Seruni adalah seorang gadis tuna wicara yang harus menghadapi kerasnya hidup. Sejak lahir, keberadaannya sudah ditolak kedua orang tuanya. Ia dibuang ke panti asuhan sederhana. Tak ada yang mau mengadopsinya.
Seruni tumbuh menjadi gadis cantik namun akibat kelalaiannya, panti asuhan tempatnya tinggal terbakar. Seruni harus berjuang hidup meski hidup terus mengujinya. Akankah ada yang sungguh mencintai Seruni?
"Aku memang tak bisa bersuara, namun aku bisa membuat dunia bersuara untukku." - Seruni.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Shock
POV Author
Nyonya Anita merasa apa yang ia lakukan salah. Ia seharusnya memeluk sang anak saat meminta bantuannya bukan malah pergi mengikuti sang suami dan meninggalkan anaknya seorang diri.
Sesampainya di rumah, hati Nyonya Anita terus cemas. Perasaan tak enak begitu kuat ia rasakan dalam dirinya, seperti sebuah firasat kalau sesuatu yang buruk sedang terjadi. Wanita anggun itu tak bisa tidur karena terus memikirkan Avian yang terlihat begitu terluka karena dipaksa untuk menikah dengan wanita yang sama sekali ia tidak suka. Hati Nyonya Anita sedih melihat Avian yang menangis dan tak berdaya melawan keputusan suaminya.
Sehabis shalat subuh, Nyonya Anita pamit pada suaminya untuk menjenguk Avian. Ia mengemudikan mobilnya sendiri seperti biasanya. Jarak antara tempat tinggalnya dengan tempat Avian tinggal tak begitu jauh, hanya sekitar 2 jam bila ditempuh dengan naik mobil.
Sesampainya di rumah, Nyonya Anita melihat mobil dan motor milik Avian ada di garasi mobil. Hatinya sedikit tenang. Nyonya Anita mengetuk pintu namun tak ada yang membukakan pintu. Dengan kunci cadangan miliknya, Nyonya Anita membuka pintu dan memanggil Runi.
"Runi! Kamu di mana? Kamu belum bangun?" Nyonya Anita membuka pintu kamar Runi namun gadis yang ia tolong tersebut tidak ada di kamarnya.
Nyonya Anita mencari ke ruang cuci namun tak mendapati Runi. Di halaman belakang juga tak ada. Hati Nyonya Anita semakin merasa tak enak. Cepat-cepat ia pergi ke lantai atas tempat kamar anaknya berada.
Nyonya Anita melihat pintu kamar Avian sedikit terbuka. Ia membuka pintu perlahan dan berjalan mendekat. Betapa terkejutnya Nyonya Anita mendapati anaknya sedang berada di samping tubuh Runi dan memeluknya dengan erat tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh mereka.
"Astaghfirullahaladzim. Apa yang kalian lakukan?" pekik Nyonya Anita.
Suara Nyonya Anita yang kencang membuat Avian terbangun dan duduk tegak. Kepalanya langsung berdenyut dan rasa pusing yang tak tertahankan membuat Avian memegang kepalanya. Pandangannya masih belum jelas. Ia belum sepenuhnya sadar akan apa yang terjadi di sekitarnya. Yang Avian tahu hanyalah suara Mama-nya yang begitu memekakan telinga.
Runi masih tak sadarkan diri. Anak itu seakan shock dengan apa yang terjadi. Avian membuka matanya lebih lebar lalu melihat Mama-nya yang menangis histeris berada di depan pintu. "Kenapa sih, Ma?" tanya Avian tanpa rasa bersalah.
Nyonya Anita berusaha menguatkan dirinya lalu berjalan mendekat ke arah sang anak. "Ap-pa yang sudah kalian lakukan?"
"Kalian?" Avian nampak bingung. Ia menunduk dan melihat dirinya tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Avian menoleh pada sisi tempat tidurnya dan melihat Runi juga tanpa sehelai benang pun. Mata Avian terbelalak, ia merasa tak tahu apa yang sudah terjadi. Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Ma, kenapa aku dan Runi ... apa yang kami lakukan?" Avian terlihat panik. Ia tak berani menyentuh Runi, ia takut membayangkan apa yang sudah ia lakukan.
"Menurutmu apa yang sudah kalian lakukan?" Terpaksa Nyonya Anita yang memberanikan diri untuk membangungkan Runi. "Runi! Runi! Sadarlah!"
"Apa yang sudah kamu lakukan, Vian?" Nyonya Anita memeriksa denyut nadi Runi, ia masih hidup namun karena terlalu syok, Runi masih belum sadarkan diri. "Runi pingsan. Jangan bilang kalau kamu-" Nyonya Anita tak bisa melanjutkan kata-katanya. Tenggorokannya terasa tercekat.
Avian menggelengkan kepalanya seraya menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Aku tak ingat, Ma. Aku tak tahu apa yang sudah kulakukan pada Runi. Aku ... mabuk semalam."
Kaki Nyonya Anita sudah tak kuat lagi menopang tubuhnya. Ia duduk di lantai sambil menangis. "Ya Allah, Vian. Kamu pasti sudah merenggut kesucian Runi. Apa yang harus kita lakukan sekarang, Vian?" Nyonya Anita menangis histeris, ia tak tahu harus berbuat apa lagi.
Avian mengusap wajahnya, matanya berkaca-kaca dan ikut menangis. Avian melirik Runi yang masih tak sadarkan diri. Di tubuh Runi banyak bekas kebiruan yang ia buat dan ada bercak darah di seprai pertanda ia sudah merenggut kesucian Runi dengan paksa.
Avian menangis sesegukan. Ia menyesal sekali sudah kehilangan kesadaran dan meminum pil yang diberikan oleh temannya. Kalau saja semalam ia meminum air dari Runi untuk menghilangkan sedikit mabuknya, semua ini pasti tidak akan terjadi.
Avian mulai mengingat potongan demi potongan kejadian sampai membentuk menjadi satu ingatan yang utuh. Avian teringat saat Runi yang bertubuh mungil mencoba mendorong tubuhnya menjauh namun ia tetap melakukan hal bejat tersebut pada Runi.
"Maafkan aku, Runi. Ya Allah ... aku sudah jahat sama Runi. Aku sudah memperkosanya. Apa yang harus aku lakukan?" Avian menangis penuh penyesalan.
Nyonya Anita cepat-cepat menutup tubuh Runi yang polos. Ia bertindak cepat menyelesaikan masalah yang dibuat oleh putranya. "Pakai pakaianmu dan bersihkan diri! Mama yang akan urus Runi!"
Avian pasrah dan menuruti perintah Nyonya Anita. Avian mengambil pakaiannya lalu masuk ke dalam kamar mandi. Saat Avian keluar, tubuh Runi sudah berpakaian lengkap namun masih belum sadar.
Nyonya Anita terus membangunkan Runi dengan berbagai cara sampai akhirnya Runi membuka matanya sedikit demi sedikit. Runi masih bingung dimana ia berada. Ketika kesadarannya mulai pulih, Runi langsung menarik diri. Ia ketakutan, tubuh Runi mundur sampai membentur sudut tempat tidur. Runi memeluk dirinya dengan tubuh yang gemetar ketakutan.
"Runi, ini saya, Anita. Kamu tenang dulu ya, jangan takut!" bujuk Nyonya Anita.
Runi menggelengkan kepalanya beberapa kali. Ia memeluk tubuhnya makin erat dan tangannya terus gemetar ketakutan. Runi kembali teringat bagaimana kejadian semalam. Avian mengambil kesuciannya dengan paksa setelah menawarinya ciuman pertama yang begitu hangat namun ternyata itu jebakan yang membuat Runi menyesal seumur hidup karena sudah mempercayainya. Runi ingat saat Avian bak hewan buas yang terus menikmati tubuhnya sampai Runi kehilangan kesadarannya.
Pandangan Runi lalu melihat ke arah Avian dan ia semakin ketakutan. Runi mengambil apapun di sekitarnya lalu melemparnya ke arah Avian.
"Avian, kamu keluar dulu!" Perintah Nyonya Anita dengan tegas.
Avian menurut. Ia keluar kamar dan menunggu dengan cemas. Ia terus merasa bersalah pada Runi. Ia merasa sudah menjadi orang paling jahat di dunia ini. Avian tak tenang, ia berjalan mondar-mandir di depan kamar menunggu Mama-nya memanggil.
Nyonya Anita menangis di depan Runi yang masih shock. "Runi ... tolong maafkan Avian. Maafkan apa yang sudah dia lakukan semalam sama kamu. Saya mohon sama kamu, Runi. Maafkan anak saya." Suara tangis seorang ibu yang memohon ampun atas perbuatan anaknya membuat Runi yang semula ketakutan mulai tenang.
Air mata Runi luruh tak tertahankan. Ia menangis tanpa suara. Runi merasa takut, ia merasa dirinya sangat kotor. Ia merasa dirinya tak suci lagi. Ia merasa sudah gagal menjaga mahkota miliknya.
Nyonya Anita mencoba berbicara baik-baik pada Runi yang sedang menangis. Nyonya Anita menarik Runi dalam pelukannya dan memeluknya. "Maafkan aku, Runi. Avian anakku ... aku mohon maafkan Avian, Runi. Aku mohon!" Nyonya Anita hanya bisa mengucapkan kata maaf. Sebagai seorang ibu, ia merasa sudah gagal mendidik anaknya. Mau mengucapkan maaf berkali-kali pun percuma, semua sudah terjadi. Runi sudah kehilangan mahkota berharga miliknya karena Avian. Sebagai seorang ibu, ia yang harus membereskan semua masalah ini.
Setelah Runi lebih tenang, Nyonya Anita memanggil Avian yang sudah tak sabar ingin masuk dan berbicara langsung pada Runi. Melihat Avian datang, Runi kembali memeluk dirinya dan mulai ketakutan. Cepat-cepat Avian berusaha menenangkan Runi. "Runi, maafkan aku. Aku mohon, Runi. Semalam aku mabuk, aku tak sadar apa yang sudah aku lakukan padamu. Aku minta maaf sama kamu. Aku mohon. Aku mohon maafkan aku." Dengan air mata yang tak kuasa ditahan, Avian berlutut memohon ampunan dari Runi.
Avian sadar, sejuta kata maaf pun tak akan bisa menghapus rasa trauma yang sudah Runi rasakan. Avian tahu kalau dirinya harus bertanggung jawab atas semua perbuatannya. Avian menatap Nyonya Anita dengan tatapan penuh keyakinan "Ma, aku salah pada Runi. Aku sudah menodainya. Aku sudah merenggut mahkotanya. Aku akan tanggung jawab dengan perbuatanku. Aku akan menikahi Runi dan membayar semua kesalahanku padanya seumur hidupku. Biarkan aku membayar semua dosaku, Ma. Boleh bukan aku menikahi Runi?"
****
eh jd papa Dio dan mama Ayu...itu yg punya bisnis Ayu Furniture itu?...olala...😂😂😂
Kavi menjadi pemuda yang luar biasa, Seruni berhasil mendidiknya.