Kisah yang menceritakan tentang keteguhan hati seorang gadis sederhana, yang bernama Hanindya ningrum (24 tahun) dalam menghadapi kemelut rumah tangga, yang dibinanya bersama sang suami Albert kenan Alfarizi (31 tahun)
Mereka pasangan. Akan tetapi, selalu bersikap seperti orang asing.
Bahkan, pria itu tak segan bermesraan dengan kekasihnya di hadapan sang istri.
Karena, bagi Albert Kenan Alfarizi, pernikahan mereka hanyalah sebuah skenario yang ditulisnya. Namun, tidak bagi Hanin.
Gadis manis itu, selalu ikhlas menjalani perannya sebagai istri. Dan selalu ridho dengan nasib yang dituliskan tuhan untuknya.
Apa yang terjadi dengan rumah tangga mereka?
Dan bagaimana caranya Hanin bisa bertahan dengan sikap dingin dan tak berperasaan suaminya?
***
Di sini juga ada Season lanjutan ya say. Lebih tepatnya ada 3 kisah rumah tangga yang akan aku ceritakan. Dan, cerita ini saling berkaitan.
Selamat menikmati!
Mohon vote, like, dan komennya ya. Makasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shanayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11
Hanin berlari kecil menuju halte bis, mencoba mengabaikan suara klakson mobil dibelakangnya. Karena dia tau, siapa orang yang sedang mengemudikan mobil itu.
"Apa kau mau pulang? Naiklah!" Kenan parkir di samping Hanin berdiri.
"Makasih mas, tapi aku pulang naik ojol aja, mas kan mau kekantor, arah tujuan kita berlawanan." Hanin menjawab, dan melirik pria itu sekilas.
"Ok." Kenan menutup kembali kaca pintu mobilnya, menginjak pedal gas. Kemudian berlalu meninggalkan gadis itu disana.
Hanin seketika terpana. "Hah, pria seperti apa dia itu. Nggak ada pekanya sama sekali. apa dia nggak liat aku lagi marah, dibujuk kek, dirayu kek, minta maaf kek. Kan banyak yang bisa dia lakuin. Ini malah main pergi aja. Dasar, tak punya hati." Hanin merutuk dalam kesalnya.
Tak lama gadis itu sudah sampai didepan rumah, dia pulang menggunakan taksi online. Berjalan menuju pintu. Memencet bel beberapa kali.
Tak lama pintu terbuka, muncul bik Yem disana.
"Lo, nona sudah pulang juga?" Tanya wanita paruh baya itu.
"Apa mas Kenan juga sudah pulang bik?" Hanin bertanya, matanya mulai meyapu sekeliling ruangan.
"Udah non, kira-kira setengah jam yang lalu." Bik Yem menutup pintu kembali.
"Kenapa dia nggak bilang kalau tujuannya sama, tau gitu kan, kita bisa pulang bareng. Ih... dasar." Hanin masih merutuk dalam hati.
"Apa non Hanin butuh sesuatu?" Bik Yem kembali berucap.
"Nggak kok bik. Hanin ke kamar dulu ya, ganti baju. Habis itu Hanin ke dapur, kita masak soto daging buat makan malam ya bik." Hanin mengusap pelan bahu wanita paruh baya itu. Kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar.
"Hum..ah.. wangi sekali, sepertinya wanita itu memasak soto daging." Kenan bergumam, karena dia dapat mencium wangi masakan yang sangat menggoda, sesaat dia membuka pintu kamar. Kenan sudah hapal betul dengan wangi masakan yang satu ini, karena memang soto daging adalah makanan favorit pria itu.
Kenan melangkah menuruni tangga, matanya melihat sekeliling lantai bawah, mencari keberadaan wanita yang tadi di tinggalkannya di tepi jalan. Namun, hingga langkahnya terhenti di dapur, gadis itu tetap tak terlihat.
"Apa dia belum pulang?" Gumam kenan.
"Nona Hanin, di kamarnya tuan, nona sedang shalat Ashar." Suara bik Yem mengejutkan pria yang sedang melamun itu.
"Bibik, bikin kaget saja. Kenan tidak mencari dia bik. Kenan hanya sedang menikmati aroma masakan yang bikin lapar ini." Kenan menarik nafasnya dalam, menghirup aroma soto tadi.
"Tuan, Bibik sudah kenal tuan dari kecil. Dan bibik tau apa yang ada dalam pikiran tuan." Bik Yem ingin mengatakan itu. Tapi hanya berani berucap dalam hatinya. Dia sengaja membiarkan tuan mudanya itu menyadari perasaannya sendiri.
"Apa tuan mau makan sekarang?"
"nggak bik, nanti malam aja. Tapi, tolong bikinin Kenan jus apel ya bik." Ucapnya.
Kenan kemudian melangkah menuju kursi ruang tamu.
"cit, it.." Pintu kamar Hanin terbuka. Terlihat gadis itu keluar dari sana, lalu melangkah menuju dapur. Tanpa menoleh ke arah Kenan.
"Hanin." Panggil Kenan.
"Apa mas memanggilku?" Langkah Hanin terhenti, dia berbalik menatap ke arah Kenan. Hanin heran. Sejak dia mengenal pria itu, baru kali ini dia menyebut namanya.
"Apa dirumah ini ada orang lain yang punya nama kampungan seperti itu?"Jawab pria itu, Ketus.
Hanin berjalan mendekat. "Iya mas, ada apa?" Dia tetap menyunggingkan senyum, meski hatinya masih mendongkol.
"Duduklah, ada yang ingin ku bicarakan." Kenan menunjuk kursi di hadapannya.
Hanin menurut, "Baiklah, apa yang ingin mas bicarakan denganku?" Tanyanya lagi,
"Ini soal tadi siang. Apa kau masih marah padaku?"
"Apa aku punya hak untuk marah?" Hanin kembali bertanya, dia menatap mata Kenan.
Pria itu terlihat salah tingkah. Karena tatapan menusuk Hanin. "Sebenarnya, aku memang sudah memberi ijin kepada mantan kekasihmu, untuk mendekatimu lagi. Karena aku tau dia pria yang baik. Jadi aku pikir, dia adalah calon yang tepat untukmu setelah kita bercerai nanti." Kenan menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa.
"Terima kasih, karena mas sudah memikirkan kebaikanku. Tapi, ada satu hal yang harus mas ingat. Begitu mas mengucapkan kata thalak padaku. Maka, aku bukan lagi tanggung jawab dirimu mas. Kita akan kembali menjadi dua orang asing. Masalah jodoh, rezeki dan maut, sudah ada yang mengatur. Jadi, tidak usah repot memikirkan siapa yang tepat atau tidak tepat, untuk menjadi pendampingku selanjutnya. " Hanin berucap dengan suara sedikit bergetar, matanya terlihat mulai memerah, hatinya terasa pilu.
Kenan, menatap Hanin dalam. "Aku hanya berusaha membalas kebaikanmu selama ini. Kau selalu mengurusku dengan baik. Sedangkan kau tak pernah meminta apapun kepadaku, kau bahkan selalu menolak materi yang kuberikan." Ucap pria itu, dia menegakkan kembali punggungnya.
"Aku melakukan semua itu untuk mencari ridhonya Allah mas, tidak usah terbebani dengan baktiku kepadamu. Karena bagaimanapun, mas adalah suamiku. Dan kewajibaan istri adalah mengabdi kepada suaminya. Untuk masalah materi, aku sudah makan dan tinggal gratis di rumahmu, aku rasa semua itu, sudah lebih dari cukup untuk membalas semua yang kulakukan." Hanin berdiri, kemudian melangkah kembali menuju dapur, dia tidak ingin Kenan melihat air matanya, yang sudah mulai tak terbendung lagi.
Gadis itu masuk kekamar mandi yang ada disudut dapur. Mengunci pintu, lalu menghidupkan keran air. Agar tidak ada yang bisa mendengar tangisnya.
Kenan masih terduduk disana, dia sedang mengartikan setiap kata yang diucapakan oleh gadis itu.
"Apa aku sudah terlalu kejam padanya?"
Gumamnya dalam hati.
***
"Tok, tok, tok suara ketukan pintu membuat Hanin terbangun dari tidur lelapnya. Dia mengucek matanya pelan. Melihat ke arah jam, yang masih mengarah pukul 2 dini hari.
"Siapa sih yang mengetuk tengah malam begini." Hanin menggerutu. menggunakan jilbab sorongnya, lalu berjalan menuju pintu.
"Asisiten Berryl, ada apa ya?" Hanin bertanya pada pria yang sudah berdiri di depan kamarnya itu.
"Maaf nona, saya mengganggu tidur anda." Pria itu menunduk.
"Tidak papa, apa anda butuh sesuatu?" Hanin kembali bertanya.
"Begini nona, tuan Kenan tadi terlibat kecelakaan ketika beliau hendak pergi ke club."
"Apa? Trus mas Kenan sekarang gimana? Apa dia msuk rumah sakit?" Hanin terlihat panik.
"Tenang nona, beliau tadi sudah saya bawa ke rumah sakit, dan sekarang sudah berada dikamarnya, tadinya dokter menyarankan tuan untuk rawat inab. Tapi tuan Kenan menolak, dan tetap ngotot ingin pulang."
"Jadi apa yang harus kulakukan?" Gadis itu masih terlihat panik.
"Saya ingin nona merawat tuan dilantai atas, saya khawatir kalau tuan butuh sesuatu. Sementara tidak ada orang yang bisa membantu. Tadinya saya mau tinggal. Tapi tuan kenan mengusir saya pulang." Jelas Berryl lagi.
"Baiklah, kalau gitu. Aku akan tidur diatas." Hanin berjalan mendahului asisten Berryl. Gadis itu sangat khawatir dengan keadaan suaminya.
TBC
Mohon, like, vote, dan jadikan favorit. Kalau berkenan, beri hadiah juga ya readers.
Dan, silahkan tinggalkan Krisannya
Terima kasih.
sorry gwa baca sampe sini