langsung baca aja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sakit
Nampak tangan rizky terkepal mendapati perlawanan anaknya yang begitu keras kepadanya, sifat ayunina sangat beda, tak seperti sifat dirinya atau istrinya.
Rizky segera pergi ke ladang jagung miliknya. Menghilangkan rasa kesal terhadap anaknya yang begitu keras kepala.
"Ayu! Kenapa berucap dengan bapak sekasar itu? Ndak baik, nduk." Sahut dyah mendekati putrinya.
"Udahlah bu, ayu lelah. Ayu mau istirahat!" Ucap ayunina, gadis itu melenggang pergi begitu saja. Meninggalkan ibunya yang masih menganga dengan sikap yang di tunjukan putri semata wayangnya.
Ayunina berjalan ke arah tunggak kayu besar hitam di atas bukit. Tempat ternyaman untuknya ketika kesal dan merasa hidup tak adil.
"Bagaimana caranya aku bisa keluar, bi. Kalau ada manusia sampai sini saja, selalu pergi begitu saja?" Tanya ayunina sembari bersandar di tunggul kayu.
"Bukan begitu caranya, ada cara yang lain." Ucap dayu, seorang wanita yang sangat mirip dengan ibunya berjalan mendekati ayunina yang masih termenung.
"Kamu harus punya rencana." Dayu kembali mulai menghasut, dengan tangan yang membelai kepala ayunina.
Ayu menatap kearahnya dengan tatapan wajah yang bertanya. Melihat ke arah wanita yang ada di hadapannya.
"Bagaimana caranya bibi dayu?" Tanya ayunina antusias.
"Ada, nanti bibi jelaskan." Ucap dayu, ujung bibirnya itu mengembangkan senyuman penuh arti.
***
"ayu!" Seru dyah memanggil putrinya.
"Iya, bu." Ayunina yang tengah menjemur baju berlari ke arah ibunya.
"Bapak belum pulang?" Tanya dyah.
"Belum bu, katanya hari ini akan memberikan ayu baju baru. Kan baju ayu sudah banyak yang kekecilan." Jawab ayunina girang.
"Oh, ya sudah. Ibu masuk dulu, kalau bapak sudah pulang kamu bilang ke ibu."
Baru saja dyah berjalan masuk ke dalam rumahnya, terlihat dari kejauhan sana, seorang pria tengah mendaki bukit tempat rumah mereka berada.
"Bu, bapak pulang!" Ucap ayunina yang langsung membuat dyah berbalik.
"Alhamdulilah." Wajah dyah tampak tersenyum senang. Setiap setahun dua kali, rizky memang akan keluar dari hutan. Menuju desa seberang untuk membeli kebutuhan yang tidak ada di dalam hutan. Seperti pakaian dan perabotan dapur yang tidak bisa mereka buat.
Tetapi saat itu, senyum yang mengembang di bibir dyah perlahan memudar. Melihat sang suami yang berjalan secara terhuyung huyung seolah menahan rasa sakit.
Ia segera berlari dengan raut wajah panik. Di susul dengan putrinya yang juga berekspresi sama.
"Astagfirullah halazim mas! Kamu kenapa?!" Tanya dyah yang langsung menahan tubuh suaminya.
"A-- aku ngga enak badan, yah. Kayanya tubuh aku menggigil." Jawab rizky dengan tubuh yang gemetar.
"Ya Allah, kan aku tadi sudah bilang mas. Ndak perlu pergi, besok saja." Ucap dyah yang panik, dia segera memapah tubuh suaminya berjalan masuk ke dalam rumah.
Bibir rizky terlihat pucat pasi. Matanya juga telihat begitu cekung. Perjalanan keluar dari hutan ini memang membutuhkan waktu yang lumayan lama.
"Makanya pak, biar ayu saja yang keluar. Kan bapak sekarang jadi seperti ini." Ucap ayunina kemudian memberi kompres di dahi rizky. Daun dedap serep yang dia pegang menempel sempurna di dahi rizky.
"Apapun yang terjadi kalian berdua tidak boleh keluar dari hutan, bapak tidak ingin hal buruk terjadi!" Jawan rizky cepat.
Ayunina memutar bola mata malas. Sebenarnya dia ingin sekali ikut bapaknya ketika membeli perlengkapan di desa seberang, tetapi selalu gagal dengan berbagai macam alasan.
"Kenapa kamu bisa seperti ini, mas?!" Tanya dyah yang panik.
"Ndak apa. Kebetulan kan pas jalan keluar tadi, hujan lebat. Setelah itu pas pulang tubuh mulai ngga enak. Lama lama makin ngga kuat. Makanya ndaki bukit rasanya badan mau merosot ke bawah." Jelas rizky.
Dyah segera menumbuk dedaunan untuk suaminya.
***
Malam sudah semakin larut, keadaan rizky masih memburuk. Entah apa yang terjadi, kini dia justru semakin parah. Setiap beberapa waktu ia akan mengeluarkan isi perutnya. Sedangkan makan pun dia hanya sedikit.
"Bu, bapak kenapa? Kenapa keadaaanya semakin memburuk?" Tanya ayunina yang khawatir melihat kondisi bapaknya.
"Entahlah, ibu juga bingung, takut ibu yu." Jawab dyah, ia sendiri tidak bisa menyembunyikan rasa kekhawatirannya, melihat suaminya kini terlelap dengan wajah pucat.
"Bu, apa sebaiknya ayu pergi ke desa saja, untuk mencari obat buat bapak, kasihan bapak bu." Rayu ayunina.
"Jangan macam macam kamu ayu, kamu tidak tahu kehidupan warga desa sepertu apa!" Sahut rizky yang ternyata mendengar apa yang istri dan anak nya bicarakan.
Baik dyah dan ayunina langsung terdiam. Terlebih untuk ayunina, ia merasa aneh karena bapaknya terus saja melarang dia untuk datang ke desa. Padahal niatnya kesana baik, yaitu untuk mencari obat untuknya.
***
Perjalanan waktu bergulir begitu cepat. Meninggalkan jejak yang akan menjadi kenangan di masa yang akan datang. Beberapa orang mungkin tidak akan menganggap hari ini suatu kebaikan, tetapi tak pernah tahu kemungkinan esok akan menganggap hari ini adalah sebuah pelajaran.
Ayunina merenungi takdir yang di dapati di bawah air terjun bawah bukit. Menikmati pemandangan yang sudah biasa ia lihat setiap hari.
"Semakin hari aku semakin jenuh dengan kedua orang tuaku. Mereka semakin mengekang aku, sehingga membuat aku semakin jenuh." Gumam ayunina pada dirinya sendiri.
"Sabar, nanti pasti ada jalannya." Sahut bibinya yang tiba tiba datang, namun ayunina sendiri tidak terlihat kaget, karena memang ia dari kecil sudah sering bertemu dengan bibinya.
Sedangkan di kejauhan sana, seorang pria yang hendak berburu kembali datang lagi.
Dengan kaki yang di buat seringan mungkin, dia berjalan perlahan mendekati suara air terjun yang bergemuruh.
Tatapanya terlihat takut takut, tetapi hatinya begitu penasaran, "yang aku lihat kemarin itu hantu atau bukan ya? Kenapa aku merasa begitu penasaran." Gumamnya pada dirinya sendiri saat langkahnya sudah tiba di dekat sungai. Beberapa langkah lagi ia akan tiba di air terjun tersebut.
"Baiklah, aku coba datangi saja!" Dengan perasaan berkecamuk pria tersebut akhirnya mendekat, dia hampir saja berteriak saat melihat ayunina tengah bermain air. Tetapi detik berikutnya matanya terperangah, melihat kecantikan ayunina yang sesekali tertawa bermain dengan anak kelinci.
Tanpa pria itu sadari langkahnya terus mendekat ke arah ayunina. Matanya sibuk memindai wajah cantik ayunina, dengan rambut panjang bergelombang.
Tepat di saat itu kakinya menginjak ranting kayu, yang membuat ayunina terjingkat dan segera naik ke atas.
pasti uwak yanto pelakunya