NovelToon NovelToon
AKU PUN BERHAK BAHAGIA

AKU PUN BERHAK BAHAGIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: sicuit

Jaka, adalah seorang yang biasa saja, tapi menjalani hidup yang tak biasa.
Banyak hal yang harus dia lalui.
Masalah yang datang silih berganti, terkadang membuatnya putus asa.
Apalagi ketika Jaka memergoki istrinya selingkuh, pertengkaran tak terelakkan, dan semua itu mengantarnya pada sebuah kecelakaan yang semakin mengacaukan hidupnya,
mampukah Jaka bertahan?
mampukah Jaka menjemput " bahagia " dan memilikinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sicuit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cari Kerja

Pagi itu, Jaka menemani Ibu berbelanja ke warung.. Dengan susah payah, Jaka berusaha untuk terbiasa. Dan Ibu, dengan sabar menemani tiap langkahnya.

Sesekali, di tempat yang sedikit lapang dan tak terlalu banyak batu, Jaka mencoba untuk menjejakkan kaki yang lumpuh. Hanya itu yang dilakukan berkali - kali. Dia berharap kakinya bisa segera pulih.

Setelah di rasa lelah, Jaka dan Ibu, melanjutkan jalan, pulang ke rumah.

Yunis yang sudah bangun, merasa sepi. Tak ada suara - suara di dapur, tak ada kletak - kletek di teras.  Dia berjalan keluar, dan memang tak ada satu pun orang di rumah.

Setelah membuat teh, Yunis duduk di teras.

Tak lama kemudian dia melihat ibu dan suaminya dari luar.

"Eeeehh ... tuan besar dari jalan - jalan ... yang lain pada kerja,  yang ini jalan - jalan, kayak harta ndak abis dimakan tujuh turunan," nyinyir Yunis.

Matanya pun melotot melihat belanjaan Ibu.

"Busyeet ... belanja lagi? Kali ini, apa lagi yang dibelinya? Dapet darimana uang, perasaan aku sudah tak pernah beri uang hampir seminggu ini?" tanyanya dalam hati.

"Lagi banyak duit ni yee ... bagi dong," ejek Yunis.

Matanya mengawasi apa saja yang dibeli ibu.

Ada bayam, cabe, tomat, tempe, dan telur.

Ibu dan Jaka tak meladeni, mereka langsung ke dapur. Jaka melanjutkan menikmati kopinya, dan Ibu siap untuk masak.

Yunis yang penasaran, ikut ke dapur. Memastikan apa yang dilihat, jangan - jangan ada sesuatu yang mereka beli tanpa dia tahu.

"Dapet dari mana duit, belanja banyak gitu?" tanyanya penuh selidik.

"Ada rejeki," jawab Ibu, pendek. Sambil terus memotong sayur.

Yunis pergi meninggalkan mereka dengan benak dipenuhi tanda tanya.

Tak berapa lama, selesailah kerjaan Ibu di dapur. Jaka membantu membawakan ke meja, untuk sarapan.

Mereka duduk bertiga, melahap suap demi suap masakan Ibu, tanpa bicara.

"Bu, setelah ini saya pamit ya, mau coba nanya kerjaan di Haji Imron, kali aja dia butuh karyawan," pamit Jaka pada Ibunya.

"Iya wes, ati - ati di jalan," jawab Ibu, dengan setengah hati, mengijinkan anaknya bekerja, dengan kondisi seperti itu.

"Iya gitu, jadi laki kudu kerja, ojo mek cuma makaaannn, tidurrr," omel Yunis.

Setelah berpakaian rapi, Jaka, dengan kruknya, berjalan susah payah ke rumah Haji Imron, orang yang punya tambak, dekat tempat tinggal Jaka.

Tok tok tok ... tok tok tok...

Permisi Bah ... permisi ...,!

"Huk .. huk ...." terdengar suara batuk dari dalam rumah besar itu.

"Permisiii ... Bah ...."  panggil Jaka lagi.

"Iya ... iya ... sopo yo?"

" Jaka, Bah,"

Haji Imron keluar dengan masih memakai sarung,

"Oh ... nak Jaka, iyo .. iyo ... ayo masuk," Haji Imron mengajaknya masuk dan duduk.

"Piye kabare Le?"

"Sae, Bah."

"Iya ... iya ..., terus ono opo iki kok tiba - tiba kesini?" tanya Haji Imron penuh selidik.

"Gini Bah, saya butuh kerja, kalau mungkin Abah butuh karyawan," terang Jaka.

Haji Imron manggut - manggut.

Sambil memperhatikan kaki Jaka.

"Iya ... iya ..., sebetule iya butuh, buat angkut - angkut ikan ke pasar, tapi ... hihihi .. piye karo sikilmu?"

Pertanyaan yang diucapkan sambil tertawa itu,  seakan memberi kesan  mengejek.

Jaka menunduk. Menunggu jawaban pasti.

"Iya maaf ya Le, tunggu kakimu sembuh ya, iya emboh kapan itu," jawab Haji Imron.

"Iya Bah, maternuwun," jawab Jaka pendek.

Setelah pamitan, Jaka keluar dari rumah Haji Imron.

"Hahahaha ... kok iyo ada - ada aja, lha wong kaki seperti itu kok mau kerja di sini." katanya sambil terkekeh.

Tak langsung pulang, Jaka dengan langkah yang susah payah, melanjutkan niatnya mencari kerja.

Kali ini, Jaka mampir ke tempat Tuan Rudi, seorang yang memliki perusahaan percetakan.

Jaka diantar oleh salah seorang karyawannya ke tempat percetakan. Di sana Tuan Rudi sedang mengawasi anak buahnya bekerja.

Setelah karyawan itu membisikkan sesuatu pada Tuan Rudi, Tuan Rudi melambaikan tangan, menyuruh Jaka untuk mendekat.

"Ada perlu apa, Nak?" tanya Tuan Rudi.

"Maaf Tuan, saya Jaka, saya cari kerja, kalau mungkin Tuan butuh tambahan karyawan, saya bersedia," jawab Jaka.

Tuan Rudi memperhatikan dari atas hingga bawah.

Mengamati dengan seksama.

Tubuh kurus, kaki timpang, tak masuk dalam catatan Tuan Rudi.

"Maaf, Nak ... tapi kami tidak bisa menerima karyawan dengan kondisi seperti ini. Di sini pekerjaannya berat," kata Tuan Rudi.

Yang langsung disambut tawa oleh beberapa orang yang ada di dekat mereka.

"Kita aja yang kakinya normal, pulang gempor, bro ... apalagi kayak ente ...." ujar salah seorang dari mereka, yang kemudian dengan sengaja menyenggol bahu Jaka.

Jaka yang pada waktu itu tidak dalam posisi seimbang, langsung jatuh.

HAHAHAHA ... HAHAHAHA ...

Bukannya menolong, tiba - tiba mereka serentak tertawa, menganggap Jaka adalah sebuah lelucon penghibur kejenuhan kerja.

Susah payah Jaka berdiri.

"Maaf, Nak .... Coba cari tempat lain," kata Tuan Rudi.

Jaka berjalan keluar dengan berbagai perasaan yang ada dalam dirinya.

Merasa bahwa dunia tak adil padanya. Seharusnya mereka bisa support, tapi kenapa malah melecehkan seperti itu.

Matahari sudah tinggi, panas menyengat kulitnya. Keringat sudah dari tadi membasahi baju dan dahinya.

Belum menyerah, Jaka tetap mendatangi beberapa tempat,

namun, jawab sama yang dia dapat.

Jaka lelah berjalan, kakinya mulai terasa ngilu. Dia duduk sejenak dekat sungai. Ada putus asa di sana. Ada perasaan malu untuk pulang. Sedang hari pun beranjak sore.

Dengan menguatkan hati, akhirnya Jaka melangkah pulang.

"Bu, Jaka pulang," salam Jaka ketika sampai di pintu.

Ibu bergegas keluar, menyambut anaknya.

Yunis pun keluar dari kamar, dia ingin tahu, apakah suaminya sudah dapat pekerjaan atau belum.

"Gimana mas?"

Jaka menggeleng pelan.

"Wakwakwakwak... iya jelasss ... sekarang sapa mau memperkerjakan orang cacat kayak gitu, wakwakwak!" Yunis tergelak dan kembali ke kamar.

Jaka meremas tangannya. Membuang muka, mengalihkan dari pandangan Ibu. Dia malu.

Malu terhadap kelakuan istrinya, malu terhadap kegagalannya. Dia malu.

Ibu yang tahu perasaan Jaka, tak banyak bicara, dia hanya menghampiri dan menepuk bahu Jaka beberapa kali.

"Ayo ke dapur, sudah Ibu buatkan minum," ajaknya dengan suara sedikit bergetar.

Campur aduk perasaan Ibu, saat itu, sedih melihat putra kesayangannya dalam keadaan seperti ini, marah terhadap menantunya, tapi dia tak bisa berbuat apa - apa.

Bahkan rumah ini pun, mereka kontrak di saudara Yunis.

     ############

Pagi berikutnya, setelah selesai sarapan juga, Jaka pamit ingin tetap cari kerja.

Ibunya terkejut dengan perkataan Jaka.

"Kondisimu masih seperti itu, apa kamu bisa to Le? Kemarin kamu juga sudah usaha. Bagaimana kalau sekarang kita ke rumah sakit aja, kontrol, kan sudah lama ndak periksa, jadwalnya aja ndak jelas," kata Ibu sedikit ketus. Mengungkapkan rasa jengkelnya terhadap Yunis.

Yunis langsung melotot mendengar perkataan Ibu.

"Apa, Bu ... periksa, emang duit mana lagi yang mau dipake? Mikir Bu ... mikir!" protesnya.

"Kalau sudah periksa kita tahu bagaimana perkembangan kakimu, nanti setelah itu baru kamu cari kerja ndak apa," kata Ibu lagi, tanpa memerdulikan ucapan Yunis.

Yunis seperti orang kebakaran jenggot karena tak dihiraukan oleh Ibu.

BRAAAAKK !!

Dia menggebrak meja, mengambil piring bekas makannya dan pergi dari situ.

Jaka berpikir sejenak.

"Betul apa yang dikatakan Ibu, seharusnya aku periksa dulu."

"Baik, Bu ... kita periksa dulu, tapi ... apa Ibu ada uangnya untuk periksa?" tanya Jaka.

Ibu hanya mengangguk.

Setelah merapikan meja, mereka bersiap ke rumah sakit.

"Yunis, apa kamu ikut ke rumah sakit?" tanya Ibu.

"Ndak Bu, aku tak di rumah saja," jawabnya pendek.

Jaka dan Ibu pun berangkat ke rumah sakit.

Setelah tahu kedua orang itu sudah berangkat, dan tak kelihatan lagi batang hidungnya, Yunis, dengan segera bertindak cepat, mencari jawaban dari pertanyaan yang mengganggu pikirannya.

1
nightdream19
Bagus Thor. kisahnya buat aku juga jadi kebayang sama kejadian tadi. lanjut Thor.. /Smile/
nightdream19: ok. siap lanjutkan baca
sicuit: terima kasih kakak .. ikuti kelanjutan kisahnya ya.. 😊
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!