Karena dendam pada Seorang pria yang di yakini merebut wanita pujaannya sejak kecil, Alvino Maladeva akhirnya berencana membalas dendam pada pria itu melalui keluarga tersayang pria tersebut.
Syifana Mahendra, gadis lugu berusia delapan belas tahun yang memutuskan menerima pinangan kekasih yang baru saja di temui olehnya. Awalnya Syifana mengira laki-laki itu tulus mencintainya hingga setelah menikah dirinya justru mengetahui bahwa ia hanya di jadikan alat balas dendam oleh sang suami pada Kakak satu-satunya.
Lalu, apakah Syifana akan terus bertahan dengan rumah tangga yang berlandaskan Balas Dendam tersebut? Ataukah justru pergi melarikan diri dari kekejaman suaminya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurma Azalia Miftahpoenya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hampir saja
Dua hari di rawat di Rumah Sakit, kini Vino sudah di perbolehkan pulang oleh dokter. Selama beberapa hari berada di tempat itu, tak sedikitpun gadis remaja bernama Syifana itu meninggalkan laki-laki yang sudah membuatnya terpikat oleh senyuman manisnya.
"Bang Vino, kamu benar-benar belum bisa ingat siapa nama asli kamu?" tanya Syifana dengan lembut.
Laki-laki tampan yang umurnya jauh di atas gadis yang berada di sampingnya itu menggelengkan kepala sebagai tanda ia sama sekali tidak mengingat apapun.
"Perasaan Abang tidak jadi jatuh ke jurang, tapi kok bisa amnesia, yah?" gumam Syifana seraya mengetuk-ngetuk dagunya.
Sopir mobil yang membawa mereka pulang itu menggeleng pelan. Kalau bukan karena ia sangat menyukai gadis itu, sudah pasti ia akan meledeknya habis-habisan. Ya supir mobil itu tidak lain adalah Gevano, remaja yang juga menyukai Syifana.
"Nduk, kita kan enggak lihat Vino kecelakaannya gimana? kamu lihat sendiri mobilnya saja jatuh ke jurang. Mungkin sebelum itu Vino terbentur mobilnya sendiri," ujar wanita paruh baya itu dengan lembut.
Mobil yang di kendarai Gevano melaju di jalanan yang berderet pepohonan karet yang luas. Perjalanan kali ini, mereka dapat menikmati pemandangan karena mereka pulang ke rumah Bude Nur saat siang hari.
Setelah menempuh perjalanan selama hampir satu jam, mereka akhirnya sampai di sebuah rumah sederhana milik Bude Nur. Semua orang turun begitu mobil berhenti di halaman rumah yang begitu asri. Banyak pohon buah yang tumbuh rindang disana.
"Mau Fana papah, Bang Vino?" tanya Syifana menawarkan bantuan.
Senyum manis khas laki-laki dewasa itu terbit membuat Syifana paham bahwa laki-laki itu menerima tawaran darinya. Dengan cekatan Syifana menggapai lengan Vino untuk dia papah menuju rumah.
Melihat pemandangan yang sangat menyesakkan hatinya, Gevano membuang pandangan ke samping. Ia sangat tidak ingin melihat gadis yang di sukai justru menyukai laki-laki lain.
Wanita paruh baya yang merupakan Tante dari gadis tersebut begitu peka dengan apa yang di rasakan oleh pria muda di sampingnya. Tangannya meraih lengan Gevano untuk di elus pelan sebagai dukungan agar Gevano sabar.
Syifana dengan sabar memapah tubuh Vino yang sebenarnya sudah sembuh. Jangankan untuk berjalan, untuk lari marathonpun sudah lebih dari sanggup.
"Bang Vino tinggal disini dulu gapapa, 'kan? nanti biar Vano yang lapor ke pak RT," ujar gadis itu tanpa memikirkan perasaan pria di belakangnya.
"Memangnya mau sampai kapan dia tinggal disini, Bude. Dia itu orang asing, jangan terlalu percaya sama orang yang belum kita kenal." Gevano berujar dengan nada kesal.
"Sampai keluarganya temuin dia, lah!" Syifana sama sekali tidak suka dengan ucapan Gevano yang ia paham laki-laki itu kesal.
"Sudah, sudah. Gevan ayo antar bude ke rumah pak RT." Bude Nur menarik lengan pria itu menjauh agar keributan tidak berlanjut.
Pria yang umurnya tidak jauh dari Syifana itu terpaksa menurut karena di tarik oleh wanita paruh baya yang selama ini ia hormati. Gevano bahkan sama sekali tidak melakukan perlawanan saat dirinya di seret paksa oleh wanita itu. Ia sudah menganggap wanita itu sama seperti ibunya.
Selepas kepergian Bude Nur dan Gevano, Syifana membawa Vino ke kamar yang kini sudah dalam keadaan rapi. Tidak seperti saat mereka meninggalkan rumah tersebut dalam keadaan berantakan dan ceceran darah dimana-mana.
"Bang Vano istirahat, yah, biar cepat sembuh." Gadis remaja itu memaksa Vino untuk duduk di ranjang kayu miliknya.
"Vana ke belakang sebentar, yah, Bang. Mau buatin bang Vino teh hangat buat minum obat." Syifana berlalu pergi meninggalkan laki-laki yang umurnya jauh lebih dewasa darinya itu sendirian.
Ketika ingin merebahkan dirinya, tiba-tiba ponsel di saku celananya bergetar. Laki-laki itu melirik segara arah, memastikan bahwa keadaan aman untuknya menerima telfon yang masuk ke ponsel rahasianya.
Begitu yakin keadaan sudah aman, ia buru-buru mengeluarkan ponsel miliknya lalu menekan tombol hijau sehingga telfon tersambung.
"Ada apa?" tanpa menyapa, dia segera menanyakan keperluan lawan bicaranya.
"Maaf, Bos. Kapan anda kembali?" tanya orang di seberang sana.
"Belum tahu, memang ada apa?" Vino sama sekali tidak memberi kepastian tentang dirinya.
"Tuan Besar dan Nyonya mencarimu," seseorang itu memberi tahu tentang masalah yang ada di sana.
Laki-laki itu hanya diam tak berniat menjawab. Dia sudah sangat hafal dengan tabiat orang tuanya. Mereka mencarinya pasti untuk masalah perjodohan yang membuat dirinya amat sangat muak.
"Mereka membawa wanita tidak jelas lagi." Vino bukan bertanya, melainkan menegaskan bahwa apa yang ia pikirkan memang benar.
"Iya, Bos. Nyonya ingin anda menerima per ...."
"Stop, aku sedang tidak ingin dengar tentang itu!" bentak Vino garang.
Tanpa basa-basi laki-laki itu segera mengakhiri panggilan telfon dari anak buahnya yang berada di ibu kota ketika instingnya merasakan kehadiran seseorang yang mendekat ke kamar yang sedang ia gunakan. Dengan cepat ia menyembunyikan ponsel miliknya.
Benar saja, setelah Vino menyembunyikan ponsel miliknya, tiba-tiba seseorang masuk ke dalam kamar itu membawa sebuah nampan berisi secangkir teh hangat beserta cemilan berupa roti bakar.
"Bang, karena kamu belum selera makan nasi. Sekarang Fana buatkan roti bakar untuk mengganjal perut sebelum minum obat," ujar wanita itu yang tak lain adalah Syifana.
Laki-laki tampan itu memperhatikan Syifana yang duduk di sebelahnya. Gadis itu dengan perlahan meletakkan secangkir teh hangat dan juga Roti bakar yang di buat olehnya.
"Kelihatannya enak, Fana. Boleh aku makan sekarang?" tanyanya dengan lembut.
Syifana mengangguk pelan. Gadis itu mengambil roti bakar yang sudah ia letakkan di meja lalu memberikannya pada Vino. Tanpa pikir panjang, laki-laki itu menerima uluran makanan yang di buat oleh gadis remaja yang ada di hadapannya lalu melahap roti bakar itu dengan lahap.
"Pelan-pelan, Bang." Syifana mengulurkan tangannya menyentuh sudut bibir Vino yang terkena selai kacang.
Untuk pertama kalinya laki-laki itu merasakan keanehan ketika ada lawan jenis yang menyentuhnya. Laki-laki itu diam memandang Syifana begitu dalam.
Tanpa disadari oleh keduanya, Vino semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Syifana. Gadis remaja yang baru kali ini merasakan kedekatan dengan pria selain ayah dan kakak laki-lakinya itu sama sekali tidak tahu bahwa apa yang kini di lakukan Vino amat sangat berbahaya untuknya. Dia masih diam tak merespon ketika Vino semakin mendekatkan dan hampir menyatukan bibir keduanya.
Saat bibir Vino dan Fana hampir menyatu, tiba-tiba seorang pria masuk ke dalam kamar itu. Vino yang sadar dengan kedatangan orang lain di ruangan itu segera menjauhkan kembali wajah yang hampir bertemu itu.
Sedangkan seseorang yang baru masuk ke dalam kamar yang berisikan kedua manusia berbeda jenis itu kini merasakan amarah yang begitu tinggi. Jika tidak ingat bahwa di belakangnya ada seorang wanita paruh baya, mungkin ia sudah menghajar laki-laki yang sedang mengambil kesempatan dari gadis polos di depannya.
Bersambung...