Dunia Isani seakan runtuh saat Yumi, kakak tirinya, mengandung benih dari calon suaminya. Pernikahan bersama Dafa yang sudah di depan mata, hancur seketika.
"Aku bahagia," Yumi tersenyum seraya mengelus perutnya. "Akhirnya aku bisa membalaskan dendam ibuku. Jika dulu ibumu merebut ayahku, sekarang, aku yang merebut calon suamimu."
Disaat Isani terpuruk, Yusuf, bosnya di kantor, datang dengan sebuah penawaran. "Menikahlah dengaku, San. Balas pengkhianatan mereka dengan elegan. Tersenyum dan tegakkan kepalamu, tunjukkan jika kamu baik-baik saja."
Meski sejatinya Isani tidak mencintai Yusuf, ia terima tawaran bos yang telah lama menyukainya tersebut. Ingin menunjukkan pada Yumi, jika kehilangan Dafa bukanlah akhir baginya, justru sebaliknya, ia mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Dafa.
Namun tanpa Isani ketahui, ternyata Yusuf tidak tulus, laki-laki tersebut juga menyimpan dendam padanya.
"Kamu akan merasakan neraka seperti yang ibuku rasakan Isani," Yusuf tersenyum miring.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11
"Kamu bilang datang untuk melamar Sani kan?" Farah mencoba mengalihkan pembicaraan, tahu jika Yumi sedang tidak baik-baik saja. "Tapi kenapa kamu gak ngajak orang tua kamu. Jangan-jangan mereka tak setuju kamu menikah dengan Sani," tersenyum miring. Ia yakin, keluarga terhormat tidak akan mau menerima menantu yang asal usulnya tidak bagus. Bibit bobot dan bebet pasti jadi pertimbangan utama.
"Maaf Tante, mereka tak bisa datang kesini. Em... kedua orang tua saya sudah tidak ada."
"Maafkan Tante ya," ujar Fatur, merasa tak enak. "Dia tidak tahu."
"Tidak masalah Om."
Farah membuang nafas kasar saat dirasa, pernikahan keduanya sulit untuk dicegah.
"Saya sangat mencintai Isani," Yusuf menoleh pada Sani yang duduk di sampingnya. "Saya berjanji, akan menjaga dan membahagiakan Sani seumur hidup saya. Izinkan saya untuk menikahi Isani, menjadikannya ratu dalam istana saya."
"Maaf Yusuf," ternyata Farah belum juga mau menyerah. "Apa keluarga besar kamu yang lain, tahu soal ini? Maksud saya, seperti kakek nenek, atau paman bibi? Takutnya, kami memberi restu, namun mereka malah tidak. Lebih baik kamu pastikan dulu, kasihan Sani kalau harus gagal nikah sampai kedua kalinya," pura-pura simpati, aslinya kebalikannya.
"Mereka urusan saya, Tante. Yang akan menjalani pernikahan adalah saya dan Isani, bukan mereka. Lagipula, saya tak minta uang pada mereka, jadi mereka tak bisa mengatur hidup saya. Isani segalanya bagi saya," menatap Isani dalam, sampai yang ditatap salting. "Saya ingin menghabiskan seluruh hidup saya bersama Isani, menua bersamanya. Mengenai latar belakang Sani, saya tak masalah sama sekali. Isani wanita yang sangat berharga buat saya."
Sani yang tak ada rasa, mendadak baper melihat sikap gentleman Yusuf. Selain mau menerima semua kekurangannya, laki-laki itu juga begitu memperjuangkannya.
"Kalau Om terserah Sani saja. Selama Sani bahagia, Om akan ngasih restu," tak mungkin ia menolak punya menantu sekelas Yusuf.
...----------------...
Isani membuang nafas lega begitu masuk ke dalam mobil Yusuf. Tak pernah ia sepuas dan sebahagia ini melihat wajah Yumi dan Tante Farah. Ternyata semenyenangkan ini balas dendam. Ah...jadi tak sabar melihat mereka melongo mengetahui dia mendapatkan mahar 1 Milyar.
"Seneng banget kayaknya," Yusuf yang menyetir, menoleh sekilas pada Sani. Sebenarnya tadi Sani ingin pulang dengan motornya, namun tak ia izinkan karena ini sudah malam.
"Banget!" Sani tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
"Aku kerenkan?"
"Em... iya sih," Sani tak bisa menyangkal.
"Udah jatuh cinta?"
Sani berdecak pelan. "Kamu fikir semudah itu jatuh cinta."
"Bisa jadi, kenapa tidak. Cinta pada pandangan pertama aja bisa."
"Tapi bagi wanita yang pernah disakiti laki-laki kayak aku, gak mudah untuk jatuh cinta lagi."
"It's ok. Hanya gak mudahkan, bukan mustahil," Yusuf menoleh sambil tersenyum. "Kencan yuk."
"Kencan?" Kening Sani mengernyit.
"Iya, mumpung belum terlalu malam. Siapa tahu nanti kamu jatuh cinta sama aku sehabis kita kencan."
"Emang jam segini mau kemana?" Saat ini sudah jam 9 lebih, sudah sangat malam bagi Sani yang memang tak pernah keluar malam jika tak penting-penting amat.
"Jakarta itu kota 24 jam. Mau kam berapa pun masih rame. Gak usah takut gak ada tempat buat kencan, hotel melati buka 24 jam."
"Ish!" Sani seketika mendelik.
"Ah... belum boleh ya?" Yusuf tertawa. "Ok, 3 hari lagi."
"Apa di otak laki-laki, pernikahan itu hanya untuk gituan ya? Heran deh, kenapa malah mikir itu sih?"
"Aku cuma godain kamu, gitu aja ngambek. Yang ada di otak aku bukan itu, tapi...." Yusuf menghentikan mobil karena kebetulan sedang berada di traffic light, mencondongkan badan ke arah Sani. "Kamu. Otakku penuh dengan kamu."
"Ish!" Sani mendorong bahu Yusuf agar menjauh darinya. Berada sedekat itu dengan Yusuf, membuat jantungnya berdebar. Berdebar bukan karena jatuh cinta, tapi takut dimakan buaya.
Yusuf membelokkan mobilnya ke sebuah coffee shop favoritnya. "Kencannya sambil ngopi aja ya," mematikan mesin lalu membuka seatbelt.
"Bisa-bisa gak tidur semalaman kalau jam segini ngopi," Sani sebenarnya kurang setuju.
"Kamu kan udah gak kerja besok. Gak papalah malah ini begadang, besok bisa tidur seharian. Kalau mau, nanti aku temenin begadangnya. Aku gak masalah kok, nginep di kosan kamu."
"Pak Yusuf!" takan Isani sambil melotot.
"Becanda, gitu aja udah keluar tanduknya," Yusuf terkekeh.
Keduanya masuk ke dalam coffee shop, memilih meja yang ada di rooftop karena pemandangannya bagus meski udara terasa lebih dingin daripada di bawah. Memesan 2 cangkir kopi panas dan dua porsi makanan ringan.
"Yah, jaket aku ada di mobil, aku ambilin bentar ya," Yusuf hendak berdiri, namun lengannya di tahan Isani.
"Udah, gak usah."
"Tapi kamu keliatan kedinginan."
"Nanti kalau udah minum hot coffee pasti gak kedinginan lagi."
"Yakin?"
Sani mengangguk.
Suasana coffee shop yang agak sepi, ditambah semilir angin, membuat malam itu terasa dingin namun nyaman dan menenangkan. Ditambah alunan musik dan indahnya lampu gantung outdoor, menambah kesan syahdu. Dua cangkir kopi panas yang baru datang, masih mengepulkan asap dan aromanya begitu menggoda untuk segera dicicipi. Seketika, hangat menjalari tubuh.
Sani membuang muka saat Yusuf menatapnya intens. "Ish, apaan sih," merasa tak nyaman.
"Emang Dafa gak pernah natap kamu kayak gini ya?"
"Gak usah nyebut namanya, bikin badmood."
"Kamu cantik banget, Isani."
"Pak Yusuf!" Sani mendelik kesal. "Udah dong, gak usah gombal."
Yusuf tertawa cekikikan. "Kenapa emang? Takut jatuh cinta? Ya gak papa kali jatuh cinta, kan kita mau nikah. Oh iya, jangan panggil saya Pak lagi, panggil sayang aja."
"Dih... harus gitu?" Sani merasa kurang nyaman dengan panggilan tersebut.
"Wajib."
"Ogah, males banget."
"Dih, dasar gak tahu terimakasih, udah aku bantuin balas dendam juga, dari tadi sekalipun gak denger tuh, kamu bilang makasih."
"Perhitungan banget," Sani memutar kedua bola matanya malas. "Ok, makasih, sa... yang," berat, namun tetap ia ucapkan. "Puas?"
"Banget," Yusuf terkekeh. "San, kamu gak pengen buat prenup?"
"Prenup," ulang Sani sambil mengernyit. "Apa itu penting?"
Tinggalkan rumah Ucup
ayo Sani....kamu pasti bisa....ini br sehari....yg bertahun tahun aja kamu sanggup
gimana THOR