Pernikahan sudah di depan mata. Gaun, cincin, dan undangan sudah dipersiapkan. Namun, Carla Aurora malah membatalkan pernikahan secara sepihak. Tanpa alasan yang jelas, dia meninggalkan tunangannya—Esson Barnard.
Setelah lima tahun kehilangan jejak Carla, Esson pun menikah dengan wanita lain. Akan tetapi, tak lama setelah itu dia kembali bertemu Carla dan dihadapkan dengan fakta yang mencengangkan. Fakta yang berhubungan dengan adik kesayangannya—Alvero Barnard.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ajakan Menikah
"Mbak Carla ...."
Suara Vero membuyarkan lamunan Carla, menarik kembali kesadarannya dari peristiwa kelam lima tahun silam. Peristiwa yang sampai sekarang masih membekas sakit, menyisakan luka yang mungkin tidak akan pernah sembuh seutuhnya.
"Mbak, aku benar-benar minta maaf. Malam itu aku nggak bermaksud—"
"Pergi!" Teriakan Carla kembali mengudara, disertai kilatan tajam di balik tatapannya.
Namun, tekad Vero untuk meminta maaf dan memperbaiki keadaan sudah bulat, sehingga tak gentar meski bentakan dan tatapan nyalang terus dilayangkan padanya.
Dengan langkah pelan, Vero mencoba lagi mendekati Carla. Tak lupa pula ucapan maaf terus ia gumamkan, guna menenangkan Carla dari rasa takutnya.
"Pergi, Vero! Kumohon, pergilah!" Suara Carla sedikit melemah, memohon agar Vero masih punya rasa iba dan tak lagi memaksakan kehendaknya seperti lima tahun lalu.
Akan tetapi, Vero tetap bersikeras dengan niatnya. Ia dekati Carla yang kala itu sudah merapat di dinding dan tak bisa bergerak lagi.
"Maafin aku, Mbak, malam itu nggak bisa mengendalikan diri dan akhirnya menghancurkan hidup Mbak Carla."
"Lupakan! Aku tidak mau membahas itu lagi. Sebaiknya kamu cepat pergi, Vero! Aku tidak mau melihatmu," sahut Carla dengan tegas.
Namun, Vero seolah tak mendengarnya. Terus saja dia menjelaskan apa yang ingin dijelaskan usai kejadian malam itu.
"Aku bodoh, Mbak, lima tahun penuh nggak bisa menemukan keberadaan Mbak Carla. Tapi, sekarang Mbak Carla udah kembali, kita udah ketemu lagi, jadi aku nggak akan mundur. Aku akan bertanggung jawab, Mbak."
Carla masih diam dan waspada. Walaupun Vero tidak dalam pengaruh alkohol dan tidak pula berusaha menyentuhnya, tetapi Carla masih sedikit trauma. Takut jika nanti tiba-tiba Vero 'menerkamnya' seperti dulu.
"Sekarang aku udah kerja, Mbak, udah bisa mengelola aset milik Papa. Aku bisa menafkahi Mbak Carla dan meng-handle kebutuhan kita nanti. Aku bisa jadi suami yang bertanggung jawab. Aku janji akan membahagiakan Mbak Carla." Vero menatap Carla dengan lekat dan penuh harap. "Ayo nikah, Mbak!" ucapnya.
"Kamu sudah gila!"
"Aku nggak main-main, Mbak, aku serius. Mungkin ini memang terlambat, tapi aku beneran nggak tahu selama ini Mbak Carla di mana. Aku udah nyoba nyari, tapi tetap nggak nemu alamat kamu, Mbak."
Carla melengos, sangat enggan membalas tatapan Vero. Gila saja, lelaki itu malah mengajaknya menikah. Apa dia lupa dengan statusnya sebagai adik Esson? Apa dia juga lupa dengan selisih usia yang mencapai sepuluh tahun?
"Mbak—"
"Jangan gila! Lupakan saja kejadian dulu, jangan merasa bersalah dan mengajakku menikah! Aku tidak butuh pertanggungjawaban darimu!" pungkas Carla dengan keras.
"Ini bukan perasaan bersalah, Mbak. Ya ... memang ada perasaan itu, tapi ... aku ngajak nikah bukan hanya itu alasannya, Mbak. Aku berani begini karena aku mencintai Mbak Carla."
Carla mengulas senyum sinis saat mendengar pengakuan Vero yang katanya menyimpan cinta. Lebih gila lagi menurutnya. Bagaimana mungkin lelaki muda yang belum lama melepas masa remaja, mencintai wanita dewasa yang sudah kepala tiga. Memangnya sekarang Jakarta sudah kekurangan gadis muda?
"Pergi sendiri atau perlu kupanggilkan satpam untuk mengusirmu pergi?"
"Mbak Carla ...."
Carla tidak menjawab lagi. Namun, langsung melangkah melewati Vero dan menuju meja kerjanya. Meraih gagang telepon dan siap menelepon.
Melihat sikap Carla yang tidak main-main, Vero pun mengalah. Ia melangkah pergi dan meninggalkan Carla di ruangannya. Namun, bukan berarti ia akan melepaskan Carla.
Rasa bersalah dan juga rasa cinta yang entah sejak kapan tumbuhnya menjerat Vero untuk tetap maju. Ke depannya, dia tidak akan menyerah, akan terus berjuang sampai Carla mempercayakan hatinya untuk ia genggam.
_______
Terhitung sudah dua hari sejak Esson bertemu kembali dengan Carla, dua hari itu pula hati dan pikirannya kacau tak menentu. Esson jadi lebih banyak diam dan menghabiskan waktu di ruang kerjanya meski tidak melakukan apa pun.
Sebagai wanita yang kini sudah menyandang gelar istri, Tessa menyadari perubahan sikap Esson. Bertanya-tanya apa gerangan yang membuat sang suami berubah. Walaupun Esson mengaku lelah karena pekerjaan yang sangat menumpuk, tetapi Tessa tak percaya, karena selama ini pekerjaan tidak pernah mempengaruhi suasana hati Esson.
Sebuah hal yang mengganggu, yang akhirnya membuat Tessa rela menunggu sang suami sampai dini hari.
"Sayang, kamu belum tidur?" tanya Esson.
Ia terkejut saat memasuki kamar dan melihat Tessa masih duduk di sofa dan asyik membaca. Padahal, kala itu jarum jam sudah menunjukkan angka dua.
"Aku menunggu kamu." Tessa menjawab sambil tersenyum. Lantas menutup bukunya dan beranjak mendekati Esson.
"Tapi, ini sudah dini hari."
Tessa tersenyum lagi. "Iya, tapi kamu juga masih bekerja."
Esson mengembuskan napas panjang. Ia merasa tertampar dengan ucapan sang istri, terlebih saat ingat bahwa sebenarnya dia tidak bekerja sungguhan. Esson merasa bersalah, tetapi keinginan hati tak bisa dibantah. Pertemuannya dengan Carla kemarin lusa telah memporak-porandakan hati yang sudah tertata.
"Kalau aku ada salah, sebaiknya kamu bilang, Sayang. Jangan hanya diam dan menghindar, membuatku bingung di mana letak salah yang telah kulakukan. Dalam pernikahan, komunikasi yang paling penting, Sayang," lanjut Tessa. Ucapannya merendah, tetapi langsung mengena.
Perihal hubungannya dengan Esson, Tessa memang tidak mau meremehkan. Lelaki itu adalah segala baginya. Tessa tak mau kehilangan Esson apa pun alasannya. Itulah mengapa Tessa sangat tanggap dengan hubungan mereka. Jika ada yang tak beres, sebisa mungkin diselesaikan secepatnya, jangan sampai berlarut-larut dan membuat jarak kian merenggang.
"Kamu tidak ada salah apa-apa, Sayang. Hanya saja ... pekerjaan memang lagi menumpuk. Makanya waktuku banyak terkuras untuk bekerja. Pikiran juga tersita di sana. Maafkan aku ya, Sayang, sampai tidak sengaja sudah mengabaikan kamu," ucap Esson sambil merangkul Tessa, sekaligus mendaratkan ciuman mesra di keningnya.
Namun, hal itu juga belum cukup untuk melegakan hati Tessa. Ia tak percaya dengan jawaban Esson barusan. Entahlah, dalam hati masih yakin bahwa ada sesuatu yang lain.
Akan tetapi, sikap manis Esson detik itu membuat Tessa kehilangan kesempatan untuk bertanya lebih lanjut. Alhasil, Tessa hanya bisa diam dan berharap sikap Esson kembali seperti sebelumnya usai perbincangan itu.
Bersambung...
Carla kenapa? beres2 barang?
Penderitaan Carla sungguh sungguh menyakitkan 🥲🥲🤗🤗
Jadi untuk apa memperdalam kisah yng sdh lewat ikhlas kan aja Son , cerita mu dngn Carla sdh selesai 😠😠🤣