Ardina Larasati, sosok gadis cantik yang menjadi kembang desa di kampung Pesisir. Kecantikannya membuat seorang Regi Sunandar yang merupakan anak pengepul ikan di kampung itu jatuh hati dengannya.
Pada suatu hari mereka berdua menjalin cinta hingga kebablasan, Ardina hamil, namun bukannya tanggung jawab Regi malah kabur ke kota.
Hingga pada akhirnya sahabat kecil Ardina yang bernama Hakim menawarkan diri untuk menikahi dan menerima Ardina apa adanya.
Pernikahan mereka berlangsung hingga 9 tahun, namun di usia yang terbilang cukup lama Hakim berkhianat, dan memutuskan untuk pergi dari kehidupan Ardina, dan hal itu benar-benar membuat Ardina mengalami gangguan mental, hingga membuat sang anak yang waktu itu berusia 12 tahun harus merawat dirinya yang setiap hari nyaris bertindak di luar kendali.
Mampukah anak sekecil Dona menjaga dan merawat ibunya?
Nantikan kelanjutan kisahnya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Setelah puas dengan belanjaannya, mereka berdua memutuskan pulang, setelah makan di gerai cepat saji, Dona benar-benar menikmati makanan itu dengan lahap, tanpa sadar senyum di bibir kecil itu mulai merekah.
"Om rotinya enak ya, gak kaya roti yang aku beli di warung Bu Rahmi," ujar anak itu.
Regi hanya bisa tertegun, sorot matanya benar-benar menunjukkan kilatan penyesalan yang tiada ujungnya. "Kalah kamu mau lagi, Om bisa pesankan sandwich nya," sahut Regi.
Anak kecil itu menggeleng cepat. "Tidak Om, ini sudah cukup dan sangat mengenyangkan."
"Yakin?"
"Iya Om ini sudah mengenyangkan," sahut anak itu mempertegas.
Seketika mata Regi menatap gadis, hatinya bergetar, dari sudut pandangnya dia melihat jika Dona bukanlah anak miskin yang kurang kasih sayang, tapi dia anak yang mencoba bersyukur di saat kekurangan memeluknya.
'Kau hebat Dona, di saat semua kekurangan kamu alami, tapi kamu masih pandai bersyukur Nak,' gumamnya di dalam hati.
Makan sudah selesai, kini wajah Dona terlihat sumringah karena merasa kenyang, sementara Regi pria itu hanya tersenyum lega melihat wajah berseri Dona.
"Don, mau jalan-jalan lagi atau pulang?" tanya Regi.
"Aku ingin pulang aja Om, udah malam," sahutnya singkat.
"Baiklah kalau gitu kita pulang ya," ucap Regi.
"Tapi Om..." ucapan Dona menggantung.
"Tapi apa Don?"
"Kapan-kapan kita kesini lagi ya, dan aku ingin ajak Ibu juga," pintanya dengan harap.
Regi tersenyum pahit, ada ragu yang sulit ia ungkapkan. "I-iya kapan-kapan ajak ibumu juga ya."
Mereka akhirnya benar-benar memutuskan untuk pulang, angin malam membawa hawa sejuk dan meninggalkan aroma roti yang memanjakan indera pencium.
Dona menatap jendela mobil dengan tatapan bangga, tak pernah dibayangkan dalam benaknya, ia yang hanya anak pantai setiap hari disuguhi dengan pemandangan alam dan aroma asin, sekarang bisa menikmati indahnya kota di tengah malam.
"Ternyata benar apa yang diceritakan teman-temanku, kalau di kota itu pemandangannya sangat bagus sekali," gumam anak itu sambil melihat toko-toko besar berjajar rapi yang kini ia tinggalkan.
waktu tanpa terasa, saat ini mobil sudah memasuki kawasan jalan dekat rumahnya, namun di saat mobil Regi memasuki jalan raya, yang searah dengan rumah juragan Halik, tiba-tiba saja suara Dona mencegahnya.
"Om nanti kalau sampai perempatan jangan lurus ya, kita belok kiri saja," pinta Dona tiba-tiba.
Legi tertegun heran, pasalnya lewat jalur kiri memperlambat perjalanan. "Loh kenapa Don?"
Anak itu menggeleng pelan, tatapannya nanar, ada rasa yang sulit terucap, namun ia berusaha untuk berbicara. "Kalau jalan yang lurus itu melewati rumah Juragan Halik," kata anak itu hati-hati.
Regi terkejut, jantungnya berdegup kencang, bukan sedang jatuh hati, ataupun kabar gembira, melainkan rasa takut dan khawatir yang melanda.
"Memangnya kenapa, dengan rumah juragan Halik?" tanya Regi sedikit gugup bahkan wajahnya mendadak pucat.
Hening sejenak, hanya suara angin malam, sebelum akhirnya gadis kecil itu membuka suara dengan tatapan datar.
"Kata orang anak juragan Halik, ayah kandungku yang sudah ninggalin Ibu," ucapnya seolah sedang menyembunyikan luka yang selama ini dipendamnya sendiri.
Refleks Regi menginjak rem perlahan, mobil berhenti di bahu jalan yang sepi, hanya diterangi cahaya lampu jalan, sementara Dona hanya menatap lurus, seolah ucapannya tadi tidak berarti apa-apa sedangkan bagi Regi kalimat itu bagaikan palu Godam yang langsung menghantam keras sampai ke dasar jantungnya.
"Don ..." suara Regi serak. "Siapa yang bilang seperti itu?"
Dona terdiam tatapannya menunduk sambil meremas ujung bajunya. "Teman-teman dan orang dewasa, bahkan aku sering dikasihani, karena kata mereka ayahku kabur."
Perkataan itu benar-benar menyayat hati Regi membuang pandangan jendela menyembunyikan air mata yang sudah jatuh satu per satu dengan pelan tangannya mulai mengusap pipinya.
Kilatan masa lalunya berputar, kesalahan, keputusan bodoh, ketakutan untuk bertanggung jawab, dan luka yang ia tinggalkan, pada satu perempuan, dan seorang anak kecil yang kini duduk tepat di sampingnya.
“Terus… Dona percaya?” tanyanya perlahan.
“Aku gak tahu, Om,” sahut Dona jujur. “Aku cuma tahu Ayah itu orang yang katanya pergi sebelum aku lahir. Ibu selalu bilang, Ayah pergi demi kebaikan… jadi aku gak boleh benci, pada waktu itu Ibu bilang begitu di saat kondisinya membaik, dan ada Ayah Hakim disampingnya, tapi sekarang semuanya sudah berbeda."
Regi mengepalkan setir. Nafasnya berat. Kata demi kata Dona seperti jarum yang menusuk perasaannya. Bukan karena orang lain, tapi karena kebenaran yang perlahan tak bisa lagi ia sembunyikan.
“Dona…” Regi menoleh, suaranya bergetar. “Kalau suatu hari… kamu tahu siapa ayah kandungmu sebenarnya, apa yang akan kamu lakukan?”
Anak itu berpikir sebentar, lalu mengangkat wajah dengan senyum paling polos yang ia punya. “Aku mau ketemu dia… terus tanya satu aja.”
“Apa itu?” jalan nafas Regi makin tercekat.
“Kenapa dia pergi lama banget sampai aku besar tanpa sempat dipeluk,” jawab Dona lirih.
Dari situ air mata Regi sudah benar-benar tidak terbendung, pria itu terlihat beberapa kali mengusap pipinya, berpura-pura kelilipan terkena debu, padahal kebenarannya tidak seperti itu.
"Om, jangan dikucek terus nanti matanya iritasi," ucap Dona pelan, sementara Regi hanya bisa menatap wajah anak itu dengan semua penyesalannya.
"Gak apa-apa Don, kalau gak dikucek rasanya semakin perih," kata Regi, padahal yang perih hatinya bukan mata yang ia jadikan tameng.
Akhirnya Regi menghidupkan mesin lagi.
“Kita belok kiri ya, Don,” ucapnya pelan.
Dona mengangguk.
Mobil bergerak perlahan menjauhi jalan yang menuju rumah Juragan Halik, jauh dari masa lalu yang ingin Regi hindari, namun semakin dekat menuju kenyataan yang tak mungkin terus disembunyikan.
Di dalam dadanya, Regi bertekad. ‘Tidak lama lagi, Dona ... kamu akan tahu siapa aku sebenarnya. Dan saat itu tiba, aku akan berdiri sebagai laki-laki yang berani mengakui kesalahanku, bukan lagi pria pengecut yang sekadar menjadi Om bagimu.’
Tanpa terasa mobil sudah berhenti di depan rumah Dona, lampu-lampu rumah tetangga sudah padam pertanda malam sudah larut, sementara Dona gadis kecil itu setengah mengantuk namun masih sadar dan kuat untuk berjalan.
"Don, kamu ngantuk?"
"Iya Om sedikit," sahutnya.
"Om tuntun ya, takut jatuh," kata Regi.
"Tidak usah Dona masih bisa kok," tolak gadis itu dengan sopan.
Regi mengangguk tidak ingin memaksa setelah membukakan pintu untuk Dona ia langsung buka bagasi dan mengeluarkan semua barang-barang yang sudah dibeli tadi, namun tanpa mereka berdua sadar, seseorang dibalik pagar bambu rumah warga tengah mengawasi keduanya.
Di saat melihat Regi, pria misterius itu langsung meraih handphone yang ada di saku jaketnya ia langsung mengetikkan sesuatu dalam pesan tersebut. "Juragan, Mas Regi memang ada bersama anak itu." tulisnya di dalam pesan singkatnya.
Bersambung ....
Selamat pagi Kakak semoga suka ya ...
ku harap regi ketemu orang yg status d powery yg lbh tinggi dr halik y bisa menolong dona,regi d mamay dona. d mereka bs bangkit d pya segalay yg tk bs bpny tandingi.
klo g biarlah regi ma dona tinggal di plosok desa yg nyaman d orgy lebh manusiawi d kekeluargaany kentl bgt.biar g mempan di sogok pake duit ma halik.hidup dg kesederhanaan tp bahagia hdp bersama dona d mamay mjd keluarga .