"Daripada ukhti dijadikan istri kedua, lebih baik ukhti menjadi istriku saja. Aku akan memberimu kebebasan."
"Tapi aku cacat. Aku tidak bisa mendengar tanpa alat bantu."
"Tenang saja, aku juga akan membuamu mendengar seluruh isi dunia ini lagi, tanpa bantuan alat itu."
Syifa tak menyangka dia bertemu dengan Sadewa saat berusaha kabur dari pernikahannya dengan Ustaz Rayyan, yang menjadikannya istri kedua. Hatinya tergerak menerima lamaran Sadewa yang tiba-tiba itu. Tanpa tahu bagaimana hidup Sadewa dan siapa dia. Apakah dia akan bahagia setelah menikah dengan Sadewa atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
"Kalau kamu mau tahu banyak hal tentangku, tidurlah di kamarku."
Syifa langsung menegang, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke arah lain, berusaha menyembunyikan wajahnya yang semakin merah.
Sadewa terkekeh pelan, senyumnya semakin lebar melihat reaksi polos dari istrinya itu. "Aku tidak akan melakukan apa-apa, Syifa. Tapi kalau kamu memang ingin mengenalku lebih dekat, tempat terbaik untuk memulai adalah di kamar."
Syifa menggigit bibir bawahnya, masih malu-malu. “Kamar Mas Dewa?”
“Iya. Kamar yang ada di sebelah kamarmu. Selama kita berbicara, pelayan bisa leluasa menata barang-barang kamu di kamar."
Syifa masih diam. Tapi tubuhnya tak bergerak pergi. Sadewa memperhatikannya sejenak, lalu dengan lembut, dia mengulurkan tangannya. “Ayo. Kita sudah halal kan?"
Syifa menatap tangan itu. Beberapa detik dia ragu, lalu akhirnya perlahan dia menyambut uluran itu. Jantungnya berdetak semakin kencang. Ini pertama kalinya dia menyentuh tangan laki-laki selain ayah dan saudaranya. Sekarang tangan itu digenggam erat oleh suaminya. Terasa sangat hangat.
Keduanya berjalan bersama melewati tangga menuju kamar Sadewa. Saat pintu dibuka, aroma lembut langsung menyapa. Kamar itu tak hanya luas, tapi juga hangat. Berbeda dengan kesan formal ruang kerjanya, kamar itu memiliki sisi pribadi yang membuat hati terasa tenang.
Syifa berdiri di ambang pintu, matanya menyapu ruangan. Ada rak buku besar di sisi kiri, ranjang king size dengan sprei abu-abu bersih, dan lampu meja yang menyala redup.
Sadewa menoleh padanya dan menggodanya lagi. “Kalau mau tidur di sini tidak apa-apa.
Syifa menunduk, lalu pelan-pelan berjalan masuk. “Hmm, aku ...." Dia duduk di tepi ranjang sambil memainkan tangannya sendiri.
"Jangan jauh-jauh. Santai saja," kata Sadewa sambil duduk di tepi ranjang lain. Dia terus menatap Syifa.
"Aku boleh tanya sesuatu?" ucap Syifa pelan, nyaris seperti bisikan sambil sedikit menggeser badannya agar tidak terlalu jauh dengan Sadewa.
"Tentu saja. Mau tanya apa?"
“Mas Dewa dapat kekayaan sebesar ini dari mana? Maksudku, Mas Dewa pemimpin perusahaan apa?”
“Aku pemilik perusahaan. Namanya Radema Foods.”
“Radema Foods? Produk makanan instant yang sangat besar itu?"
Sadewa tersenyum. “Iya. Sudah empat tahun aku menjalankan bisnis ini. Sekarang sudah ekspor ke beberapa negara Asia Tenggara.”
Syifa terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi itu. Pria yang kini duduk hanya satu meter darinya—yang kini sah menjadi suaminya—ternyata bukan hanya tampan, tapi juga pemilik dari merek makanan ternama yang selama ini sering dia beli tanpa tahu siapa pemiliknya.
“Pantas Mas Dewa sangat kaya,” gumam Syifa pelan.
"Kekayaan yang aku miliki tidak ada apa-apanya. Semua ini masih kalah berharga denganmu."
Syifa buru-buru menunduk, wajahnya langsung merah padam. Sadewa terkekeh pelan melihat reaksi itu.
“Aku tidak mau kamu merasa terbebani karena kekayaanku, Syifa. Aku menikahimu bukan karena kamu bisa selevel denganku dalam harta. Aku menikahimu karena aku memilihmu dan aku akan menyayangimu."
"Aku harap Mas Dewa tidak menyesal telah memilihku."
"Tidak akan. Mungkin kamu yang akan menyesal telah menerimaku. Aku hanya manusia yang penuh dosa dan tidak sempurna."
"Jangan menilai diri sendiri seperti itu. Hmm, aku boleh bekerja di perusahaan? Jadi apapun tidak apa-apa," pinta Syifa. Setelah dia pikir-pikir, dia tidak mungkin hanya di rumah saja. Sudah lama dia ingin bekerja di perusahaan. Dia juga lulusan S1 tapi paman dan bibinya selalu melarang ketika dia akan melamar pekerjaan.
"Iya, tentu saja boleh. Kamu mau jadi direktur pun tidak apa-apa."
Syifa tersenyum mendengar hal itu. "Tidak. Cukup jadikan aku staf biasa saja karena aku juga tidak punya pengalaman apapun meskipun aku lulusan S1."
Sadewa menganggukkan kepalanya. "Oke. Besok biar Hendri yang mengurus posisi kamu."
"Tapi rahasiakan hubungan kita. Aku tidak mau ada karyawan Mas Dewa yang tahu kalau aku istri Mas Dewa."
Dewa semakin mendekatkan kepalanya dan menatap Syifa. "Oke, tapi aku akan tetap menjagamu dari jauh."
"Aku bisa jaga diri. Mas Dewa tidak perlu terlalu khawatir." Senyum di bibir Syifa semakin mengembang. Kehidupannya benar-benar akan berubah. Dia kini beringsut dan merebahkan dirinya.
Sadewa hanya menatap Syifa. Dia ikut bahagia jika Syifa bahagia. "Kamu tidur di sini saja. Aku tidak akan melewati batas. Aku akan melakukannya saat kamu mau dan sudah mencintaiku."
"Tapi bukankah kewajiban seorang istri melayani suaminya. Maaf, mungkin Mas Dewa mengira aku akan menolak jika Mas Dewa minta, bukan begitu. Aku hanya ...."
Tiba-tiba saja Sadewa menarik tangan Syifa hingga tubuh Syifa mendekat.
Syifa sangat terkejut. Jantungnya berdetak sangat cepat. Apa Sadewa benar-benar akan melakukannya?
"Jadi, kamu mau ...."
harus di ajak ngopi² cantik dulu si Lina nih😳😳😳
musuh nya blm selesai semua..
tambah runyam...🧐
mungkin kah korban itu sebuah jebakan🤔🤔🤔