NovelToon NovelToon
Loka Pralaya: The Begining

Loka Pralaya: The Begining

Status: sedang berlangsung
Genre:Matabatin / Dunia Lain / Perperangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Margiyono

Prita dihantui mimpi-mimpi samar tentang sosok misterius dan sosok asing bernama Tana' Bulan. Di tengah kesehariannya yang tenang di Loka Pralaya bersama sahabat-sahabatnya, Wulan dan Reida, serta bimbingan bijak dari Nyi Lirah, mimpi-mimpi itu terasa lebih dari sekadar bunga tidur.

Sebuah buku kuno berkulit, Bajareng Naso, menjadi kunci misteri ini. Ditulis oleh Antaboga, legenda di dalamnya menyimpan jejak masa lalu Prita yang hilang—ingatan yang terkubur akibat pengembaraannya melintasi berbagai dunia. Nyi Lirah yakin, memahami legenda Bajareng Naso adalah satu-satunya cara untuk memulihkan kepingan-kepingan memori Prita yang berserakan.

Namun, pencarian kebenaran ini tidaklah mudah.

Akankah Prita berhasil memecahkan misteri mimpinya dan memulihkan ingatannya yang hilang? Siapakah tamu tak diundang itu, dan apa hubungannya dengan rahasia yang dijaga oleh Luh Gandaru?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Margiyono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dua Mata-mata

Semakin siang, suasana di balairung Bannaruma semakin tegang, raut muka Fonda Ono dan Panalung Tikan semakin kaku dan nampak saling menunjukkan perbedaan arah.

Sementara Sikara Lewa dengan penuh curiga memperhatikan tingkah kedua menterinya. Ia kembali menatap Panalung Tikan, sorot matanya tajam hingga membuat bulu kuduk menterinya itu berdiri tegang.

“Panalung!” panggil Sikara Lewa, “apa maksudmu dengan seseorang itu?”  katanya.

“Ba .. baik Tetua,” jawab Panalung Tikan gugup, “tapi sebelum saya menjawab pertanyaan itu, tolong ijinkan saya menjelaskan duduk perkaranya dulu.” Katanya sambil membungkukkan badannya sebagai isyarat meminta ijin.

Kesabaran Sikara Lewa habis, gemeretak giginya terdengar sampai ke telinga Panalung Tikan. Namun sebelum Sikara Lewa terlanjur meluapkan amarahnya, dengan segera penasehat utamanya menghalanginya.

“Tetua!.... saya mohon harap dengar dulu penjelasan dari Panalung Tikan, .. saya yakin dia punya alasan kuat untuk mengatakan hal itu.” pinta Draven.

Mendengar permintaan dari penasehatnya itu, Sikara Lewa agak menurunkan tensi amarahnya, ditariknya nafas dalam-dalam. Dan setelah ia merasa agak  tenang, dengan sorot mata yang masih tajam ia berkata kepada Panalung Tikan.

“Hmmm.... baiklah, tapi jika jawabanmu hanyalah omong kosong lagi, maka setelah ini, aku tak akan mengampunimu Panalung!” ancam Sikara Lewa.

Panalung Tikan membungkuk dan meminta ampun.

“Ampuni saya Tetua ..., saya berjanji bahwa kali ini jawaban yang saya berikan akan memuaskan Tuan.” Katanya. Ia mengatur nafasnya, dadanya naik turun menandakan ada beban berat yang berusaha ia tahan. Setelah dilihatnya Sikara Lewa mereda amarahnya, ia melanjutkan.

“Tetua,” kata Panalung Tikan, “saya dan tim sudah melakukan penelitian sejauh ini, dan kami juga sudah memasang radar pencari energi sejak setahun yang lalu,” ia berhenti sejenak untuk mengatur napasnya, “dan beberapa hari ini, radar pencari itu menunjukkan reaksi yang positif terhadap kemunculan energi baru itu.”

Sikara Lewa mendengarkan penjelasan Panalung Tikan dengan seksama. Ia hanya diam mendengarkan menterinya itu melanjutkan ceritanya.

“Dan reaksi itu mirip sekali, .. bahkan menurut saya itu memang benar-benar sebuah energi yang memancar karena pengaruh Tana’ Bulan,” katanya.

“Getaran energi itu sangat kuat, tidak mungkin energi sekuat itu bisa dipancarkan oleh sesuatu yang lain, polanya sama persis seperti energi Tana’ Bulan, saya yakin sekali Tetua.” Ujar Panalung Tikan melanjutkan. “Dan lokasi munculnya energi itu, .... saya rasa dari arah utara, ... dari arah kampung Londata Tetua.” Pungkasnya.

Betapa terkejutnya Fonda Ono mendengar Panalung Tikan menyebutkan bahwa sumber energi yang baru muncul itu berada di kampung Londata, karena menurutnya kabar kemunculan orang asing itu belum sampai ke Padang Gandeswara. Dan dia yakin hanya dirinya yang tahu, karena sudah diberitahu oleh Luh Gandaru.

Namun agar tidak menimbulkan kecurigaan yang semakin menjadi, ia berusaha menutupi rasa terkejutnya itu.

Sementara Sikara Lewa nampak terkejut juga mendengar keterangan dari menterinya itu. Dan ia ingin mamastikannya.

“Hmm... energi itu muncul di kampung Londata katamu!” tanya Sikara Lewa masih dengan nada yang tinggi.

“Benar Tetua, saya yakin pengamatan saya ini tidak akan salah.” Jawab Panalung Tikan meyakinkan tetuanya.

“Hmmm... begitu ya,” Sikara Lewa nampak berpikir sejenak, “Lalu apa tindakanmu selanjutnya.” Tanyannya.

“Begini ... Tetua,” kata Panalung Tikan, “saya sudah menyiapkan renacana untuk hal ini, namun saya mohon diberi waktu khusus untuk membahas hal ini dengan Jenderal Lima Bakumabai, karena dalam hal ini saya membutuhkan dukungan militer untuk melaksanakannya.”

Jenderal Lima Bakumbai nampak mengernyitkan alisnya, saat namanya disebut. Namun sebagai panglima perang, ia sudah terbiasa dengan kondisi di mana keterlibatan militer selalu diperlukan.

Sementara itu, mendengar permintaan Panalung Tikan untuk melibatkan militer dalam aksinya, Sikara Lewa menoleh ke arah Lima Bakumbai.

“Bagaiamana Jenderal?” tanya Sikara Lewa.

“Siap Tetua!” jawab Lima Bakumbai singkat.

Mendengar kesiapan Lima Bakumbai dalam membantu upaya Panalung Tikan, Sikara Lewa nampak lega.

“Kalau begitu, kau kuberi ijin, Panalung Tikan,” kata Sikara Lewa, “kali ini aku memberimu kesempatan, jangan sampai kau gagal!”

Pertemuan pagi di balairung Bannaruma itupun akhirnya ditutup. Panalung Tikan pergi meninggalkan ruangan itu setelah sebelumnya sempat berbicara empat mata dengan Lima Bakumbai. Mereka nampak saling sepakat, sedangkan Fonda Ono merasakan ketegangan yang semakin berat di dalam hatinya.

Ia bertekad untuk menyelidiki apa yang akan direncanakan oleh Panalung Tikan dan Lima Bakumbai, pikirannya mengembara merencanakan strategi apa yang bisa ia gunakan untuk menggagalkan upaya Panalung Tikan.

Baginya, keberhasilan dari Panalung Tikan adalah musibah.

Sebab jika sampai usaha itu berhasil, artinya pembelian bahan baku dari kampung Londata akan dihentikan, dan ini akan mempengaruhi kekayaan yang diperolehnya dari hasil penjualan itu. Apalagi jika keberadaan orang asing itu sampai diketahui oleh Panalung Tikan, hal ini semakin membuat rencananya bersama Luh Gandaru akan gagal, sebab mereka berdua telah mempunyai rencana sendiri terhadap orang asing itu.

Dengan beban pikiran yang semakin rumit itu, Fonda Ono berjalan meninggalkan balairung Bannaruma dengan segudang agenda yang akan dilakukannya.

Siangpun berlalu, dan pertemuan di balarung Bannaruma itu menciptakan beragam agenda terselubung, masing-masing mempunyai arah yang berbeda, bahkan saling bertentangan.

Selanjutnya di sebuah gedung penelitian bernama Imah Galur...

Malam itu, Panalung Tikan nampak berbincang-bincang dengan beberapa orang di dalam ruang penelitiannya. Rupanya di sana sudah ada Lima Bakumbai dan empat orang lainnya.

“Panalung!” kata Lima Bakumbai mengawali pembicaraan, “aku sudah datang, dan dua orang ini adalah orang-orang yang kupilih untuk menjalankan misi ini.

Kedua orang yang disebutkan Lima Bakumbai itu memberi hormat dan membungkuk kepada Panalung Tikan, mereka adalah dua orang yang terdiri dari satu perempuan dan satu laki-laki. Kemudian keduanya memperkenalkan dirinya kepada Panalung Tikan.

“Namaku Arya,” kata pria itu mantap. Umurnya sekitar lima puluh tahun, namun badannya masih tegap dan kuat, menunjukkan bahwa dirinya memang seorang prajurit pilihan yang tangguh.

Setelah Arya selesai berbicara, wanita yang berada di sampingnya itu melangkah ke depan, memberi hormat dan kemudian berkata.

“Namaku Sophia,” kata wanita itu dengan sopan dan lembut. Namun dari nada suaranya yang lembut itu menyimpan kesan bahwa ia adalah prajurit wanita yang tangguh, usianya sekitar empat puluh lima tahun.

Panalung Tikan mengamati keduanya dengan seksama. Matanya yang tajam tampak memindai setiap gerakan dan ekspresi mereka, mencoba membaca lebih dalam tentang karakter dan potensi mereka. Setelah beberapa saat, ia mengangguk pelan.

“Baiklah, Arya dan Sophia,” kata Panalung Tikan akhirnya, suaranya dalam dan berwibawa.

“Ingatlah bahwa misi ini bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan dengan mudah.

Arya dan Sophia saling bertukar pandang sejenak, lalu mengangguk serempak. “Kami siap, Panalung,” jawab Arya dan Sophia dengan  nada penuh keyakinan.

Lima Bakumbai nampak puas dengan jawaban kedua anak buahnya itu, demikian pula dengan Panalung Tikan,

ia percaya bahwa apabila seorang panglima perang memilihkan orang untuknya, pastilah orang itu adalah yang terbaik di bidangnya.

1
Hye Kyoe
Halo aku mampir nih....🤩
Margiyono: thaks..kak..
/Drool//Pray/
total 1 replies
liynne~
semangat, and done ya/Chuckle/
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Prita? Nama yang indah/Drool/
Margiyono: he.he.. trmksh kak.. padahal aslinya itu polypropilen.. loka pralaya itu asli ada di dunia nyata.. cuma seting karakter dan tokohnya saja.. alurnya sama dg yg di dunia nyata
total 1 replies
Andressa Maximillian
plis
Andressa Maximillian
menurutku ceritanya bagus, dunia yang dibangun penuh misteri dan kejutan
Margiyono: terimakasih
total 1 replies
Andressa Maximillian
wah.. seru nih. ditunggu kelanjutannya
Margiyono
siap, terimaksih...
Margiyono
oke
Andressa Maximillian
lanjut
Andressa Maximillian: semangat
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!