Ikuti setiap bab nya dan jangan lupa tinggalkan dukungannya ♥️
****
Anindira dan Anindita adalah saudari kembar yang terpisah sejak lahir. Keduanya memiliki nasib yang berbeda, Anindira sudah menikah tetapi dirinya selalu di sakiti oleh sang suami dan tidak mendapatkan kebahagiaannya. Sementara Anindita, dirinya hanya bisa menghamburkan uang dan angkuh.
Suatu hari, tanpa sengaja Anindita menggantikan peran Anindira. Dirinya masuk ke dalam kehidupan suami Anindira, dan tidak menyangka betapa hebat saudari kembarnya itu bisa hidup di tengah-tengah manusia Toxic.
Bagaimana kehidupan mereka selanjutnya?
SO STAY STUNE!
NO BOOM LIKE, BACA TERATUR DAN SEMOGA SUKA 😍🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom AL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 12 TWINS A
Tepat pukul satu siang, teman-teman sosialita Zuma datang. Mereka pun saling sapa dan cipika-cipiki. Zuma mempersilahkan tamunya masuk, hari ini mereka akan mengadakan kocok arisan. Ya, Zuma sampai lupa jika tidak di ingatkan oleh teman-temannya, dan itu semua karena pernikahan Daffa.
"Daffa sudah pergi ke kantor ya, Jeng?" tanya salah satu teman Zuma yang bernama Iris.
"Biasalah, Jeng. Daffa itu kan anaknya disiplin, bertanggungjawab, dan tepat waktu. Mana mungkin jam segini dia belum pergi ke restoran." jawab Zuma penuh kesombongan.
Anindira datang membawa makanan serta minuman untuk tamu Ibu mertuanya, dia berusaha sopan dan ramah. Dirinya tidak ingin mempermalukan keluarga Daffa.
"Eh, Jeng. Aku baru lihat wanita ini, siapa dia?" tanya Niken, melirik Anindira yang masih meletakkan makanan di meja.
"Oh, dia..." Zuma melengos kesal. "Dia pembantu baru dirumah ini."
Deg
Jantung Anindira seperti berhenti berdetak, dia menahan tangis yang hendak pecah. Dirinya menarik napas dalam-dalam dan berusaha menenangkan diri.
"Pembantu? Cantik, ya? Awas loh, Jeng. Nanti Daffa kepincut sama pembantunya sendiri, mana masih muda lagi. Benarkan, Jeng Iris?" Niken menyenggol lengan Iris yang duduk bersebelahan dengannya."
Zuma mengangkat sudut bibirnya. "Tidak mungkin selera Daffa wanita seperti dia!"
Anindira menatap Ibu mertuanya dengan nanar, dia segera pergi dari tempat yang membuat hatinya sangat sakit, dan perasaannya terluka.
"Kenapa kau bicara seperti itu, Jeng? Kau terlihat sangat membencinya." tanya Manda.
"Aku tidak suka dia bekerja disini! Tapi Daffa, putraku itu membawanya kerumah ini dan memintaku untuk menerimanya. Heh. Lagipula, aku sudah berencana untuk menjodohkan Daffa dengan anak sahabatku. Dia itu cantik, modis, terlahir dari keluarga kaya, dan pastinya sepadan dengan keluarga kami." Zuma mengeraskan suaranya agar Anindira mendengar.
Di dalam kamar, Dira menutup pintu dan menguncinya. Dia terduduk lemas di lantai mengingat ucapan Zuma yang mengatakan dirinya seorang pembantu.
"Lebih baik aku bekerja keras, tidak digaji daripada menerima hinaan seperti ini. Aku juga terpaksa menikah dengan Daffa, tapi Bu Zuma, selalu menyalahkanku." isak Anindira menyembunyikan wajahnya, dia tertunduk lemah.
Saat masih dilanda kesedihan, tiba-tiba ponsel Anindira berdering. Wanita itu segera mengambil ponselnya dan melihat panggilan masuk.
"Mama?" ucapnya pelan, Dira pun bergegas menghapus air mata dan menarik napas dalam-dalam. Lalu, dirinya memencet tombol hijau yang tertera di layar ponsel.
"Halo, Ma." sapa Anindira setelah panggilan tersambung.
📱"Halo, Sayang. Bagaimana kabarmu, Nak? Kau baik-baik saja kan? Apa Bu Zuma bersikap kasar padamu?" Mely langsung memberikan pertanyaan yang beruntun, entah mengapa hatinya tidak tenang setelah Anindira pergi.
"Pelan-pelan, Ma. Satu persatu bertanya nya." Anindira menyembunyikan kesedihan. "Dira baik-baik saja, Bu Zuma dan juga Daffa, mereka bersikap baik pada Dira. Bahkan, mereka menyambut Dira dengan hangat. Mama jangan khawatir."
📱"Kau bohong, Nak."
Anindira tercengang, bagaimana sang Mama bisa tahu dirinya berbohong. ''Tidak, kenapa Mama bicara seperti itu?"
📱"Mama yang mengandungmu selama sembilan bulan, Dira. Mama juga yang melahirkanmu, Mama mengajarimu berjalan, berbicara dan bersikap. Mama yang merawatmu selama dua puluh delapan tahun, jadi Mama tahu, bagaimana perasaan anak Mama saat ini." ucap Mely dengan penuh kelembutan membuat Anindira tidak bisa menahan tangisannya.
"Ma," Isak Anindira tertahan.
📱"Sayang, pulanglah kalau kau tidak betah tinggal disana. Orang tuamu masih ada. Kita akan berusaha mencari jalan, untuk mengembalikan uang Daffa."
"Tidak, Ma. Ini sudah menjadi keputusan Dira, dan Dira harus menjalaninya. Pernikahan Dira baru satu hari, Dira yakin bisa menghadapi segala rintangan yang ada ataupun yang akan datang." ucap Dira penuh keyakinan.
Mely menangis diujung telepon, tetapi dia tidak memperlihatkannya pada Anindira, takut jika putrinya itu semakin sedih.
📱"Mama percaya kau bisa, Nak. Mama yakin kau pasti sanggup menjalaninya. Tapi, sekali lagi Mama katakan. Pulanglah jika kau merasa tidak tahan tinggal dirumah itu."
"Dira akan ingat perkataan Mama."
📱"Baiklah, Mama harus mengantarkan cake pesanan pelanggan, dan membuka toko. Kau jaga dirimu baik-baik." Mely memejamkan mata, merasakan kepedihan putrinya. Setiap jam makan siang, toko akan tutup karena Mely juga harus istirahat. Dia tidak memiliki karyawan, maka dari itu harus pintar mengelola waktu.
"Iya, Ma. Jaga kesehatan Mama dan Papa, Dira tutup dulu teleponnya."
Panggilan terputus, Anindira tidak tahan berbicara terlalu lama seperti ini. Dadanya sangat sesak karena menahan tangisan.
Di ruang tamu, para Ibu-ibu sosialita itu bergurau, mereka tidak mengetahui ada hati seseorang yang terluka di atas sana, lebih tepatnya di dalam kamar.
"Tante?" panggil seorang wanita cantik yang seumuran dengan Anindira, dirinya berpakaian modis dan elegan. Dia berjalan mendekati Zuma dengan senyum merekah.
BERSAMBUNG
mudah2 an mereka saling menerima 1 sama lainnya