Sebuah bakti kepada orang tua, mengharuskan perempuan berumur 27 tahun menikah dengan laki-laki pilihan kedua orang tuanya yang selama ini ia anggap sebagai adik. Qila yanh terbiasa hidup mandiri, harus menjalani pernikahan dengan Zayyan yang masih duduk di bangku SMA. “Aku akan membuktikan, kalau aku mampu menjadi imam!” Zayyan Arshad Qila meragukannya karena merasa ia lebih dewasa dibandingkan dengan Zayyan yang masih kekanakan. Apakah pernikahan mereka akan baik-baik saja? Bagaimana keduanya menghadapi perbedaan satu sama lain? Haloo semuanya.. jumpa lagi dengan author. Semoga kalian suka dengan karya baru ini.. Selamat membaca..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merasakan Akibat
Para atasan datang dan berkumpul di ruangan pengelola mess, termasuk tim HRD. Selain mendengarkan pengakuan dari Qila, Zayyan dan sekuriti, mereka juga mengecek CCTV yang ada di koridor.
Semua orang sungguh menyayangkan kejadian hari ini. Laki-laki yang menyerang Qila, tidak lain adalah Joko, yang menduduki jabatan manajer teknisi.
Satu jam sebelum.
Joko yang sering memperhatikan Qila, secara kebetulan mengetahui perihal keterlambatan pulangnya karena ada laporan yang tumpeng tindih. Ia yang bertekad untuk menghancurkan Qila, Menyusun strateginya.
Ia tahu kalau driver tidak bisa mengantar Qila sampai rumah karena memerlukan surat jalan, jadi Joko menunggu di mess untuk melancarkan aksinya.
Dan benar saja, Qila menunggu jemputan di pos sekuriti. Sempat mengurungkan niatnya karena merasa tidak ada kesempatan. Tapi ternyata, kesempatan datang ke pihaknya. Qila berjalan menuju toilet.
Toilet terdekat saat itu sedang digunakan, jadi Qila pergi ke toilet lain. Begitu Qila keluar dari toilet, Joko membekap mulut Qila dan menarik tubuhnya menuju ruangan kosong yang ada di pojokan.
Ruangan itu ia pilih karena selain tidak ada CCTV, tempatnya jarang dikunjungi orang. Jika rencananya berhasil, ia akan membungkam Qila dengan ancaman menyebarkan video mereka.
Sayangnya, Qila bukanlah perempuan yang bisa dengan mudah ia lecehkan. Qila berontak dan sempat berteriak sambil berusaha lari. Joko sampai harus menampar Qila agar bisa diam. Segera setelah menampar Qila, Joko membungkam mulut Qila dengan sapu tangan.
Ketika ia akan memulai aksinya, ada yang menendang pinggang kanannya hingga ia terpental ke samping.
Kembali ke ruang pengelola mess.
Kedua orang tua Zayyan tidak terima denga napa yang terjadi kepada Qila. Mereka meminta penjelasan dan keadilan untuk Qila.
“Apa kamu ada pembelaan, Joko?” tanya Made, selaku supervisor pemegang jabatan tertinggi.
Joko tidak menjawab. Ia menunduk dengan wajah yang babak belur.
“Saya akan memberikan surat peringatan kepada Joko dan memintanya untuk resign. Untuk Qila, kami akan memberikan izin sakit selama 3 hari dan kompensasi. Tapi tolong untuk tidak melaporkannya ke polisi karena bisa berpengaruh kepada integritas Perusahaan.” Kata Ishak, selaku kepala HRD.
“Bagaimana, Yan?” tanya Bagus.
“Aku sudah cukup menghajarnya. Aku hanya meminta agar kabar ini tidak disebar luaskan karena akan berpengaruh kepada kehormatan istriku.”
“Istri?” para atasan Qila terkejut karena mereka tidak tahu.
Mereka sudah mendengar rumor, tetapi mengira jika itu hanyalah kabar burung karena Qila tidak ada memberikan undangan kepada mereka dan status Qila di Perusahaan masih single.
“Iya, Pak. Ini anak saya Zayyan, suami dari Qila.” Jawab Bagus.
“Oh! Iya, Pak! Kami pastikan, yang mengetahui masalah ini hanya kami saja. Joko juga tidak akan menyebarkannya karena akan berpengaruh pada imagenya. Benarkan?” lirik Made ke arah Joko.
Benar. Ia tidak akan mengungkapkannya. Jika ia melakukannya, tidak aka nada Perusahaan yang mau menerimanya yang memiliki rapor buruk menyangkut pelecehan di tempat kerja. Joko akhirnya menganggukkan kepalanya dan meminta maaf.
Meskipun tidak menerima permintaan maaf Joko yang tidak tulus, keluarga Zayyan tetap menganggukkan kepala mereka demi kebaikan Qila.
Masalah selesai, Zayyan dan keluarganya membawa Qila pulang. Mereka tidak pulang ke kontrakan, melainkan pulang ke rumah kedua orang tua Zayyan.
Sampai di rumah, Qila membersihkan diri dan melaksanakan sholat maghrib lanjut sholat isya’ karena waktu yang mepet. Setelah selesai, ia tidak lagi keluar kamar karena merasa pusing.
“Qila kenapa?” tanya Rumi yang melihat Zayyan mengambilkan makan untuk Qila.
“Kepalanya pusing, Bu. Apa ibu ada obat Pereda pusing?”
“Ada. Kamu cari saja di kotak obat.” Zayyan mengangguk. Setelah menyiapkan makanan di nampan, Zayyan mengambil air dan obat, lalu membawanya ke kamar.
Qila menurut dengan perlakuan Zayyan yang menyuapinya. Ia merasa tidak memiliki tenaga untuk berdebat saat ini.
Selesai makan, Zayyan meminta Qila meminum obat dan beristirahat. Ia kembali ke dapur dengan nampan berisi piring dan gelas kotor.
“Bagaimana?” tanya Rumi yang masih khawatir.
“Aku memintanya untuk beristirahat, Bu.”
“Bu…” panggil Zayyan yang menghentikan langkah Rumi.
“Apa, Nak?”
“Apa sudah benar kita selesaikan secara kekeluargaan tadi?”
“Sudah benar, Nak. Reputasi Qila yang utama. Kamu tidak mau Qila menjadi bahan omongan di Perusahaan, kan?”
“Tentu saja, Bu.”
“Jika saja kamu sudah mapan atau Qila hamil, mungkin memintanya untuk resign akan lebih mudah. Tetapi diselesaikan seperti ini juga tidak masalah. Yang penting kamu dampingi istrimu terus.”
“Baik, Bu.” Zayyan mulai makan dan masuk ke kamar melihat kondisi Qila.
Qila merasa tidak tenang dalam tidurnya, sehingga Zayyan memeluknya agar bisa memberikan rasa aman untuk sang istri.
Sementara itu, Joko yang sudah mendapat surat peringatan mengajukan resign malam itu juga. Ia berkemas dan keluar dari mess karyawan. Ia menginap di hotel karena tidak memungkinnya untuk pulang ke kampung halamannya.
Ia merutuki apa yang sudah terjadi. Hanya karena emosi sesaat, ia sampai mengorbankan karir yang sudah ia tekuni selama 10 tahun ini. Tetapi ia tidak menyesali pilihannya untuk menghancurkan Qila karena ia merasa Qila patut mendapatkannya.
Ia selama ini tidak pernah mendapatkan penolakan seperti yang Qila lakukan. Makanya ia merasa tertantang untuk menakhlukkan Qila. Tapi nyatanya, Nasib sedang tidak berpihak kepadanya hingga ia merasakan akibat dari perbuatannya.
Tengah malam.
Qila terbangun karena mimpi buruk. Kejadian yang ia alami menghantuinya dalam tidur. Zayyan yang merasakan Gerakan Qila, ikut terbangun dan segera memeluk istrinya.
“Tenanglah! Aku di sini.” Qila tidak menjawab. Ia hanya mengatur nafasnya seraya membalas pelukan Zayyan.
“Apa yang kamu rasakan?”
“Takut.”
“Jangan takut! Apa ada yang bisa aku lakukan untuk meredakan ketakutanmu?”
“Seperti ini saja.”
“Tidak bisa! Aku akan memberikan kenangan baru agar kamu bisa melupakannya.” Kata Zayyan seraya melepaskan pelukannya.
Perlahan ia mendekatkan wajahnya. Tetapi Ketika hampir menyentuh bibir istrinya, Qila memalingkan wajahnya hingga bibir Zayyan mengenai pipinya.
Zayyan menarik dagu Qila agar mereka berhadapan. Ia kembali mendekatkan bibir. Kali ini ia menahan dagu Qila agar tidak menghindarinya. Setelah berhasil menyatukan bibir mereka, Zayyan mulai menguasai bibir istrinya dengan permainan.
Qila mengeratkan tangannya di paha Zayyan, yang mana membuat sesuatu di antara kaki suaminya bereaksi.
Merasa Qila menerimanya, Zayyan menuntun tangan istrinya dan mengalungkannya di leher. Kedua tangannya yang bebas, meraih pinggang dan tengkuk sang istri. Saat ia baru saja akan menggerakkan tangannya di bawah pakaian Qila, otaknya bekerja dan menyuruhnya untuk berhenti.
“Apak amu sudah lupa?” tanya Zayyan.
“Belum.” Jawab Qila yang membuat Zayyan kembali mempermainkan bibirnya.
Qila yang awalnya terkejut, kini seperti terbuai dengan permainan suaminya. Secara tidak sadar, ia mendekatkan tubuhnya dan mengeratkan kedua tangannya.
Malam itu menjadi ciuman terpanas mereka, hingga keduanya memutuskan untuk menyudahi sebelum mereka terbakar Hasrat. Keduanya masih sama-sama belum siap untuk melakukan hal yang lebih jauh.