Berawal dari ganti rugi, pertengkaran demi pertengkaran terus terjadi. Seiring waktu, tanpa sadar menghadirkan rindu. Hingga harus terlibat dalam sebuah hubungan pura-pura. Hanya saling mencari keuntungan. Namun, mereka lupa bahwa rasa cinta bisa muncul karena terbiasa.
Status sosial yang berbeda. Cinta segitiga. Juga masalah yang terus datang, akankah mampu membuat mereka bertahan? Atau pada akhirnya hubungan itu hanyalah sebatas kekasih pura-pura yang akan berakhir saat mereka sudah tidak saling mendapatkan keuntungan lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"E-elu Direktur Utama Anggara Group?" Yasmin tidak mampu lagi berkata-kata.
"Ya, sekarang kamu tahu bukan? Kamu sedang berhadapan dengan siapa? Apakah kamu akan memanggilku sebagai pria miskin lagi?" Brian menarik sebelah bibirnya. Tersenyum miring. Yasmin hanya diam. Tidak mampu menjawab apa pun.
"Jadi, Anda adalah Tuan Brian Anggara? Pemimpin Anggara Group yang misterius itu. Tidak ada satu pun media yang meliput Anda meski hanya sekedar mengunggah foto saja. Selain klien dan orang terdekat Anda, tidak ada siapa pun yang tahu Anda," ujar Ines. Ia benar-benar terkejut. Ternyata, ia bisa bertemu langsung dengan pria yang selama ini selalu menjadi rasa penasaran para kaum hawa.
"Ya, betul sekali."
"Astaga, mampus Lily. Dia salah cari lawan. Habis ini ...."
"Kenapa? Kamu mengkhawatirkan sahabatmu yang menyebalkan itu?" tanya Brian. Ines hanya diam. Sungguh, hatinya gelisah memikirkan Lily.
"Tuan Brian, saya sungguh minta maaf. Beri saya kesempatan satu kali lagi. Saya dan putri saya berjanji tidak akan kurang ajar lagi." Pak Santoso terus saja meminta maaf. Beberapa kali menunduk hormat. Sungguh, ia sangat berharap Brian akan sedikit berbaik hati padanya.
"Apakah kamu pikir semua akan semudah itu? Tapi ... Melihat kinerjamu yang bagus selama bekerja di Anggara Group, mungkin aku bisa memberi satu kesempatan lagi," kata Brian tegas.
Wajah Pak Santoso pun nampak semringah. "Tuan, saya yakin kalau memang Anda adalah orang yang baik hati. Anda tidak akan melibatkan masalah pribadi dengan pekerjaan bukan?"
"Tentu saja. Hanya saja semua tidak semudah itu. Aku ingin, putrimu bersujud di depan Lily. Meminta maaf padanya."
"Elu gila?! Gue harus bersujud di depan Lily? Cih! Tidak sudi!" tolak Yasmin mentah-mentah. Brian justru tersenyum saat melihatnya. Berbeda dengan Pak Santoso yang langsung merangkul lengan putrinya dan menatapnya penuh harap.
"Yasmin, kali ini menurut pada papa. Kamu harus melakukan apa yang Tuan Brian perintahkan. Untuk meraih posisi papa saat ini, butuh perjuangan yang besar. Jangan sampai hancur dengan mudah atau kamu akan kehilangan kemewahan," kata Pak Santoso begitu meminta.
"Pa ...."
"Kalau tidak setuju, tidak apa. Jangan dipaksa. Lagi pula, aku mau permintaan maaf yang tulus."
"Saya setuju, Tuan. Besok saya akan mengajak putri saya untuk bersujud di depan Nona Lily. Saya berjanji Tuan, saya akan menasehati putri saya ini," ujar Pak Santoso dengan sangat sopan. Tidak peduli meski Yasmin sudah menggerutu kesal.
"Baiklah. Besok temui Lily dan lakukan itu. Aku akan bersamanya jadi akan kulihat setulus apa permintaan maaf itu."
"Baik, Tuan. Terima kasih banyak. Kalau begitu, kami pamit pulang." Pak Santoso menunduk hormat lagi. Rasanya sudah tidak tega melihat Yasmin yang sudah gelisah. Pengaruh obat itu masih terus berjalan ternyata.
"Semua belum selesai." Perkataan Brian itu menghentikan langkah mereka. "Putrimu sudah menampar wanitaku. Aku sudah menjaganya sepenuh hati. Tidak ada siapa pun yang boleh menyakitinya. Jadi, aku ingin balasan itu, tiga kali lipat."
"Tu-Tuan, apakah maksudnya saya harus menampar putri saya tiga kali?"
Brian mengangguk cepat. "Kamu sudah paham apa maksudku ternyata."
"Pa ... apakah Papa akan melakukan itu?" tanya Yasmin cemas. Wajahnya penuh dengan ketakutan. Lebih dari dua puluh tahun hidup bersama sang papa. Lelaki itu terus saja memanjakannya. Mana mungkin sang papa akan melakukan itu bukan?
"Maafkan papa, Sayang."
Plak!
Plak!
Plak!
Tiga tamparan itu benar-benar mendarat di pipi Yasmin. Membuat semua yang berada di ruangan itu tercengang. Apalagi teman-teman Yasmin. Padahal mereka semua tahu kalau Yasmin adalah anak kesayangan ayahnya. Namun, sekarang mereka seperti melihat kebalikannya.
Setelah merasa puas, Brian menyuruh mereka untuk segera keluar dari ruangan itu. Memerintah mereka untuk tidak mengambil video ataupun foto. Terlebih lagi, mengunggahnya ke sosial media. Brian mengancam akan memberi hukuman kepada siapa pun yang berani melakukan hal itu.
"Tuan, sebagai sahabat Lily, saya sungguh minta maaf atas kekurangan ajaran Lily kepada Anda. Saya akan memberitahunya setelah ini," kata Ines penuh hormat. Saat ini di ruangan itu hanya ada Brian, Yosep, Ines dan Arvel saja.
"Kamu tidak perlu meminta maaf. Lebih baik sekarang kamu pulang, biar Arvel yang mengantarmu. Ini sudah malam. Tidak baik anak gadis pulang malam-malam sendirian," perintah Brian.
"Kak, kamu belum menjelaskan padaku. Sebenarnya ada hubungan apa kamu dengan Lily? Apa kalian benar-benar berpacaran?" tanya Arvel menuntut jawaban.
"Bukankah kamu sudah mendengarnya tadi? Aku tidak akan membiarkan siapa pun merusak hubunganku dengan Lily. Jadi, lebih baik kamu tidak terlalu banyak bicara." Brian tersenyum sinis.
"Kak ...."
"Sekarang kamu antar dia pulang. Oh ya, soal Om Faiz, kamu tidak perlu khawatir. Aku sudah menghubunginya dan semua tidak ada masalah. Jadi, kamu jangan mencemaskan apa pun."
Ines mengangguk, lalu pergi bersama dengan Arvel. Walaupun rasanya sangat berat, tetapi Arvel tetap keluar dari ruangan itu. Ia tidak mungkin menambah amarah Brian atau semua tidak akan baik-baik saja.
"Tuan, Anda sungguh sangat hebat. Anda benar-benar membela Nona Lily seperti Anda membela kekasih yang paling Anda cintai," ujar Yosep menahan tawa. Ini bukan pujian. Lebih terdengar seperti sebuah sarkas. Walaupun Brian belum tentu menyadari hal itu.
"Apa maksudmu? Kamu mau bilang kalau aku tergila-gila dengan gadis kecil menyebalkan itu? Tidak akan! Aku hanya membantunya saja," bantah Brian tegas.
"Ya, Tuan. Lain di mulut lain di hati. Menilik apa yang dilakukan Anda tadi, seperti seorang pria yang sedang membela wanita yang dicinta—"
"Yosep, tutup mulutmu sebelum aku kesal padamu!"
"Baik, Tuan. Maafkan saya. Oh ya ... Apakah Nona Lily masih di kamar?"
"Hmmm."
"Apakah kalian melakukan itu?" tanya Yosep penasaran.
"Kepo sekali."
"Saya tidak kepo, Tuan. Hanya saja ...." Yosep mengecilkan suaranya. "Apakah kemampuan Tuan Brian sangat payah. Kenapa belum ada satu jam sudah selesai? Bahkan, dia tidak terlihat kelelahan sama sekali." gumam Yosep. Masih bisa didengar oleh Brian. Seketika lirikan maut dari Brian terasa menusuk hati Yosep. Membuat lelaki itu bersikap siaga.
"Bilang apa kamu! Kamu mau menghinaku? Apa gajimu terlalu besar bulan ini? Yosep ... sepertinya kamu terlalu banyak bicara. Jadi ...."
"Maaf, Tuan. Saya ke kamar dulu. Silakan Anda lanjutkan ronde kedua bersama Nona Lily. Selamat bersenang-senang, Tuan."
"Yosep!!!!!! Aku tidak akan memberimu bonus bulan ini!" teriak Brian kencang. Namun, Yosep sudah terlebih dahulu pergi meninggalkannya. Meninggalkan Brian dalam kekesalan. "Kurang ajar sekali dia bilang kemampuanku payah. Dia belum tahu saja kalau aku ini sangat kuat!"
kenapa Lily begitu syok melihat Om tampan datang yang ikut hadir dimalam itu 🤦