan aktivitas seperti biasa. Cuma hari ini ia tidak melakukan profesinya sebagai dokter karena jadwal hari ini dilakukan oleh dokter lain. Jadi ia sekarang hanya full mengawasi mereka. Ia pun sesekali melihat proyek klinik yang sudah hampir berdiri dengan susunan bata merah yang sudah menjulang tinggi.
"Pak Haris, lihat proyek, Pak?" tanya Pak Kades yang juga sedang mengawasi pembangunan tersebut.
"Iya, Pak. sesekali kemari."
"Oh gitu..."
Haris pun memandangi sebuah proyek klinik yang sedang dibangun tersebut. awalnya ia terfokus melihat para pekerja yang sedang mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing, namun tak lama, terbesit di dalam kepalanya sebuah pertanyaan. ia pun seketika terpikir soal identitas gadis itu, apakah benar itu adalah sosok kekasihnya yang ia anggap sudah meninggal? ia pun menoleh pada Pak Kades yang sama seperti dirinya memperhatikan proyek dengan diam. mungkin dengan bertanya pada Pak Kades, ia akan mendapatkan informasi yang penting mengenai gadis itu.
"Pak Kades, saya boleh menanyakan sesuatu tentang gadis bernama Hana pada anda?"
Pak Kades menoleh ke arahnya dengan raut wajah seperti terkejut dan sedikit terheran. untuk apa Pak Haris bertanya soal Hana padanya? apa mungkin, pria itu ingin berkenalan dengan Hana seperti para pemuda biasanya? "anda juga suka Hana? Wajar sih, anak itu sangat cantik. banyak lelaki di desa ini langsung terpikat padanya. bahkan para perempuan di sini sering menuduhnya pakai susuk buat memikat orang lain."
"Astaghfirullah... fitnah gak bermutu."
"Biasalah, Pak. di sini desa, berbeda pemahaman dikit langsung dikira aneh-aneh."
Haris sembari melihat-lihat sekitar dan menemukan sebuah tempat yang nyaman, "di sana aja, Pak. mari ngobrol sebentar." ajaknya.
"Mari."
Mereka pun mulai mendekati tempat tersebut dan menjauh dari kawasan proyek.
"Apa yang anda ingin ketahui tentang gadis itu?" tanya Pak Kades kembali.
"Asal-usul Hana seperti apa? Maksud saya seperti orang tua kandungnya itu siapa?"
Mendengar pertanyaan dari Haris, seketika Pak Kades terdiam. beberapa saat kemudian, ia mulai kembali berbicara. "Kalau itu... saya tidak tahu, Pak." ujar Pak Kades.
Mata Haris sedikit terbuka, dirinya semakin menggebu unuk mengulik seua informasi mengenai gadis itu. ia masih mencoba untuk tenang agar tidak menimbulkan kecurigaan. dirinya semakin yakin jika gadis bernama Hana itu sebenarnya adalah Nahda kekasihnya. "loh? Maksudnya gimana?"
terdengar helaan kecil dari Pak Kades sebelum mulai bercerita, "Hana itu, tidak dilahirkan dalam rahim ibu. dia itu adalah anak yang ditemukan Bu Minarsih saat hendak pergi ke desa sebelah."
Haris mulai mendengarkan ceritanya itu dengan serius. Mungkin dengan pak kades menceritakan sedikit asal usul Hana, ia akan mengetahui kebenaran yang sebenarnya.
"Menurut cerita beredar, Hana ditemukan terluka parah di hutan. Lalu, karena tidak ada yang menolongnya Bu Narsih pun mengobati semua luka Hana dengan obat-obatan tradisional, secara dia itu tabib di sini sebelum kalian datang."
Mendengar kisah tersebut, Haris semakin terkejut jika ternyata kejadian itu mirip seperti hilangnya kekasihnya saat terjatuh dari jurang yan amat dalam di tengah hutan. tubuhnya mulai bergetar, merasakan ada yang aneh di dalam dirinya. ia mencoba menarik nafas dalam-dalam agar dirinya bisa tetap tenang. ia kembali bertanya lanjutan cerita pada Pak Kades. "Lalu, setelah itu apa yang terjadi?"
"Saya hanya tahu sedikit cerita aja, Pak. kalau ingin tahu lebih lengkap, mending Bapak tanya langsung ke Bu Minarsih. rumahnya tak jauh dari lokasi kebun kemarin kok, Pak.
Ternyata Pak Kades tidak mengetahui banyak mengenai identitas Hana, yang membuat Haris mendengus kesal karena ia tidak mendapatkan informasi lebih dalam tentang gadis itu. Tapi, ia sedikit senang dikarenakan gadis itu mungkin memang Nahda kekasihnya.
"Terima kasih, Pak. maaf jika saya melenceng tanya soal ini."
"Tidak apa-apa, Pak."
"Kalau begitu, saya mau lanjut patroli dulu ya, Pak Kades.. nanti kita sambung lagi."
"Silakan, Pak Haris. hati-hati..."
Haris pun pergi dari lokasi proyek tersebut dan pergi untuk mengawasi yang lain. Tapi, tujuannya itu sirna dikarenakan keinginannya untuk membongkar identitas Hana sangatlah besar. Lalu, ia pun menanyakan warga sekitar untuk mencari lokasi rumah milik minarsih tersebut. Ia sangat ingin bertemu dengannya dan menanyakan tentang kebenarannya itu. Setelah lama mencari, akhirnya ia pun sampai di rumah yang sedikit usang bercat biru dan ada beberapa berdindingkan bilik yang sudah mulai merapuk.
"Assalamu'alaikum."
Haris menunggu jawaban, tapi tak mendengar apapun dari dalam.
"Assalamu'alaikum!" panggilnya lagi.
Lalu, tak lama kemudian terdengar suara seperti membuka kunci pintu. Dan perlahan pintu itu terbuka menampilkan seseorang yang nampak di dalamnya.
"Waalaikumussalam.. hah?! Kamu lagi?!!" jawab terkejut seorang wanita. Yang membuka pintu tersebut rupanya gadis yang bernama Hana yang memang sedang berada di dalam rumah.
Melihat gadis itu yang menyambutnya, Haris pun tersenyum geli saat melihat Hana menatap tajam dirinya. "Halo, Nona. jangan memandangiku seperti itu, nanti kamu bakal jatuh hati lagi."
"Ishhh..." umpat Hana kesal. Lalu ia kembali menoleh pada Haris yang masih tersenyum mengejek.
"Mau apa kemari?" tanya Hana sedikit ketus tapi tetap lembut.
"Aku ingin mencari Bu Minarsih, apa beliau ada di rumah?"
"Tidak ada, Mak lagi di kebun. mending anda pergi deh, syuh... syuh..." usir Hana dengan tingkah lucunya.
Melihat tingkah Hana sama persis dengan Nahda membuatnya semakin yakin jika dia itu adalah pacarnya yang selama ini sudah dianggap tiada.
"Kok kamu malah usir saya? Saya kan tamu di sini."
Hana menghela nafas panjang, terlihat ia memutarkan bola matanya tanda ia malas untuk meladeni pria tersebut. "terus anda mau ngapain, Pak? Mau tiduran sama saya gitu?"
"Boleh!" jawab Haris dengan cepat dan semangat.
Hana sangat terkejut mendengar jawaban itu, "Eh-... ng-nggakk enak aja!" elak Hana yang berubah panik serta gugup menghinggapinya.
"Udah ih, aku mau sendiri di rumah. temuin Mak ku di kebun aja." usir Hana kembali.
Haris sepertinya kepikiran ide untuk menjahili Hana. Entah sejak kapan ia sangat menyukai jika ia sedang menjahili gadis itu. Saat Hana hendak masuk ke dalam rumah, tiba-tiba Haris menjerit yang membuat gadis berkebaya kuning soft itu terkejut.
"Ada tikus!"
"AAAAAAAAA!!"
karena ketakutan, Hana pun menjerit dan refleks melompat pada Haris dan dia sekarang berada dalam gendongannya.
"Aku takuut, cepat singkirkan tikusnya!" seru Hana ketakutan, tubuhnya gemetar hebat.
Sementara pria yang berpakaian seragam loreng itu justru tersenyum bangga bisa memeluk tubuh gadis itu kembali, bahkan gadis itu sendiri yang langsung memeluknya. "Udah, jangan takut... tikusnya udah gak ada," kalau nanya keberadaan tikus, memang tidak ada yang lewat. Itu hanya akal bulus Haris aja. Perlahan mata mereka kembali bertemu. Kali ini benar-benar dekat. Bahkan nafas mereka saja bisa saling tercium satu sama lain. Haris pun mulai menyingkap rambut yang menghalangi wajah cantiknya itu dengan tangannya.
"Nahda... aku sangat rindu padamu," lirih Haris tiba-tiba.
Lalu mendengar itu, seketika Hana tersadar dan turun dengan cepat, "kamu mau modus ya?!" kesalnya.
"Modus gimana? orang kamu sendiri yang peluk saya tadi." elak Haris seolah tak terima.
"Oh iya? tadi kamu panggil aku apa? Nahda? Aku Hana bukan Nahda ya!"
"Siapa juga yang panggil kamu Nahda, hm!" ujar Haris yang pura-pura merajuk.
Berurusan dengan pria itu membuat Hana semakin kesal, "hiiiiii... Mending anda pergi, sebelum-..." Hana sepertinya sedang mencari sesuatu. Lalu tak lama kemudian, ka mengambil sebuah sapu bergagang kayu dan mengangkatnya.
"Sebelum aku pukul kamu pakai sapu ini!" seru Hana garang.
"Eits.. eitsss.. kalem... oke-oke, aku pergi sekarang."
Haris pun segera pergi dari sana, dikarenakan ia tidak akan bisa jika berurusan langsung dengan gadis yang sedang dia ulik informasinya. Sebelum Haris pergi, ia sempat memandangi wajah Hana. "Hana, aku pergi dulu ya.. jangan kangen... muachh!" goda Haris sembari memberikan kiss bye.
Jika itu untuk gadis-gadis lain, sepertinya bakal banyak yang baper akan tingkah laku Haris tersebut. Tapi ini Hana.. dia justru menatap tajam dan kembali memasuki rumahnya tanpa sepatah katapun. Haris pun tertawa pelan saat melihat reaksi gadis itu. Setelah itu ia pun pergi dengan kendaraan yang ia bawa dari pengawasan proyek tadi.
***
"Ishh! lagi-lagi dia yang bikin ulah. memangnya aku salah apa?"
Saat ia bercermin, tiba-tiba raut wajah kesalnya berubah menjadi lebih tenang "tapi kok, kenapa aku selalu berdebar ya kalo dekat sama dia? Perasaan yang sama saat pertama kembali ketemu" ujar pelan Hana yang kebingungan.
"Sudahlah, mungkin hanya pikiranku aja."
Lalu Hana pun sekarang pergi ke dapur untuk mempersiapkan makanan untuk makan siang dirinya beserta Maknya. Sementara Haris, ia kembali ke posko untuk istirahat sejenak karena sekarang sudah tengah hari. Ia duduk berdampingan dengan Fahri yang sibuk dengan ponselnya.
"Sibuk amat lu," ujar Haris sembari memasukkan makanannya ke dalam mulut.
"Biasa aja. eh iya, gimana? Berhasil?"
Haris hanya menghela nafas kasar, "gagal."
Fahri menyerngit heran, "kenapa? Kok bisa?"
"Bu Narsihnya gak ada, cuma ada Hana di sana."
"Justru bagus dong, kenapa gak lu langsung gas aja?"
"Gue gak mau dia jadi lebih ilfeel. entah kenapa dia kalau lihat gue garang banget, beda sama yang lain lembut.' keluh Haris mengenai sikap Hana.
Mendengar itu Fahri tertawa mengejek, "Sabar, Bro. lama gak ketemu soalnya. jadi wajar belum kenal lu hahaha..."
Lagi-lagi Haris menghela nafasnya dengan kasar. Kemudian, ponselnya berbunyi dan menampilkan nama agung di sana.
"Halo, Gung. ada apa?"
"Ke posko nomor 5 sekarang, gue butuh bantuan lu."
"Emang kenapa?"
"Masyarakat mulai ramai berdatangan, gue gak sanggup kalo periksa hanya beberapa orang di sini."
"Yaudah gue ke sana, tunggu aja ya..."
"Oke, makasih, Ris..."
Haris pun menutup telponnya dan buru-buru memasukkannya ke dalam kantong. Seketika itu ia langsung mengambil jas kedokterannya dan beberapa alat medis yang akan ia bawa.
"Ke mana lu?" tanya Fahri yang melihat Haris tengah bersiap kembali.
"Ke posko 5 dulu, gue berangkat." pamitnya.
"Oke, hati-hati."
***
Haris kembali disibukkan dengan kegiatan dokternya dikarenakan pasien yang sakit di sana lumayan banyak akan tetapi tenaga medisnya berkurang. Jadi mau tidak mau dirinya harus ikut membantu. Tak hanya itu, teman-temannya yang satu profesinya pun sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Tugas Haris kali ini untuk penyuntikkan vaksin agar warga di sana tidak mudah terserang penyakit. Sudah hampir 3 jam, akhirnya semuanya beres. Semua warga yang berkumpul hampir tidak ada yang datang kembali. Haris pun menghampiri agung yang sedang sibuk memeriksa pasiennya.
"Gung... gue keluar dulu ya, cari angin."
"Boleh, Ris.. duluan aja, nanti gue nyusul."
"Oke."
Haris keluar posko untuk mencari udara segar. 3 jam menangani warga hampir membuatnya sedikit kelelahan. Ia pun duduk di tepian yang memang cukup sepi, dengan foto dan kalung yang ia bawa seperti biasanya. Dirinya belum menceritakan apapun tentang gadis itu pada agung karena kesibukannya masing-masing. Kenapa Agung harus tau? Karena dia juga teman dekatnya. Hanya Fahri dan Agung yang rela berteman dengannya tanpa status sosial.
"Mungkin nanti gue cerita semuanya sama Agung." batinnya.
"Dokter Haris." sapa seseorang dari belakang. Haris yang menoleh melihat Lita yang mulai mendekat hanya terdiam. Lita yang baru sampaipun ikut duduk di sampingnya bahkan sangat dekat. Karena Haris risih, ia pun bergeser agar tidak berdekatan dengan gadis itu.
"Dokter ngapain di sini sendirian? Nungguin aku ya?" tanyanya dengan kepercayaan yang tinggi.
Tapi Haris hanya membalas dengan tatapan tajam, "Ngapain ke sini? sana pergi, saya mau sendirian." usirnya.
Lita mendecak dalam hati dikarenakan Haris selalu menolak kehadirannya. "Kamu kenapa sih? Setiap aku pengen deket sama kamu, kamu selalu kaya gini? aku itu kurang apa, Ris?! Aku cantik, aku berpendidikan, aku juga sama kaya kamu seorang dokter."
Haris memandang Lita dengan datar dan dingin, "tapi lu bukan tipe gue." ujarnya datar dan menohok.
Mendengar itu Lita sangat terkejut. Lalu pandangannya jatuh pada sebuah foto yang Haris pegang, dan ia pun merebutnya dari Haris. Melihat Lita merebut foto Nahda tanpa izin membuatnya menatap Lita dengan marah.
"Jadi karena ini kamu selalu nolak aku?"
"Kembalikan!" tegas Haris.
Mereka saling bertatapan tajam, terlebih Haris jika sudah menatap orang dengan tatapannya yang tajam siapapun akan takut padanya. "Aku itu suka kamu udah lama, dan kamu masih cinta aja sama perempuan ini, yang bahkan dia itu gak ada di samping kamu alias udah mati!"
Omongan Lita tersebut membuah Haris menggeram marah. "Jaga omongan lu ya! Kalau emang udah mati, masalah lu kenapa?!! Cari cowok lain sana!" bentak Haris. Ia sudah sangat capek dan muak jika berhadapan dengan gadis itu. Lalu dengan cepat ia pun merebut foto itu lagi dan segera pergi meninggalkan Lita seorang diri.
Entah kenapa dia selalu mengganggunya. Dari awal ia jadi dokter di sebuah rumah sakit tentara, ia bertemu Lita sebagai juniornya. Dari sanalah Lita memiliki obsesi untuk mendapatkan Haris. Walaupun Haris dengan terang-terangan menolaknya. Lita masih memandangi punggung Haris yang kian menjauh sembari menatapnya dengan tajam "awas ya lu, Haris... sebentar lagi mungkin lu bakal sujud di kaki gue, untuk nerima cinta lu." gumamnya marah.