NovelToon NovelToon
Bukan Darahku, Tapi Jantungku: Anakku, Anak Mantan Suamiku?

Bukan Darahku, Tapi Jantungku: Anakku, Anak Mantan Suamiku?

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Romansa / Konflik etika
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Bangjoe

Mungkinkah cinta seorang ibu bisa runtuh oleh kebenaran genetik? Raya membesarkan putranya, Langit, dengan seluruh cinta dan jiwanya. Namun, sebuah tes medis tak terduga mengungkap fakta mengejutkan: Langit bukan darah dagingnya. Lebih mengerikan, DNA Langit justru mengarah pada masa lalu kelam Raya, terhubung dengan mantan suaminya yang dulu menyakitinya. Haruskah Raya mengungkap kebenaran yang bisa menghancurkan keluarganya, atau menyimpan rahasia demi menjaga 'anaknya'?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bangjoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jejak Dalam Kertas Usang

Malam merangkak pelan, menyeret Raya ke dalam jurang kegelisahan yang lebih dalam. Setiap detak jam dinding bagai palu godam menghantam ulu hatinya, mengulang nama Damar dalam bisikan yang menyesakkan. Damar. Apa hubungannya dengan Langit? Pertanyaan itu membakar otaknya, memaksanya duduk tegak di sisi ranjang, sementara Arlan terlelap pulas di sampingnya, tak menyadari badai yang tengah mengoyak jiwa istrinya.

Kata-kata dokter tentang ketidakcocokan DNA Langit dan dirinya terus terngiang. Kebenaran yang Raya cari, bisakah ia menerimanya? Bisakah ia membiarkan rahasia itu menghancurkan kebahagiaannya yang rapuh? Tapi Langit... anak itu adalah napasnya, jiwanya. Demi Langit, ia harus tahu.

Fajar menyingsing, membawa serta keputusan bulat. Raya harus kembali ke masa lalu. Ke titik awal segalanya. Klinik Fertilitas Harapan Indah. Tempat ia dan Damar pernah menanamkan mimpi mereka akan seorang anak. Dan, ironisnya, tempat ia dan Arlan kemudian memulai perjalanan mereka untuk Langit. Mustahil. Tapi kalau bukan di sana, di mana lagi?

"Arlan, aku... aku ada janji dengan teman-teman. Kita mau yoga dan makan siang," Raya berbohong, suaranya sedikit bergetar pagi itu saat Arlan mengecup keningnya. Arlan mengerutkan kening, tapi senyum Raya yang dipaksakan cukup meyakinkannya.

"Hati-hati, Sayang. Jangan lupa Langit sudah selesai fisioterapi jam dua nanti. Kalau kamu tidak bisa menjemput, biar aku yang jemput." Arlan mengusap pipi Raya lembut, ketulusan terpancar di matanya. Rasa bersalah menggerogoti Raya, mencakar-cakar hatinya. Arlan terlalu baik untuk dibohongi, tapi kebenaran ini... terlalu pahit untuk ia utarakan sekarang.

Raya mengangguk, buru-buru meraih kunci mobil. Ia menyetir dengan tangan gemetar menuju klinik itu. Gedung itu masih sama, megah namun entah mengapa kini terasa dingin dan penuh rahasia. Dengan langkah ragu, ia memasuki lobi yang dulu pernah menjadi tempat ia menumpahkan air mata harapan dan kekecewaan. Aroma antiseptik yang khas langsung menyergapnya, memicu kilas balik pahit.

Ia mendekati meja resepsionis, seorang wanita paruh baya dengan kacamata bertengger di hidungnya. "Selamat pagi. Saya Raya Anindita. Saya ingin menanyakan tentang... berkas lama. Saya pernah menjadi pasien di sini beberapa tahun lalu, sekitar sepuluh tahun yang lalu, dan kemudian kembali lagi sekitar lima tahun lalu." Raya mencoba terdengar santai, padahal jantungnya berdebar seperti genderang perang.

Resepsionis itu menatapnya bingung. "Maaf, Bu. Atas nama siapa? Ada keperluan apa ya? Kalau berkas lama biasanya sudah diarsipkan dan butuh prosedur khusus untuk aksesnya."

"Raya Anindita. Saya Raya Anindita. Saya... Saya hanya ingin mengonfirmasi beberapa data, memastikan semuanya masih tersimpan dengan baik. Ini berkaitan dengan rencana saya ke depan." Raya merangkai kebohongan lain. "Saya dulu bersama Pak Damar Sanjaya, dan kemudian dengan suami saya, Arlan Dirgantara." Ia menyebut kedua nama itu, berharap memicu ingatan.

Senyum resepsionis itu menipis. "Oh, Bu Raya. Saya ingat Anda. Dua kali berusaha keras di sini. Tapi maaf, Bu, seperti yang saya bilang, berkas lama itu tidak bisa diakses sembarangan. Anda harus membuat janji dengan dokter, dan beliau yang akan memintakan berkasnya."

Raya tahu ini akan sulit. Ia tidak bisa membuat janji dengan dokter tanpa menimbulkan kecurigaan. Ia harus menemukan cara lain. Matanya menyapu sekeliling, mencari celah. Di sudut lobi, ada sebuah rak berisi majalah dan brosur, di baliknya tersembunyi sebuah ruangan kecil bertuliskan 'Ruang Arsip Sementara'. Itu dia.

Raya pura-pura tertarik pada majalah, lalu ketika resepsionis sibuk mengangkat telepon, ia menyelinap masuk ke ruang arsip yang pintu kayunya sedikit terbuka. Debu tebal menyambutnya. Deretan lemari arsip berjejer, mengeluarkan bau apek kertas tua. Di sana, tertumpuk kotak-kotak karton berisi berkas-berkas pasien lama. Jantungnya berpacu gila-gilaan. Ini gila. Ia bisa tertangkap.

Ia mencari nama 'Raya Anindita'. Tidak mudah. Banyak berkas yang tidak diberi label jelas. Tangannya gemetar saat ia membuka satu per satu kotak. Di antara nama-nama asing, tiba-tiba matanya menangkap sesuatu: sebuah map tebal berwarna krem dengan tulisan tangan rapi, 'Raya Anindita - Damar Sanjaya'. Nafasnya tercekat. Ini dia.

Dengan tergesa, ia membuka map itu. Ada riwayat kunjungan, hasil tes, diagnosis, dan rencana program IVF pertama mereka. Semuanya terasa familiar, menyakitkan. Lalu, ia menemukan sebuah halaman tambahan, sebuah formulir persetujuan pembekuan sperma Damar beberapa tahun silam, sebelum mereka berpisah. Sebuah "cadangan" yang Damar putuskan untuk simpan, seandainya di kemudian hari mereka ingin mencoba lagi. Raya ingat Damar pernah mengutarakan hal itu sebagai "rencana cadangan" kalau-kalau terjadi sesuatu padanya di masa depan, demi garis keturunan. Ia tak pernah menyangka itu akan jadi masalah.

Tangannya terus mengaduk-aduk isi map itu. Lalu, sebuah map lain menarik perhatiannya. Map ini bertuliskan 'Raya Anindita - Arlan Dirgantara'. Dengan hati berdebar, ia membandingkan dua map itu. Semuanya normal, sampai matanya jatuh pada satu detail kecil di map kedua, di bagian detail program IVF mereka untuk Langit. Ada kode referensi bank sperma eksternal yang tercantum. Sebuah kode yang Raya tidak ingat pernah melihatnya atau dijelaskan kepadanya secara detail. Biasanya, itu hanya untuk donor anonim.

Dengan rasa penasaran yang menusuk, Raya mencari informasi lebih lanjut tentang kode itu. Ia mengeluarkan ponselnya, mengabaikan risiko tertangkap. Ia mengetik kode itu ke mesin pencari. Hasilnya mengejutkan. Kode itu tidak merujuk ke bank sperma umum, tetapi ke sebuah fasilitas penyimpanan biologi khusus yang dimiliki klinik ini sendiri, yang juga melayani penyimpanan jangka panjang untuk kasus-kasus khusus—seperti cadangan sperma dari pasien sebelumnya.

Napas Raya tercekat. Mungkinkah? Mungkinkah sperma Damar yang dibekukan itu... Mungkinkah ada kesalahan? Atau lebih buruk, kesengajaan? Sebuah skema licik yang entah bagaimana melibatkan fasilitas penyimpanan internal ini? Otaknya berputar cepat, menyambungkan titik-titik yang selama ini terpisah. Damar Sanjaya, sperma yang dibekukan, kode aneh di berkas IVF-nya dengan Arlan, dan fakta bahwa Langit bukan anak biologisnya. Semuanya berteriak membentuk satu konklusi mengerikan.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar mendekat. "Permisi, Bu? Ada orang di dalam?" Suara resepsionis. Panik mencengkeram Raya. Ia buru-buru memasukkan map-map itu kembali ke kotak, meraih formulir persetujuan pembekuan sperma Damar yang tadi ia temukan, melipatnya kecil dan menyembunyikannya di saku bajunya. Ini bukti.

Ia keluar dari ruang arsip dengan wajah pucat, jantungnya masih berdebar kencang. "Maaf, saya... saya tadi melihat sebuah brosur tentang program terbaru di sini," Raya tergagap. Resepsionis itu menatapnya curiga, tapi tak mengatakan apa-apa lagi.

Raya hampir berlari keluar dari klinik itu, merasakan udara segar bagai oksigen yang menyelamatkan jiwanya dari sesak. Di dalam mobil, tangannya yang gemetar membuka lipatan kertas itu. Dokumen itu adalah formulir persetujuan pembekuan sperma Damar, dengan tanda tangan aslinya, lengkap dengan detail tanggal dan informasi kontak. Dan di sana, tertera sebuah nomor identifikasi unik untuk sampel itu.

Ia membandingkan nomor identifikasi itu dengan kode referensi di ponselnya yang ia ambil dari berkas IVF-nya dan Arlan. Nomornya tidak persis sama, tapi formatnya, rangkaian angkanya... ada kesamaan yang mencurigakan. Sebuah penomoran internal yang menunjukkan keduanya berasal dari sistem yang sama. Bahkan, beberapa digit awal identik, seolah salah satunya adalah turunan dari yang lain.

Ini bukan lagi sekadar spekulasi. Ini adalah petunjuk kuat, hampir pasti, bahwa benih Damar-lah yang digunakan. Entah bagaimana, sperma yang Damar bekukan untuk 'rencana cadangan' masa depannya telah disalahgunakan atau tertukar dengan milik Arlan. Dunia Raya seolah runtuh. Bukan Arlan... bukan suaminya yang sekarang... tapi Damar. Mantan suaminya yang dulu.

Air mata Raya menetes, membasahi dokumen di tangannya. Pengkhianatan ini terasa menusuk hingga ke tulang. Bagaimana ia bisa menghadapi Arlan? Bagaimana ia bisa menatap Langit tanpa merasa hancur? Dan Damar... Apa motifnya? Apakah dia sengaja melakukannya? Atau ini adalah kesalahan medis fatal yang menimpa dirinya?

"Raya? Kamu kenapa?" Suara Arlan yang cemas mengejutkan Raya. Ia mengangkat kepala. Arlan berdiri di luar kaca mobilnya, memandang ke dalam dengan raut khawatir. Ia pasti melihat Raya menangis tersedu-sedu. Raya tidak menyadari ia telah memarkir mobil di depan rumah, dan Arlan telah pulang menjemput Langit.

Arlan membuka pintu mobil, matanya menatap dokumen di tangan Raya yang bergetar. Sebuah dokumen lusuh, penuh tulisan tangan dan cap. Wajahnya mengeras, pandangannya beralih dari kertas ke wajah Raya yang banjir air mata. "Ada apa? Apa yang kamu sembunyikan dariku?" Suara Arlan rendah, menuntut, dan penuh rasa sakit. Raya hanya bisa menatapnya, bibirnya terkatup rapat, tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun. Formulir pembekuan sperma Damar ada di tangannya, terbuka lebar, untuk dilihat siapa saja. Terutama Arlan.

1
Yaya Mardiana
bingung dengan cerita nya selalu berulang ulang
Bang joe: part mananya mulai kak ?
total 2 replies
Nana Colen
timititi maca nepi ka episode ieu satu kata lier
Nana Colen: asa begitu banyak kata kata atau kalimat yg di ulang ulang dan muter muter jd bukannya semangat bacanya malah jadi puyeng 🙏
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!