Aku yang menyimpan setiap cerita dalam diamku. menuangkan setiap rasa pada pena didalam kertas putihku. Aku yang takut kamu tahu, meski aku ingin kamu melihat aku yang menyimpan rasa kepadamu. Sampai kapan aku harus menunggu atau menyimpannya dalam diamku dan merelakanmu bahagia atas rasa dihatimu.
setiap hari dipinggir danau ini aku menunggunya.. ditemani gitar tua peninggalan ayah, yang selalu mengiringi suaraku dan dia saat bernyanyi..
ibarat kaca hatiku telah pecah berkeping-keping .. seperti petir yang menyambar disiang hari .. saat mendengar ceritanya .. dia yang mencintai sseorang dan itu bukan aku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Uswatun Khasanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Bukan karena Dia, tapi Kita
Arfan mengantarku pulang sampai depan gerbang, karena ku tahu Reska sudah tak lagi datang kerumah seperti biasanya. Saat aku mengajak Arfan masuk kerumah untuk pertama kalinya, aku malah mendapati Reska yang sedang mengeringkan rambut dengan handuk. Aku terkejut dan menoleh ke arah Arfan.
"kenapa ? Lo kaget ? Kaya ngga biasa ngeliat gue dirumah ajah." Ucapnya.
"mas reska dari tadi nungguin mba laury pulang. Karena kelamaan jadi dia mandi disini." Jelas Bibi Ronah sambil menyuguhkan secangkir teh di atas meja.
"tolong buatin satu lagi ya, bi." Ucapku.
"arfan , duduk." Ucapku gugup.
Aku takut Reska mengeluarkan kata - kata yang tak nyaman jika bertemu Arfan.
"dari mana aja lo ?"
"gue yang ngajak dia buat belanja sama makan siang tadi." Arfan menjawabnya.
"bukannya istirahat. Lo kan tau besok kita ada perjalanan, kalo dia kecapean trus sakit gimana ?"
"gue udah peringatin lo ya dari awal, gue ngga akan tinggal diam kalo sampe terjadi apa- apa sama dia."
"reska.." ucapku.
"res, kita kan udah tenang selama beberapa hari. Kenapa sih lo selalu berprasangka buruk sama arfan ? Pernah ngga gue bersikap begitu ke kiky ? Gue setuju aja kan sama pilihan lo, karena gue percaya lo memilih sesuatu yang baik." Jelasku.
"lo ngga tau siapa dia, ges."
"gue tau dia. Gue tau dia anak genk motor. Lo juga kan ? Selama ini lo ngga pernah cerita tentang itu ke gue."
"pengecut tau ga !. Dia yang baru kenal gue ajah berani buka siapa dirinya. Lo yang udah kenal lama sama gue, segitu ngga percayanya sama gue ?."
"ya karena gue tau lo ngga akan suka." balasnya pelan.
"tapi lo lakuin kan ? Terus kenapa kalo sekarang gue mau deket sama dia yang ikut perkumpulan genk motor ?"
"apa bedanya gue deket sama lo dan gue deket sama dia, yang kalian sama- sama genk motor."
"ya gue beda sama dia, ges." Tegasnya.
"res, lo tau gue, lo kenal gue lebih dari siapapun. Gue ngga akan mau ngejalanin sesuatu kalau gue merasa itu ngga baik buat gue. Kalau gue merasa dia bukan orang yang baik buat gue. Gue akan menjaga jarak dengan sendirinya."
"kalau gue terima dia, itu artinya gue tau dia baik. Kalau pun dia ngga baik, setidaknya dia ngga akan berbuat jahat sama gue." Jelasku.
Reska tahu tentangku yang mampu merasakan baik atau buruknya orang - orang yang mendekatiku. Karena aku akan menolak dengan sendirinya jika memang aku merasa dia tidak baik untukku.
"yaudah, lo pulang sana. Biarin dia istirahat." Suruh Reska kepada Arfan.
"kalau dia pulang, lo juga pulang." Tegasku.
"res, bisa ngga sih kita senyaman dulu ? Seasik dulu? Please banget gue capek berdebat sama lo. Gue ngga pengen."
"ya lo nya ajah yang udah ngga asik semenjak ketemu ni orang."
"tuh , lo yang mulai. Gue ngga pernah yaa ketus atau berkomentar apapun didepan kiky yang bikin hubungan jadi ngga nyaman. Tapi lo setiap kali ketemu arfan selalu ribut mulu. Heran gue, res. Capek tau ngga." Jelasku.
Reska terus menatap Arfan dengan tatapan yang tidak mengenakkan.
"gue colok nih mata lo." Ucapku.
"ry, kayanya gue harus pulang deh. Udah mau malem." Izin Arfan.
"udah mau malem, soalnya mau siap- siap sama genk motornya." Gumam Reska.
"brisik."
"ayo gue anter sampe depan." Ucapku.
Aku mengantar Arfan sampai gerbang. Menunggunya bersiap- siap mengenakan helm.
"lo, ngga ada balapan kan malam ini ?" Tanyaku.
"kenapa ? Takut ?" Tanyanya sambil tersenyum dan memakai helm.
"ngga, gue akan anteng di rumah sesuai permintaan lo." Jawabnya.
"hati- hati ya." Ucapku.
"bye.." Ucap Arfan sambil mengelus kepalaku.
"bye.." Balasku sambil melambaikan tangan.
Ternyata Reska memperhatikanku sambil meniru gerakanku. Aku mengambil sandalku untuk memukulnya dan mengejarnya kedalam.
"lo ngga mau pulang apa udah malem tau." ucapku.
"lo ngusir ?" ucapnya sambil bermain game diponselnya.
"ngga. Ya maksud gue besok tuh kita harus berangkat pagi-pagi, lo juga kan harus beresin barang bawaan lo."
"lagi dari siang juga lo udah disini, ngga capek apa ?"
"ngga , orang gue tidur siang. Makanya gue tadi mandi."
"cari makan dulu yuk." ajaknya sambil membangunkan tubuhnya.
"ayo." paksanya sambil menarikku.
Malam ku kembali seperti malam- malam biasanya. Ada Reska didalamnya, ada suaranya, ada ceritanya dan ada dirinya dihadapanku.
"lo udah baikan sama kiky ?" Tanyaku.
"udah."
Aku menganggukkan kepalaku dan tak tahu harus berkata apalagi kepadanya.
"lo sendiri ada perkembangan apa sama dia ?" Tanyanya.
"perkembangan apa ? Sama ajah gue cuma temenan." Jawabku.
"lo yakin ? keliatan loh dia ada maksud tertentu deketin lo." Ucap Reska.
"terus kenapa ? Gue tau dia suka sama gue dan ngga ada masalah baik gue ataupun dia." Jelasku.
"terus lo mau ngegantung dia gitu ajah ?"
"mati di gantung."
"gue serius." ucap Reska.
"gue ngga bisa ngasi kepastian , res."
"ya jangan ngasih harapan dong." ucap Reska.
"dia sendiri, atas kemauannya sendiri untuk berada di dekat gue."
"lagi pula bukannya ada seseorang ya yang so so an nitipin gue ke dia." Sindirku.
"ya itu kan karena gue tau lo bahagia banget sama dia."
"apa iya ?" Sahutku.
"terus menurut lo gue ngga bahagia sama lo ?" Tanyaku.
"ya.. bahagia.. Buktinya lo masih mau main sama gue."
"ha.. Haa.." Ledekku.
"ges."
"hem ?"
"sorry, kalau disekolah gue ngga bisa sedeket dulu sama lo." Ucapnya.
"udah tau. Abis ini juga ngga dimana- mana kita ngga bisa deket."
"jangankan disekolah yang masi di liat banyak orang. Apalagi diluar sekolah yang diluar jangkauan matanya. Lo pikir dia bakal percaya ?"
"yaa yang penting kan ngga sampe ketawan dia." Sahutnya.
"eh lo mikir ngga sih, kalo sampe ketawan, yang jelek nama siapa ? Gue gue juga." Tegasku.
"lo yang berbuat , gue yang kena imbas." lanjutku.
"terus lo ngga mau ngelakuin itu buat gue." Melasnya.
"hah ? Masih nanya lagi." Balasku.
"gue aja mau, nolongin lo sampe ke kantor polisi. Gue nolongin lo sampe pura- pura jadi pacar lo."
"eh beda urusan yaa, ini sama sekali ngga ada hal tolong menolong." Balasku.
"kok bisa temen gue sebego ini. Belajar makanya jangan bolos kelas mulu buat maen bola." Ucapku.
"kok mulut lo jadi kasar sih ? Nih dulu lo ngga begini loh. Wah nih pasti gara- gara lo kelamaan main deh sama si cowo tengil itu."
"eh stop ngga lo nyalah- nyalahin orang mulu. Gue begini karena emang hati gue. Gue begini emang karna lo yang udah mulai ngeselin. Oh mungkin aja ini semua gara- gara lo kali yaa, semenjak lo pacaran sama kiky." Balasku.
"loh kok lo jadi bawa- bawa kiky."
"nah ngga suka kan ? udah diem deh ! Awas lo ya gue denger lo nyalah- nyalahin arfan lagi." Tegasku.
.
.
.
