Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Adrian, kamu serius ingin resign dari rumah sakit?" Dokter Bella kini berada di klinik milik Adrian.
"Ya." jawab Adrian.
"Jangan bercanda! Bahkan klinik mu belum memiliki pasien setelah beberapa hari di buka!" Dokter Bella menertawai Adrian.
"Tidak masalah." jawab Adrian singkat.
"Kau sudah gila. Sebenarnya, apa yang kau cari di kampung ini?" Bella mendebat sahabatnya itu.
Adrian menatap Bella sedikit lama, lalu memajukan wajahnya hingga mata keduanya benar-benar lurus bertemu.
"Kau meninggalkan Tante Mila sendirian di rumah sakit?" sambung Bella lagi.
"Aku tidak meninggalkan Mama, aku hanya sedang...." Dokter Adrian menjeda ucapannya." Sudahlah, kau tidak akan mengerti Bella."
Gadis itu berdecak kesal, hingga tak bisa berkata.
Adrian pun beranjak meninggalkan Bella seorang diri. Pria itu melangkah menuju teras depan, sebelum akhirnya berhenti dan melihat Rosa sedang mengumpulkan banyak dus-dus bekas obat dan mengemasnya di dalam kantong plastik sampah.
"Rosa."
Rosa pun menoleh, lalu berdiri menghampiri sang dokter. "Ya Dok?"
"Temani aku mencari makanan yang enak di sekitar sini. Aku lapar." ucapnya.
Rosa pun mengangguk, tanpa mengambil tasnya ia langsung pergi bersama dokter tersebut.
Ros mengekor di belakang sambil mengamati perawakan laki-laki yang persis kakaknya itu. Ia benar-benar bingung mengapa ada orang yang sangat mirip. Hanya stylish nya saja yang berbeda, rambutnya belah dua, sedangkan Rayan rapi khas seorang tentara.
Tiba-tiba ia jadi sangat penasaran dengan wajah dokter tersebut dari dekat. Dia memikirkan caranya.
"Apakah masih jauh?" tanya Adrian ketika hampir mencapai pertigaan. Ia menoleh Rosa dan menunggunya hingga sejajar.
"Tidak, ini di depan kita." Ros menunjuk sebuah rumah makan yang cukup bagus, berdekatan dengan toko milik Hana.
Dokter pun mengangguk.
"Dokter mau makan apa?" tanya Rosa mengambil menu dan memberikan kepada Adrian. Mereka duduk berhadapan.
"Ayam panggang, jus jeruk nipis." jawabnya dengan cepat menutup menu lalu memberikan lagi kepada Rosa.
"Hei, aku memintamu menemaniku." ucap Adrian.
"Aku masih kenyang."
"Tidak, tidak! Kau harus makan." Adrian meminta Rosa duduk dan makan bersamanya. Sehingga gadis itu pasrah dan makan bersamanya.
Sambil makan, ia pun mencuri pandang kepada Adrian, menilik setiap inci wajahnya ingin menemukan perbedaan dia dan Rayan. Namun ia segera mengakhirinya, lantaran Adrian menatapnya dengan heran.
Hingga beberapa saat kemudian, keduanya sudah selesai.
Ros kembali memesan makanan yang sama, hanya meminta sambel pare yang setengah matang. Membuat dokter Adrian mengernyit.
"Kau menyukainya?" tanyanya.
"Bukan aku, tapi kak Hana. Aku baru ingat dia belum makan, ia pergi terburu-buru tadi pagi." ucap Rosa.
"Apakah dia selalu terburu-buru?" tanya adrian.
Rosa pun menatapnya heran, menilik wajah dokter yang sedikit salah tingkah itu.
"Maksudku, kita harus segera kembali." ucap Adrian.
"Maaf Dok." Rosa mengangguk, mengerti kalau dokter Adrian tidak ingin berlama-lama.
Segera ia menghampiri penjual makanan tersebut mengambil bungkusan yang ia minta, langsung membayarnya.
"Dimana kakak mu?" tanya Adrian, terdengar kaku.
Dia paham sekarang, di sinilah perbedaan Adrian dan Rayan, ia tersenyum. Dia tak menjawab pertanyaannya.
"Kak Hana!" Rosa memanggil Hana, namun perempuan yang ia cari tak terlihat.
"Mbak Yayuk, panggilin Kak Hana?" tanya Rosa.
Belum sempat Yayuk memanggilnya, Hana pun sudah keluar dari ruangan kecil bagian belakang butiknya. Bisa di bilang seperti itu, karena toko Hana sudah termasuk modern, di pajang dengan patung yang berjejer rapi, tokonya pun sudah merupakan gedung permanen dua lantai yang bagus.
"Ros!" panggilnya, tak lupa senyumnya ikut mengembang cantik.
Seketika dokter Adrian yang melihat jalanan itu menoleh.
"Nih kak, Ros balik kerja ya." Rosa memberikannya, kemudian menoleh Adrian.
Sesuai dugaannya, Adrian menatap Hana sedikit lama. Rosa menoleh Hana pun sama, keduanya terdiam dalam tatapan yang sulit diartikan.
"Mari Dok." Panggil Rosa, sengaja membuyarkan tatapan dua orang yang sama membisu.
Adrian mengangguk, sempat menoleh Hana yang masih menatapnya sayu. Dokter tersebut tersenyum tipis lalu pergi bersama Rosa.
Hana mematung dengan dada berdebar tak beraturan. Rasa hangat menjalar cepat memenuhi seluruh ruang jiwanya, tapi kesedihan pula tiba-tiba menyeruak. Ia tertunduk lesu.
"Kok dia mirip Mas Rayan ya Mbak?" Janda muda bernama Yayuk itu bertanya.
Sejak tadi ia kepo, melirik-lirik takut, kini mendekati Hana.
Hana menoleh teman bekerjanya itu. Ia tersenyum tipis lalu kembali ke mejanya, membuka makanan yang di belikan Ros.
"Mbak kite makan bersame ye." pintanya kepada mbak yayuk, mengambil dua piring.
Perempuan itu mengangguk, tapi tidak ikut makan, hanya memandangi wajah Hana yang murung seketika. Hana pun hanya memandangi nasi di hadapannya tak di sentuh sama sekali.
Ting
Sebuah notifikasi pesan membuyarkan lamunan kedua orang tersebut. Mata keduanya pun langsung tertuju pada ponsel yang tergeletak diatas meja.
Hana segera meraih, lalu membaca sebuah pesan dari Fairuz.
"Assalamualaikum Hana."
"Wa'alaikum salam ustadz." balasan dari Hana.
"Ustadz lagi!" dia akhirnya dengan emoj lelah.
"Mas Fairuz." balas Hana, emoj tersenyum.
"Nah begitu." kali ini emoj hati berjejer banyak sekali. Hana terkekeh membacanya.
"Kamu pulang jam berapa?"
"Pukul empat." balas Hana singkat.
"Aku menunggumu di depan masjid, ya. Aku ingin bertamu ke rumahmu."
Hana terdiam. Tapi kemudian membalas pesan ustadz tersebut.
"Iya." mengakhiri chat keduanya.
Hana tampak berpikir lagi, kenapa ustadz Fairuz tiba-tiba ingin datang ke rumahnya.
Hingga pukul empat kemudian.
Hana pulang dengan langkah santai, ia menikmati suasana sore yang sedikit mendung itu.
Tiba di depan masjid yang Berhadapan dengan klinik milik dokter Adrian itu, Tak hanya Fairuz yang ada di sana. Tapi juga Rosa yang baru saja keluar menenteng tas ditangannya.
"Kak Hana!" dia berseru, sambil berjalan cepat menuju sang kakak ipar.
"Adik akak, dah balik?" tanya Hana.
"Udah." jawabnya, mata gadis berusia dua puluh tiga tiga itu tertuju pada seseorang yang baru saja mendekat.
"Hehe, ustadz." sapa Rosa.
"Iya Ros." jawabnya tersenyum memamerkan gigi putihnya.
"Marilah, balik." Hana mengajak Rosa, sang ustadz pun melangkah sejajar.
"Rosa!"
Tiba-tiba panggilan dari seseorang membuat gadis itu menoleh, tak hanya Rosa, tapi ketiganya.
"Maaf, Rosa melupakan berkasnya." Adrian melangkah dan memberikan beberapa lembar kertas kepada Rosa.
Jika biasanya ia menutup wajahnya dengan masker, sekarang tidak. Seperti sengaja memamerkan wajahnya kepada Hana.
"Oh, maaf Dok. Terimakasih." Rosa tersenyum kaku, ia melirik Hana sekilas. Tentu saja dia tahu kalau dokter ganteng itu sedang tebar pesona, menarik perhatian sang kakak ipar.
"Ya." jawabnya mengangguk, tersenyum ramah hingga menyipitkan mata.
Rosa mengangguk, ia kembali berjalan memunggungi sang dokter yang tampak aneh. "Perasan tadi gak ada senyum-senyum begitu." gumamnya di dalam hati.
Sementara Fairuz mendesah berat sambil menahan kesal. Niat awalnya ingin menunjukkan posisinya sebagai calon suami Hana kepada sang dokter, tapi malah Adrian mendekat dan mencari perhatian Hana.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..