Ibu,,, aku merindukanmu,, airmatanya pun berderai tatkala ia melihat seorang ibu dan anaknya bercanda bersama. Dimanakah ibu saat ini,, aku membutuhkanmu ibu,,,
Kinara gadis berusia 18thn yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian kedua orang tuanya yang mengejar bahagia mereka sendiri, hingga ia harus merelakan harga dirinya yang tergadai pada seorang CEO untuk kesembuhan sang adik,,apakah bahagia akan hadir dalam hidupnya atau hanya derita dan derita,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liliana *px*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 12 kesadaran Naya
Sementara itu di salah satu Rumah Sakit di kota B. Nampak seorang wanita paruh baya yang terlihat anggun dengan kecantikan yang masih terlihat meski usianya hampir setengah abad.
Dengan tergesa gesa dia berjalan menuju kamar IGD di mana menantu kesayangannya dirawat. Sesampainya di ruang perawatan Cindy, beliau pun segera masuk, mendapati menantu kesayangannya yang masih tak sadarkan diri dengan selang infus juga beberapa alat medis yang terpasang ditubuhnya.
Melihat keadaan Cindy yang seperti itu, air matanya pun jatuh membasahi pipinya.
"Sayang,,, cepatlah sadar, ini Mama sayang,,,"
Dengan air mata yang terus berderai ia membelai rambut Cindy sambil duduk disamping brankar menantunya.
Selang waktu berapa lama, ia pun tersadar akan sesuatu, kenapa putranya tak ada disamping istrinya saat ini, padahal ia tak sedang ada safari bisnis.
Nyonya Lia pun segera mengambil ponselnya dan menghubungi putra kesayangannya itu.
Tak berselang lama sambungan pun terhubung.
"Assalamualaikum, Ma,," jawab Raffi di seberang.
"Waalaikum salam sayang,,, kamu kenapa tidak menunggui istrimu, dia butuh kamu sekarang, Mama tidak mau tau, kamu harus secepatnya kemari!"
Sebelum mendapat jawaban dari Raffi, Nyonya Lia sudah menutup sambungan tlp nya.
Nampak raut kekecewaan terlihat jelas di wajahnya, kenapa putranya sampai tega pada istrinya sendiri, namun ia juga tau persis sifat putranya itu, pasti ada alasan yang membuatnya berbuat demikian, tapi apa? Itulah pertanyaan yang selalu ada di pikirannya saat ini, kalau soal kerjaan, Raffi pasti bisa meninggalkannya untuk menjaga istrinya, karena pekerjaan bisa diambil alih oleh asistennya.
Apa karena keturunan? Itulah yang selalu ada dipikirannya. Sudah hampir 6 tahun mereka menikah, namun belum juga dikaruniai momongan, padahal ia sudah berharap besar pada menantunya itu, hingga ia menyayanginya melebihi pada putranya sendiri, karena Cindy juga anak dari sahabat karibnya.
Apa lagi Nyonya Lia tidak memiliki seorang putri.
"Ya Allah,,, sembuhkanlah menantuku, segeralah beri keduanya kepercayaan untuk amanat Mu ya Robbi,,,"
Buliran bening tetap setia mendampinginya menjaga putri sahabatnya sekaligus menantu kesayangannya itu.
Hingga ponselnya bergetar dan menampilkan sebuah foto yang membuatnya tercengang, ia tak bisa berkata kata, namun tangannya mengepal menahan amarahnya.
"Berani sekali kau wanita murahan,,,"
Gumamnya lirih sambil mencengkram ponselnya.
Segera ia menelpon seseorang dan keluar dari ruang perawatan Cindy setelah memastikan suster penjaga sudah ada di tempat Cindy, beliau khusus menyewa suster untuk menjaga dan menemani Cindy selama beliau tak ada disamping Cindy.
Dengan langkah yang terburu buru, ia segera memasuki mobilnya yang sudah di tunggu oleh sopir pribadinya.
"Kita ke Rumah Sakit Medika, Pak !"
Tuturnya lembut namun sangat tajam bagai belahan sembilu.
Pak Ahmad hanya bisa mengangguk hormat, tak berani menatap majikannya yang wajahnya terlihat merah padam menahan marahnya.
Dengan perlahan mobil mulai meninggalkan rumah sakit kota B.
****
Sementara itu di Rumah Sakit Medika, diruang rawat Rana, kini tidak hanya Rana yang terbaring tak berdaya, di samping ranjangnya pun terbaring Naya yang tak sadarkan diri, akibat perkataan Rendra yang belum selesai, namun diartikan lain oleh Naya hingga ia tak kuasa menahan kesedihannya lalu jatuh pingsan.
"Sayang,,, bukalah matamu, ini Kakak sayang,,, Naya,,, buka matamu,,, jangan menakutiku seperti ini, bukalah sayang,,, Naya,,,"
Air mata terus mengalir dari pelupuk matanya, terjun bebas hingga jatuh membasahi wajah Naya. Perlahan Naya mengerjabkan matanya.
Memandang wajah yang kini berada tepat di depan nya, ia pun sontak bangun dari tidurnya, lalu berhambur ke pelukan Nara.
"Kakak,,,"
pekiknya lirih sambil memeluk Nara, air matanya tak bisa dibendung lagi, keluar begitu saja tanpa permisi.
"Aku pikir tak bisa melihat Kakak lagi, aku takut Kak,,, berjanjilah padaku, demi apa pun juga jangan pernah meninggalkan kami,,, berjanjilah Kak,,,"
Naya melepas pelukannya lalu melingkarkan jari kelingkingnya. Nara tersenyum melihat kelakuan adiknya, ia pun ikut menautkan jari kelingkingnya ke jari Naya.
"Kakak berjanji sayang,,, tak akan meninggalkan Naya dan Rana, apa pun yang akan terjadi, kita hadapi bersama."
Nara menghapus air mata Naya, sedang gadis itu hanya mengangguk menjawab perkataan Kakaknya. Mereka pun tersenyum bersama meski air mata terus saja mengalir dari kedua pelupuk mata mereka, lalu Nara memeluk adiknya itu dengan penuh kasih sayang.
Rendra dan Raffi yang melihat adegan kedua kakak beradik itu pun terdiam. Mereka merasakan juga suasana haru itu. Entah kenapa mereka juga sakit dan sedih melihat wanita wanita yang mereka cintai menitikkan airmatanya. Padahal mereka tahu, belum tentu kedua wanita itu mengerti akan perasaan mereka.
Keduanya pun saling pandang, lalu memutuskan untuk keluar dari ruangan itu menuju ke ruang kerja Rendra.
"Kau benar tidak mau menjenguk Cindy, bagaimanapun dia masih istrimu, Bro,,"
Rendra menatap lekat sahabatnya itu. Raffi hanya membuang nafasnya dengan berat.
"Aku tidak bisa mengabaikan pengkhianatannya , setiap ku melihat wajahnya, pasti raut wajah pria brengsek itu seakan tersenyum mengejekku, jika marahku tak bisa ku kendalikan kau tahu kan akibatnya."
Raffi sekilas melirik ke arah sahabatnya yang terus memandanginya meski sesekali ia tersenyum membalas sapaan rekan kerja yang berpapasan dengannya.
"Lalu Nara, apa rencanamu padanya, kau akan membuang dia setelah kau dapat hasilnya?"
Langkah Raffi terhenti saat matanya menangkap sosok bayangan yang sangat di kenalnya.
"Sial,,, Mama,,,"
Rendra yang mendengar ucapan Raffi pun terkejut, ia pun menoleh ke arah mata Raffi tertuju.
"Nara,,,"
pekik keduanya bersamaan lalu bergegas berlari ke ruang rawat Rana, tanpa memperdulikan orang orang yang memandang ke arah mereka.
"Ren,,, hadang Mama aku urus Nara dan yang lain!"
Rendra pun mengangguk lalu memutar haluan ke arah Nyonya Lia yang kini sedang berjalan ke arah ruang perawatan Rana.
"Tante Lia,,,?"
Rendra berpura pura kaget saat mereka sedang berhadapan sekarag. Nyonya Lia Aditama pun tersenyum melihat Rendra.
"Hai Ren,,, kamu apa kabarnya sayang, sudah lama tiidak bertemu denganmu, Mama Papa sehat bukan?"
Senyuman tipis terus menghiasi bibir Nyonya Lia. Rendra yang melihat senyuman itu semakin ciut nyalinya, karena ia tau pasti jika senyuman itu muncul pasti akan terjadi hal buruk, dan ia tau itu apa.
"Raffi cepatlah bertindak, kalau tidak kita akan mati hari ini." Bisiknya dalam hati.
"*Kau sakit Ren? Apa ada yang kau sembunyikan dari aku?"
"Ti,,, tidak Tante, tak ada yang kusembhnyikan dari Tante,,,Mama dan Papa sehat, pasti Tante lebih tau pasti keadaan mereka dari pada saya*."
Rendra sudah tertunduk saat mata singa betina itu memandangnya tajam.
"Kau memang pintar Rendra, tapi kenapa sekarang kau jadi bodoh,,,tunggu aku membereskan wanita itu beserta adik adiknya, setelah itu bersiaplah untuk hukumanmu."
Rendra hanya bisa memandangi punggung Nyonya Lia yang melangkah menjauhinya dan semakin dekat dengan ruang rawat Rana.
"Maafkan aku Nara,,, aku tidak bisa berbuat apa apa untuk menolongmu sekarang, tak ada yang berani dengan Mamanya Raffi, termasuk Raffi sendiri. Moga kau terhindar darinya Nara,,,"
gumam Rendra dalam hati lalu melangkah cepat menyusul Nyonya Lia.
Saat Rendra sampai di ruang Rawat Rana, matanya terbelalak menyaksikan semua.
bersambung🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹