Kehadiran sosok wanita cantik yang memasuki sebuah rumah mewah, tiba-tiba berubah menjadi teror yang sangat mengerikan bagi penghuninya dan beberapa pria yang tiba-tiba saja mati mengenaskan.
Sosok wanita cantik itu datang dengan membawa dendam kesumat pada pria tampan yang menghuni rumah mewah tersebut.
Siapakah sosok tersebut, ikuti kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Huru-Hara-2
Purnomo meregang nyawa dengan cara yang sadis, bahkan mulutnya terbuka lebar yang seolah menggambarkan betapa sakitnya saat itu.
Pria itu terhempas diatas sofa dengan tubuh bersimbah darah, dan membuat ia terlihat sangat miris.
Sutini memandangnya dengan sangat dingin, lalu beranjak keluar dari ruangan tersebut dan pergi menghilang.
Sementara itu, Jojo sudah tiba dirumahnya. Ia mengetuk pintu dengan kencang agar sang ibunda mendengarnya.
"Bu, Bu,buka pintu!" panggilnya dengan nada tinggi, sebab sang ibu pasti sudah tertidur.
Wanita yang sedang memeluk puterinya itu terjaga dari tidurnya, lalu menajamkan telinganya untuk mendengar kembali suara panggilan tersebut.
"Bu, Bu, ini Jojo," bocah itu kembali memanggil ibunya.
Wanita itu menguap, meski rasa kantuk masih bergelayut dikelopak matanya, namun ia beranjak dari kasur lepeknya dan menuju ruang utama untuk membukakan pintu.
Kreeeeek...
Terdengar suara pintu dibuka dan membuat Jojo merasa lega, sebab sendirian diluaran ditengah malam nan sunyi membuat nyalinya sedikit menciut.
"Masuklah," Yuli mengajak puteranya yang sudah terlihat sangat lelah. Bocah remaja itu menganggukkan kepalanya, lalu mendorong motor bututnya ke dalam rumah, dan wanita itu mengunci pintunya.
"Kamu sudah makan?" tanya Yuli lagi.
"Sudah, Bu." Jojo berjalan menghampiri sang ibu sembari menenteng dua bungkus bakso yang mana kuahnya hampir dingin karena kelamaan dijalan. "Ini ada bakso pemberian kang Ujang," ia memberikannya pada sang ibu.
Yuli meraihnya, lalu memeriksa kantong kresek berwarna merah yang berisi dua porsi bakso didalamnya.
"Mau ibu angetin kuahnya? Yang satu untuk Riri adikmu, ya," terkesan meminta ijin dari puteranya untuk memberikan jatah porsi yang satunya.
"Iya, Bu." Jojo beranjak ke kamarnya untuk mengganti pakaian kerjanya agar tidurnya tidak gerah.
Bocah itu kembali keluar ruangan tamu, lalu menunggu sang ibu yang masih memanaskan kuah bakso. Sepertinya wanita itu juga merasa lapar, ia menambahkan satu bungkus mie instan untuk porsi jumbo karena mereka makan berdua.
Tak berselang lama, terlihat Yuli membawa satu mangkok besar bakso dengan full mie dengan aroma kuah yang membuat perut Jojo keroncongan.
"Yuk, Makanlah. Setelah itu tidur, besok mau sekolah." wanita itu meletakkan mangkok bakso berbahan plastik diatas lantai, karena tidak ada meja makan.
Jojo bergegas menghampiri sang ibu dan menyantap bakso dalam satu mangkuk bersama sang ibu.
"Bu, tadi aku ketemu Bu Sutini, istri muda Juragan Mahardika dipersimpangan jalan," bocah itu membeberkan rahasia yang dilihatnya barusan.
Yuli membolakan kedua matanya. Ia merasa ada yang aneh. Bagaimana mungkin istri pemilik perkebunan itu berjalan ditengah malam buta.
"Nanti kamu salah lihat?" Yuli terlihat ragu tentang informasi tersebut.
"Gak lah, Bu. Aku saja hampir terjatuh ke selokan karena tak sengaja akan menabraknya, jadi dia menatapku, makanya aku tau." Jojo menyuapkan mie tersebut ke dalam mulutnya. "Bahkan anehnya dia pakai pakaian kurang bahan." bocah itu menutup mulutnya karena keceplosan dalam ucapannya, bukankah hal yang tabu jika mengatakan itu pada ibunya?
Yuli terlihat sedang berfikir. Jika informasi itu benar, lalu apa yang dicari oleh wanita tersebut?"
"Terakhir kamu melihatnya ia menuju kearah mana?" tanya Yuli penuh selidik.
"Arah utara dari simpang empat," jawab Jojo dengan semangat empat lima dan menyudahi makannya.
"Bukannya itu ke arah rumah para manager? Untuk apa ia kesana dengan pakaian yang seperti itu?" kini justru Yuli yang merasa penasaran.
Jojo mengangkat kedua pundaknya. Lalu berpamitan untuk tidur ke kamarnya.
******
Pagi menjelang, Mahardika baru saja pulang dari luar kota. Ia memiliki bisnis lain sebagai pemasukan untuk menambah pundi-pundi kekayaannya.
Seorang wanita menyambutnya dengan tatapan dingin dan berwajah pucat. "Makanlah, aku sudah memasak untukmu," ucapnya dengan datar.
"Kamu emang baik banget, Sayang. Apakah Sutini juga sudah makan?" tanya sang pria dengan senyum sumringah.
"Tentu saja, bahkan ia sangat lahap," wanita itu berjalan menuju meja makan yang ikuti oleh Mahardika.
Pria itu itu menarik kursi kosong dan duduk dengan santai.
Dayanti menghidangkan sepiring nasi dengan lauk sambal hati dan jantung yang dicampur dengan telur puyuh.
"Em, masakanmu emang enak." puji pria itu saat merasakan lezatnya masakan tersebut. Seperti biasa, ia akan kalap dengan apapun yang dihidangkan oleh wanita cantik yang sudah membuatnya jatuh cinta.
Dayanti tersenyum seringai. Ia menatap pria itu dengan tatapan misterius.
Saat suapan terakhirnya, ia mendapatkan telepon masuk yang membuat hatinya gemetar. Bagaimana tidak, salah satu karyawannya ditemukan meninggal dengan cara yang tragis dan yang paling mengherankan, istri sang manager tidak mengetahui kematian sang suami karena tertidur lelap.
Pria itu tersentak kaget. Lalu bergegas pergi meninggalkan meja makan untuk pergi melihat apa yang terjadi.
"Mengapa terburu-buru?" Dayanti merapikan meja makan sisa Mahardika.
"Ada pembunuhan lagi. Kali ini manager perkebunan yang terkena musibah." pria itu beranjak dari tempatnya dan terburu-buru pergi. Sedangkan wanita itu menatap kepergian sang pria dengan tatapan yang misterius.
*****
Kediaman ditempat Purnomo tampak ramai. Polisi datang memeriksa jasad pria yang malang tersebut. Bagaimana bisa pembunuhan terjadi berulang kali dengan tenggang waktu yang sangat dekat.
Istri Purnomo tampak pucat menyaksikan jasad suaminya yang sangat mengerikan. Bahkan anehnya ia tak mendengar keributan apapun saat kejadian malam pembunuhan itu.
Purnomo tewas tanpa mengenakan pakaian dengan percikan cairan khas pria yang mencapai puncaknya ketika sedang bercinta.
Apakah itu artinya sang pria tewas setelah terpuaskan? tetapi mengapa begitu berani bermain api didalam rumah, apalagi sedang bersama sang istri yang tertidur dikamar.
Polisi menginterogasi isteri korban. Sebab hanya wanita itu yang ada dirumah saat terjadi peristiwa tersebut.
Pengakuan wanita itu terlihat menunjukkan jika ia tidak terlibat dalam pembunuhan Purnomo, tetapi siapa?
Saat bersamaan, Mahardika tiba ditempat itu. Semua mata tertuju padanya. Sebab selama ini tidak pernah ada kejadian mengerikan yang membuat warga gempar dengan pembunuhan berantai yang menciptakan kengerian bagi warga yang berdampingan dengan perkebunan.
Mahardika juga tak lepas dari interogasi pihak kepolisian tentang kematian Purnomo yang merupakan karyawannya.
Saat memberikan keterangan, tiba-tiba pandangan mata Mahardika terhenti pada sebuah Celana dalam berenda berwarna merah yang terselip disudut dalam sepatu kerja Purnomo dan sepertinya ia mengenal benda itu milik siapa.
Namun, ia cepat membuang pandangannya dan akan mencari tahu ketika orang lengah.
Jasad Purnomo dimasukkan ke kantong jenazah dan dibawa menggunakan mobil ambulan untuk keperluan autopsi.
Rumah tersebut diberi garis polisi agar tidak ada warga yang merusak barang bukti untuk kepentingan penyelidikan.
Setelah jenazah itu dibawah pergi, warga mulai berkasak-kusuk untuk membahas peristiwa pembunuhan yang terus terjadi. Mereka harus membubarkan diri untuk tidak menyentuh apapun, karena takut meninggalkan sidik jari.
Mahardika menuju sepatu kerja yang tergeletak disudut ruangan.
Ia menggesernya menggunakan kaki, lalu menguti benda tersebut dan memasukkannya kedalam saku celananya dengan nafas yang memburu.