Lareyna adalah istri yang semena-mena pada suaminya karena selama ini dia mengira suaminya menikahinya hanya karena bisnis.
Sebuah kesalahpahaman terjadi antara mereka hingga hubungan mereka semakin jauh padahal sudah berlangsung selama tiga tahun.
Hingga sebuah insiden terjadi, Ayden menyelamatkannya dan menukar nyawanya demi keselamatan Lareyna. Di ujung kebersamaan mereka Lareyna baru tahu kalau Ayden selama ini mencintainya.
Dia menyesal karena sudah mengabaikan Ayden, andai ada kesempatan kedua dia ingin memperbaiki semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vicka Villya Ramadhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suamiku, aku merindukanmu
Gadis itu mencari-cari kacamatanya yang ternyata terjatuh di depan Lareyna. Merasa bersalah, Lareyna mengambil kacamata itu lalu dia berdiri dan mengulurkan tangannya.
“Apa ini milikmu?”
Gadis itu mendongak dan keduanya sama-sama terkejut.
Ah, ini dia si sekretaris masa depan yang ingin merebut suaminya.
Pantas saja dulu Lareyna tidak begitu mengenalinya karena penampilannya di kampus tampak culun. Tidak ada yang tahu nantinya dia akan menjelma menjadi sekretaris cantik dengan image bak malaikat.
Tangan Misca terulur kemudian dia mengambil kacamata itu. Dia tersenyum dan Lareyna bisa melihat senyuman itu tidak menyentuh matanya sama sekali. Senyuman penuh keterpaksaan.
“Oh, kamu rupanya. Apa kabar?”
Lareyna berusaha bersikap manis karena dia tahu Misca adalah salah satu anak panti asuhan tempat Ayden dibesarkan. Akan sangat konyol apabila dia marah dan mengamuk pada Misca sedangkan mereka belum memiliki masalah apapun saat ini.
“Tetapi gagangnya patah, aku nggak sengaja menginjaknya. Maaf ya, aku akan menggantinya,” ucap Lareyna.
Misca menggeleng. “Nggak perlu. Aku menyukai kacamata ini sejak kecil karena ini adalah hadiah ulang tahun dari Kak Ayden.”
Gadis yang rambutnya dikepang satu itu tersenyum, sepertinya dia ingin menunjukkan jika dia memiliki kedekatan dengan Ayden.
“Ah begitu. Rupanya suamiku itu sangat dermawan ya. Dia memang begitu baik dan sangat manis. Aku nggak salah memilih dia menjadi suamiku.”
Merasa ucapan Lareyna itu seperti tengah memamerkan kebahagiaannya, Misca yang masih duduk di lantai itu pun berdiri. Dia sepertinya tidak ingin menggunakan topeng malaikat itu di hadapan Lareyna. Sangat jelas matanya memancarkan sinar permusuhan.
Lareyna menanti dengan santai apa yang hendak dikatakan oleh Misca tetapi gadis itu tidak mengatakan apapun, bahkan dia berlalu pergi begitu saja. Lareyna pun tidak peduli, dia masih memiliki banyak waktu untuk mencegah Misca masuk di perusahaan dan menjadi sekretaris Ayden. Lareyna akan membuat Misca mengambil beasiswa itu dan kalau perlu melemparnya sejauh mungkin agar tiada kesempatan lagi untuknya mendekati Ayden.
“Lebih baik aku ke perusahaan, aku tiba-tiba merindukan suamiku itu. Uh, sekarang aku harus memiliki banyak cara untuk merebut hatinya. Dia mulai bersikap dingin padaku!”
Lareyna tidak akan menyerah, dia akan membuat Ayden kembali bersikap seperti semula. Tidak mengapa jika dia harus berjuang hingga akhir hidupnya, sebab apa yang Ayden berikan di kehidupan sebelumnya itu jauh lebih besar dibandingkan perjuangannya yang sekarang.
—00—
Tatapan gadis yang mengenakan dress bermotif bunga daisy itu terus tertuju pada kotak kue di tangannya. Sebelum datang ke kantor dia memutuskan untuk mampir di toko kue dan tadi agak lama karena dia kembali merutuki dirinya yang tidak tahu sama sekali apa kue kesukaan Ayden. Alhasil dia membeli kue kesukaannya sendiri.
“Ayden suka semua hal tentangku. Dia pasti suka dengan kue cokelat ini,” ucap Lareyna dengan penuh percaya diri.
Tidak ada lagi drama dia yang ditahan oleh resepsionis karena yang menemaninya berjalan ke ruangan Ayden adalah petugas keamanan perusahaan.
Setelah sampai di depan ruangan Ayden, Lareyna yang hendak memberi kejutan itu menghentikan gerakan tangannya yang akan memutar handle pintu. Samar-samar dia mendengar percakapan di dalam ruangan itu.
“Iya Kak. Lareyna – ah maksudku istrimu yang memintaku untuk datang menghadap langsung padamu, Kak.”
Tunggu dulu, itu adalah suara calon sekretaris masa depan dan dia sudah berada di dalam ruangan Ayden dengan membawa-bawa namanya.
‘Apa-apaan ini?’
“Aku sudah bilang padamu jika Lareyna itu masih bersama Morgan. Aku melihat sendiri kok dia berada di taman kampus dan mereka duduk berdua. Karena aku mendapatinya dia pun marah dan menyuruh temannya untuk memukuliku. Lihatlah wajahku babak belur begini. Kacamataku juga patah. Dia dengan sombongnya menyuruhku untuk mendatangimu dan meminta ganti rugi.”
Lareyna tergelak. Rupanya ulat bulu sudah mulai beraksi dengan mengarang cerita.
“Ah, dia mau bermain denganku rupanya,” bisik Lareyna.
Dia kemudian membuka pintu hingga membuat Ayden dan Misca menoleh. Sungguh Misca sangat kaget melihat kedatangan Lareyna. Dia begitu gugup bahkan sampai tidak berani mengangkat wajahnya.
“Suamiku, aku merindukanmu,” ucap Lareyna yang langsung meletakkan kotak kue itu di atas meja lalu dia duduk di pangkuan Ayden dan mengalungkan tangannya di leher Ayden. “Lho, kenapa dia ada di sini? Aku nggak tahu kalau kamu sedang menerima tamu,” lanjut Lareyna berpura-pura kaget dengan keberadaan Misca.
Tindakan Lareyna yang tiba-tiba itu membuat Ayden harus menahan sesak yang ditimbulkan oleh istri kecilnya ini. Sudah hampir seharian ini setelah klien penting itu pulang dia dibuat uring-uringan karena surat perjanjian cerai itu, lalu tiba-tiba Misca datang yang disusul oleh kedatangan Lareyna yang kini tengah bersandar di bahunya. Jangan lupa, dia juga duduk di pangkuan Ayden yang membuat sesuatu di bawah sana terasa sesak.
Misca memalingkan wajahnya. Dia juga gugup karena tidak ingin ketahuan kalau dia datang dan mengarang cerita.
“Karena Lareyna sudah datang, aku pamit Kak,” ucap Misca.
Gadis itu berdiri dan tidak menunggu apapun tanggapan Ayden. Dia juga melihat Lareyna yang memejamkan matanya di pangkuan Ayden. Pikirnya, inilah waktu yang tepat untuk kabur.
“Kenapa buru-buru? Aku belum bertanya padamu mengapa wajahmu itu babak belur? Tadi waktu aku nggak sengaja menabrakmu di kampus, kamu nggak kenapa-kenapa lho?”
Langkah Misca tercekat, tangannya yang baru saja akan memutar gagang pintu itu berhenti di udara.