Seoul tidak pernah tidur, tetapi bagi Han Ji-woo, kota ini terasa seperti sedang koma.
Di bawah gemerlap lampu neon Distrik Gangnam, Ji-woo duduk di bangku taman yang catnya sudah mengelupas, menatap layar ponselnya yang retak. Angin musim gugur menusuk jaket tipisnya yang bertuliskan "Staff Event". Dia baru saja dipecat dari pekerjaan paruh waktunya sebagai pengangkut barang bagi para Hunter (pemburu).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENGIRIMAN PAKET SPESIAL
Jalanan utama Gangnam malam itu padat merayap. Mobil-mobil mewah berbaris rapi di lampu merah. Namun, keheningan malam terpecah oleh suara raungan mesin tua yang sekarat.
BRUM! BRUM! KROTAK-KROTAK!
Sebuah truk tangki tinja berwarna kuning pudar, dengan tulisan "SEDOT WC: CEPAT & LEGA" di sampingnya, melaju zig-zag menembus kemacetan. Bau menyengat menguar dari truk itu, membuat pengemudi Ferrari dan Porsche di sekitarnya buru-buru menutup jendela dengan wajah jijik.
Di balik kemudi, Choi Yuna mencengkeram setir dengan wajah pucat pasi. Dia mengenakan masker gas ganda.
"Tuan Han! Remnya benar-benar tidak pakem! Kita akan menabrak!" teriak Yuna, suaranya terendam masker.
Di kursi penumpang, Han Ji-woo duduk santai sambil makan kimbap segitiga kedaluwarsa (dia harus makan makanan murah untuk menjaga 'kemiskinan batin'-nya).
"Tenang, Yuna," kata Ji-woo dengan mulut penuh nasi. "Target kita adalah Gedung Golden Tooth di ujung jalan. Menabrak adalah bagian dari rencana pendaratan."
"Rencana macam apa itu?!"
"Rencana penciptaan utang," Ji-woo menunjuk gedung pencakar langit setinggi 50 lantai yang berkilauan di kejauhan. "Gedung itu dilapisi kaca impor dari Italia. Satu panel harganya 50 Juta Won. Jika kita menabrak lobi, estimasi kerusakan sekitar 5 Miliar Won."
Mata Ji-woo bersinar merah.
"Kau tahu artinya? Aku akan punya Utang Ganti Rugi sebesar 5 Miliar. Dalam sistemku, Utang \= Aset Negatif. Semakin minus hartaku, semakin dewa kekuatanku."
Yuna ingin menangis. Bosnya bukan hanya gila, tapi jenius dalam hal menjadi perusak.
"Pegangan!" teriak Ji-woo.
Truk kuning itu tidak melambat. Malah, Ji-woo menginjak kaki Yuna yang ada di pedal gas. Truk itu melompat menaiki trotoar, menghancurkan pot bunga beton, dan meluncur lurus menuju pintu kaca putar raksasa markas musuh.
Para penjaga keamanan di depan lobi berteriak panik.
"Hentikan! Itu area VVIP!"
"PAKET KILAT!" teriak Ji-woo dari jendela.
PRANG!!!
Suara kaca pecah terdengar seperti ledakan bom. Truk tinja itu menembus lobi utama, meluncur di atas lantai marmer licin, menghantam meja resepsionis, dan akhirnya berhenti tepat di depan lift eksekutif dengan asap mengepul dari kap mesin.
Hening sejenak. Hanya suara tetesan oli dan... bau yang mulai menyebar.
TING!
[NOTIFIKASI SISTEM: VANDALISME MASSAL]
Kerusakan Properti Terhitung:
Pintu Kaca Italia (Hancur): 2 Miliar Won.
Meja Resepsionis Marmer (Retak): 500 Juta Won.
Trauma Mental Resepsionis: 100 Juta Won.
Total Liabilitas (Utang Ganti Rugi): 2.600.000.000 Won.
Net Worth Anda: -2,6 Miliar Won.
EFEK STATUS:
Mode: DEBT COLLECTOR (PENAGIH UTANG) Aktif.
Kekuatan Fisik: +2.600%
Aura Intimidasi: Level Maksimal.
Pintu truk didendang terbuka hingga lepas dari engselnya.
Han Ji-woo melangkah turun. Aura hitam pekat bercampur emas menguar dari tubuhnya. Setiap langkah kakinya membuat lantai marmer retak.
"Selamat malam," sapa Ji-woo ramah pada kepala keamanan yang gemetar ketakutan. "Saya mau komplain soal penggusuran panti asuhan. Siapa manajernya?"
LIFT MENUJU NERAKA
"Serang dia! Dia cuma sampah masyarakat!" teriak Kepala Keamanan.
Lusinan penjaga elit berpakaian hitam menyerbu. Mereka bukan satpam biasa; mereka adalah Awakened (Hunter) level rendah yang disewa perusahaan. Ada yang memegang tongkat listrik, ada yang memunculkan bola api.
Ji-woo tidak menghindar. Dia hanya berjalan lurus.
Seorang penjaga mengayunkan gada besi ke kepala Ji-woo.
TANG!
Gada itu bengkok membentuk huruf U saat menyentuh dahi Ji-woo. Ji-woo bahkan tidak berkedip. Status 'Utang 2,6 Miliar' membuatnya sekeras berlian.
"Kau tahu," kata Ji-woo, mencengkeram wajah penjaga itu. "Gadamu ini murahan. Tidak ada value-nya."
Ji-woo melempar penjaga itu ke arah rombongan temannya seperti bola bowling.
Strike! Lima penjaga tumbang sekaligus.
"Tembak dia!"
Peluru sihir dan anak panah melesat.
Ji-woo menguap. Dia mengibaskan tangannya, menciptakan tekanan angin yang begitu kuat hingga membalikkan semua proyektil itu kembali ke penembaknya.
"Ah, satu hal lagi," Ji-woo menoleh ke arah truk tinja yang masih berasap. Dia menendang tangki belakang truk itu.
CROT!
Katup tangki pecah. Isinya—cairan kuning kecokelatan yang sangat bau—menyembur keluar dengan tekanan tinggi, menyiram para penjaga elit yang tersisa.
"KYAAA! BAUNYA!"
"MATAKU! MATAKU PERIH!"
Lobi mewah Golden Tooth kini berubah menjadi kolam limbah. Lukisan-lukisan abstrak di dinding ternoda. Karpet merah basah kuyup.
Yuna keluar dari truk (masih memakai masker gas), merekam semuanya dengan ponsel. "Ini konten yang akan di-banned di semua platform, Tuan."
"Ayo naik," ajak Ji-woo sambil memencet tombol lift dengan santai. Jari telunjuknya yang dilapisi aura menghancurkan tombol itu sampai ke sirkuitnya.
Pintu lift terbuka. Musik elevator yang tenang (Bossa Nova) berbanding terbalik dengan kekacauan di lobi.
Ji-woo dan Yuna masuk. Pintu menutup, meninggalkan teriakan dan bau busuk di bawah.
Di dalam lift, Ji-woo melihat angka lantai.
"Lantai 50. Penthouse."
Selama perjalanan naik, Ji-woo mengecek saldo utangnya yang terus bertambah seiring kerusakan air (limbah) yang merembes ke pondasi gedung.
[UPDATE UTANG]
Kerusakan Sanitasi & Lingkungan: +10 Miliar Won.
Total Utang: 12,6 Miliar Won.
Kekuatan: GODLIKE (Sementara).
"Yuna," kata Ji-woo pelan, menatap pantulan dirinya di cermin lift. "Apa kau bawa tisu basah? Aku kena cipratan sedikit."
"Tuan, kita mau perang melawan bos mafia. Penampilan tidak penting."
"Penting. Orang miskin harus tetap bermartabat."
TING.
Lantai 50. Pintu lift terbuka.
KONTRAK SETAN
Ruangan Penthouse itu luas, gelap, dan dingin. Hanya diterangi oleh cahaya bulan dari jendela kaca raksasa yang menampilkan panorama Seoul.
Di tengah ruangan, duduk Park Min-ho di sebuah sofa kulit. Di sebelahnya berdiri Broker, pria bertopeng yang masih memegang koin emas.
Namun, yang membuat darah Ji-woo mendidih adalah apa yang ada di belakang mereka.
Sebuah layar raksasa menampilkan live feed dari Panti Asuhan Harapan Bunda. Tiga buah buldoser raksasa sudah menyalakan mesinnya, siap meratakan bangunan tua itu dengan tanah. Anak-anak panti terlihat menangis berpelukan di halaman.
"Adikmu manis juga," kata Park Min-ho, menyesap anggur merahnya. "Namanya Han Ji-soo, kan? Dia yang memimpin doa di sana agar kakaknya datang menyelamatkan mereka."
Ji-woo melangkah keluar dari lift. Lantai di bawah kakinya retak.
"Hentikan buldoser itu, atau aku akan membuat kalian berdua jadi pengemis cacat."
Broker tertawa kecil. "Sabar, Tuan Warlord. Kami pebisnis. Kami selalu menawarkan negosiasi."
Broker menjentikkan jarinya. Sebuah meja melayang muncul di antara mereka. Di atas meja itu ada sebuah dokumen kontrak dan sebuah pena emas.
"Opsinya sederhana," kata Broker. "Tanda tangani kontrak ini. Isinya: Kau menyerahkan Hak Asuh Sistem-mu kepada kami. Sebagai gantinya, kami tidak hanya akan membatalkan penggusuran, tapi kami akan membangun istana untuk adikmu dan anak-anak panti itu. Kami akan memberikan dana abadi 1 Triliun Won untuk mereka."
Ji-woo terdiam.
Menyerahkan sistem? Artinya dia akan kehilangan kekuatannya. Dia akan kembali menjadi kuli panggul yang lemah. Tapi adiknya akan selamat dan hidup mewah selamanya.
"Jika kau menolak," lanjut Min-ho dengan senyum kejam, "Buldoser itu akan bergerak dalam 3 menit. Dan kau... yah, kau mungkin bisa membunuh kami, tapi kau tidak akan sempat menyelamatkan mereka tepat waktu."
Ji-woo menatap layar. Wajah adiknya yang ketakutan terlihat jelas.
Lalu dia menatap status sistemnya.
Utang 12,6 Miliar. Kekuatan fisik tak terbatas. Tapi kecepatan lari ke panti asuhan butuh waktu 10 menit. Dia tidak akan sempat.
"Pilihan yang sulit, bukan?" ejek Broker. "Cinta atau Kekuatan? Pengorbanan atau Ego?"
Ji-woo menunduk. Bahunya bergetar.
"Kalian benar. Aku tidak bisa menyelamatkan mereka tepat waktu dengan berlari."
Dia berjalan mendekati meja kontrak. Dia mengambil pena emas itu.
"Tuan Han! Jangan!" teriak Yuna.
Ji-woo memegang pena itu. Park Min-ho menyeringai kemenangan. Broker mengangguk puas.
Tapi Ji-woo tidak menandatangani kertas itu.
Dia justru meremas pena emas itu hingga hancur menjadi serbuk.
"Aku tidak perlu lari ke sana," gumam Ji-woo. Dia mengangkat wajahnya. Matanya bukan lagi merah, tapi putih bersinar. Aura 'Utang'-nya berevolusi.
"Sistem," panggil Ji-woo.
[SISTEM MERESPONS]
Kehendak Pengguna Terdeteksi: PENGELUARAN JARAK JAUH.
Anda memiliki Utang 12,6 Miliar (Kekuatan Penghancur).
Apakah Anda ingin menukar 'Utang' ini menjadi 'Aset Properti' di lokasi lain?
"Tukar," perintah Ji-woo. "Beli tanah di bawah buldoser itu. SEKARANG!"
"Apa?!" Broker kaget. "Kau tidak bisa membeli tanah tanpa proses notaris!"
"Aku tidak beli lewat bank," seringai Ji-woo. "Aku beli lewat Sistem Dewa."
TING!
[TRANSAKSI MISTIS BERHASIL]
Metode: Akuisisi Paksa Jarak Jauh.
Biaya: 12.600.000.000 Won (Utang Anda dilunasi dengan menukar potensi kerusakan di sini menjadi pembelian aset di sana).
LOKASI TARGET: Tanah Panti Asuhan Harapan Bunda.
STATUS: Sekarang menjadi Dungeon Pribadi milik Han Ji-woo.
Di layar raksasa, kejadian ajaib terjadi.
Tepat saat buldoser hendak menabrak dinding panti, tanah di sekitar panti asuhan bersinar biru terang.
RUMBLE!
Sebuah kubah energi transparan muncul, melindungi panti asuhan itu. Buldoser yang menabrak kubah itu terpental mundur seolah menabrak karet raksasa.
Di atas kubah itu, muncul tulisan hologram raksasa:
[PROPERTI PRIBADI HAN JI-WOO. MONSTER DILARANG MASUK (TERMASUK PENGEMBANG PROPERTI).]
Min-ho menjatuhkan gelas anggurnya. "Ba-bagaimana bisa? Kau mengubah panti asuhan jadi Dungeon?!"
Ji-woo tersenyum lemah. Tubuhnya menyusut kembali ke ukuran normal. Auranya menghilang.
Notifikasi sistem muncul:
[STATUS TERKINI]
Utang: LUNAS.
Aset Baru: 1 Unit Dungeon Panti Asuhan (Nilai Tak Terhingga).
Saldo Tunai: 0 Won.
KONDISI: Anda sekarang pemilik properti.
HUKUMAN: Karena memiliki aset properti, Kekuatan Warlord disegel 80%.
Ji-woo kembali menjadi lemah (meski tidak lumpuh, hanya sekuat manusia biasa). Dia terhuyung sedikit.
Broker melihat kesempatan ini. Matanya berkilat marah.
"Kau menyelamatkan adikmu, tapi kau mengurung dirimu di sini bersama kami tanpa kekuatan."
Broker mencabut sebuah belati panjang dari balik jasnya. Park Min-ho juga menghunus pedangnya.
"Sekarang kau cuma tikus miskin yang terjebak di kandang singa," desis Min-ho.
Ji-woo tersenyum miring, menyeka keringat di dahinya. Dia melirik Yuna yang masih memegang kamera.
"Yuna, kau bawa 'itu', kan?"
Yuna mengangguk gemetar, lalu mengeluarkan sebuah koper kecil dari tas punggungnya. Dia melemparkannya pada Ji-woo.
"Apa itu?" tanya Min-ho waspada.
Ji-woo menangkap koper itu. Dia membukanya.
Di dalamnya, bukan senjata. Bukan bom.
Melainkan tumpukan tagihan. Tagihan listrik, tagihan air, tagihan kartu kredit, surat utang negara, dan bon utang di warung ramen.
"Ini," kata Ji-woo sambil mengambil setumpuk kertas itu. "Adalah koleksi utang warga Seoul yang belum terbayar. Aku membelinya dari Guild Defisit dengan harga 100 perak."
Mata Broker membelalak ngeri. "Jangan bilang kau akan..."
"Sistem," bisik Ji-woo. "MERGER UTANG."
[SKILL AKTIF: BEBAN RAKYAT]
Mengambil alih beban utang orang lain menjadi beban Anda sendiri.
Total Utang Terkumpul: 500 Miliar Won.
BOOOOM!
Lantai Penthouse runtuh seketika. Gravitasi di sekitar Ji-woo meningkat seribu kali lipat. Beban utang 500 Miliar itu menekan tubuhnya, tapi karena dia Warlord tipe Miskin, tekanan itu berubah menjadi...
Otot Ji-woo meledak membesar, merobek kemejanya. Kulitnya berubah menjadi warna baja gelap. Matanya menyala seperti dua matahari kecil. Dia bukan lagi manusia. Dia adalah Avatar Kebangkrutan.
"Kalian bilang aku terkurung bersama kalian?"
Suara Ji-woo terdengar seperti guntur, membuat kaca jendela pecah berkeping-keping.
"Salah. Kalian yang terkurung bersamaku... dan tagihan-tagihan ini."
Ji-woo maju satu langkah. Gedung pencakar langit itu miring.
"Waktunya audit."