Apa dasar dalam ikatan seperti kita?
Apa itu cinta? Keterpaksaan?
Kamu punya cinta, katakan.
Aku punya cinta, itu benar.
Nyatanya kita memang saling di rasa itu.
Tapi kebenarannya, ‘saling’ itu adalah sebuah pengorbanan besar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episot 21
"Kenalkan, beliau adalah Nona Eva Liora dari Atlantic Hotel."
Kavi memperkenalkan wanita itu, wanita yang datang paling akhir ke meja rapat. Penampilannya glamour dengan barang-barang mewah di hampir seluruh badan.
Semua menyapa serempak, "Hallo, Nona Eva."
“Hallo, senang bertemu kalian," balas ramah Eva.
Dia adalah putri dari pemilik Atlantic Hotel yang kontrak proyek-nya baru beberapa hari lalu ditandatangani Kavi. Atlantic akan membangun cabang kedua di timur kota dan menginginkan Manggala Construction yang mengerjakan. Demikian berarti Eva Liora adalah klien penting Manggala yang tidak bisa disepelekan.
"Ayahku memintaku bergabung di rapat pertama untuk melihat bagaimana kalian semua akan memulai. Semoga berkenan dengan kehadiranku."
"Tentu, Nona." Tidak ada yang keberatan.
Puja hanya memandang sesaat untuk menilai. Dari sana dia langsung tahu, Eva menaruh kagum atas Kavi terkait pandangannya yang terus dan berulang ke satu arah di mana Kavi berada.
Tidak ada senyum dan tatapan seintens itu kecuali pada orang yang disuka.
Sejurus perhatian Puja dan semua orang kini beralih pada Gia yang mulai menyiapkan berkas dan layar untuk Kavi mempresentasikan idenya terkait proyek besar ini.
"Mari kita mulai!" Kavi berdiri, memulai bicara terhubung tema, akan segera membuka sesi presentasi-nya.
Saat di tempat kerja seperti sekarang, aura Kavi akan berubah 180 derajat dari keaslian jati dirinya yang konyol, yang terlihat saat ini dia terkesan tegas dan berwibawa.
Tentu saja, siapa pun tidak boleh memandang biasa dirinya sebagai CEO dan pewaris tunggal Manggala yang notabene perusahaan konstruksi paling besar di ibukota dan ketiga di tanah air.
Semua perhatian nampak serius mengarah pada apa yang Kavi jelaskan sekarang. Mereka tak boleh lengah dan bermain-main.
Namun lain dengan semua, Eva Liora memiliki pandangan berbeda. Bukan presentasi Kavi yang jadi fokus, melainkan pria itu sendiri yang baginya begitu luar biasa dari segala sisi. Wajah, karisma, suara, tidak ada yang sederhana.
Eva ingin membungkus lelaki itu lalu membawa pulang.
Puja mendapati hal demikian sedikit merasa kesal, mengembus napas kasar hingga berulang. Namun dia masih di ranah kerja, tidak boleh mengacaukan apa yang telah Jimmy ajarkan, juga kesempatan emas dari pasangan mertuanya hanya karena hal yang belum pasti.
"Apa ada yang ingin kalian tanyakan?" tanya Kavi sesaat semua ide sudah dia tuang di layar besar dan menjelaskan sesuai struktur.
Seperti biasa idenya akan selalu sempurna. Tak satu pun ada sangkalan dari divisi team maupun para staf tinggi yang semua hadir di sana. Mereka menggeleng karena paham dan merasa jelas.
"Idemu tetap secemerlang itu, Pak Kavi," Satu tetua pria berkomentar dengan senyuman bangga. "Saya rasa 'tak perlu ada perubahan. Kita hanya tinggal mencari pekerja dan menghubungi pemasok bahan."
"Setuju." Lainnya pun sama.
"Terima kasih, Pak Nandi dan kalian semua," ucap Kavi, lalu menoleh pada Eva Liora. "Nona Eva, apa ada yang Anda keluhkan atau tidak Anda setuju terkait ide saya tadi?"
Bodohnya wanita itu malah tersenyum menatap Kavi seperti lupa ada di situasi apa.
Semua orang saling beradu pandang, juga ada yang menutup mulut menahan senyuman geli.
"Nona Ev!" Asistennya menepuk pundak wanita itu untuk menarik kesadarannya.
Eva langsung terperanjat. “Ah, ya?!” Lalu memandang sekeliling setelah memahami gestur si asisten melalui kedipan mata.
"Pak Kavi bertanya ... apakah Nona ada keberatan terkait ide pembangunan yang tadi beliau jelaskan?" Asistennya mengulang pertanyaan Kavi lagi dengan suara kaku.
Wanita itu gelagapan sebentar lalu tersenyum-senyum pada semua. "Ah itu ...." Bingung sudah. Akan tetapi .... "Aku ... tentu setuju, tidak ada yang kuberatkan. Semua yang Pak Kavi kembangkan pasti sudah terencana baik. Jadi lakukan saja." Sejuta akal menyelamatkan diri.
"Kalau begitu baiklah, terima kasih," Kavi menanggapi, tak peduli jika wanita itu memerhatikan atau tidak. "Mari kita lanjutkan dengan pembagian tugas."
Semua yang hadir langsung sigap dengan dokumen-dokumen yang mereka bawa, termasuk Puja Anugerah.
Tatapan Kavi mengarah pada istrinya itu ketika Jimmy menggeser kursi lebih mendekat untuk menunjuk sebuah tulisan di berkasnya Puja. Ada senyuman ringan di sela ucap pelan Jimmy yang kemudian dibalas Puja dengan anggukan berpulas senyuman sama.
"Kenapa dia terus cari perhatian?" gerutu Kavi, dalam batin mengutuk Jimmy. Ingin rasanya menonjok pria itu. Tapi kelakuannya tidak berlangsung lama, setelahnya dia kembali fokus pada bahasan terkait pertemuan ini. Tetap harus konsisten di jalan yang benar--demi uang. Jika tidak, ayahnya yang akan mengutuk dia menjadi ember.
Di posisinya, Eva Liora mengikuti pandangan Kavi yang berulang mengarah ke titik itu. Dia terus memerhatikan dan mulai berasumsi bahwa wanita itu, wanita yang duduk di kursi paling akhir, wanita yang paling mencolok wajah cantiknya, wanita yang memiliki senyum menawan, dan wanita yang dekat dengan seorang pria tampan lain selain CEO--Jimmy, adalah Puja Anugerah, memiliki tempat khusus dalam kuasa pandangan Kavi.
***
Rapat berakhir setengah jam kemudian dengan pembagian tugas merata.
Kavi keluar dari ruangan tetap dengan pengikutnya--Gia Marta, sementara yang lain berhambur lebih dulu. Tak hanya berdua, Eva Liora dan asisten-nya juga berjalan berdampingan dengan Kavi.
Puja berada tak jauh di depannya bersama Jimmy, melangkah sembari mengobrol kecil, membuat hati Kavi lagi-lagi harus merutuk. Kebetulan dengan kekesalan itu, mereka akan masuk ke lift yang sama.
Puja memalingkan wajah seraya mendengus saat Eva masuk bersamaan Kavi lalu mengambil posisi di depan, berdampingan dan sangat dekat, sedang dirinya dan Jimmy terempas di belakang.
"Umm, Kavi ...."
Kavi menoleh Eva yang baru saja menyebut namanya dengan panggilan halus. "Ya."
"Aku ada waktu satu jam sebelum kembali ke kantor ayah. Jadi ... bisa kita makan siang bersama sambil mengobrol sebentar? Aku ada bahasan yang ingin kusampaikan soal kerjasama kita."
Mendengar ajakan itu, Kavi tidak terburu-buru untuk menjawab, tipis saja dia melirik ke belakang di mana Puja berada, sedikit ragu karena dia juga paham Eva Liora punya niatan lain selain apa yang tadi dikatakannya, Puja mungkin bisa salah paham dan janji di depan ibu mertua pasti dianggap hanya bualan.
Puja sendiri, dia membuang pandang ke samping kiri, berusaha tidak memedulikan apa pun yang akan dilakukan Kavi dengan wanita kaya itu.
Sementara Jimmy tetap sedatar biasa, lurus tanpa terusik.
"Kavi!" Eva menegur, Kavi malah diam setelah ajakannya tadi, kemudian lanjut bertanya, "Apa kamu sudah punya janji lain?" tanyanya. “Ah, maaf, karena sepertinya umur kita gak jauh beda, jadi bisa kita saling menyapa lebih santai?”
Setelah mendengar pendapat itu, lagi-lagi Kavi terganggu dengan adanya Puja di balik tubuh. “Sial! Kenapa lift-nya ngedadak lambat sih!”
“Kavi!" Eva menegur kediamannya.
Berhasil membuat Kavi terperanjat. "Ng, itu ... tidak masalah, Nona Eva. Silakan lakukan yang Anda suka.”
“Bisakah kamu panggil aku Eva saja?”
Kavi melengak ke wajah wanita itu di samping, lalu menjawab. “Umm ... bisa. Tentu saja bisa ... Eva.”
“Yeah!" Eva kegirangan. “Jadi gimana, bisa kita makan siang bareng?”
Kavi meragu dan berpikir, namun mengingat satu hal, lekas dia menyanggah, "Tidak! Saya sedang tidak ada janji. Jadi mari makan siang bersama."
“Ah, kamu masih aja formal,” sungut Eva dengan bibir manyun, kemudian ceria kembali. “Tapi gak apa. Kalo udah ngobrol banyak pasti kamu mudah biasa.”
“Iya, begitu.”
Sesungguhnya Kavi tak punya pilihan lain. Gadis sejenis Eva, dia sangat paham perangainya. Jika tidak dapat apa yang dimau, apa pun akan dilakukannya termasuk membatalkan kontrak kerjasama antara Manggala dan Atlantic hotel, bisa dilakukan wanita itu sebagai ancaman.
Itu bukan hal baik. Aji bisa benar-benar memecatnya jadi ahli waris. Urusan Puja, Kavi berjanji pada hati akan menyelesaikannya setelah ini.
"Kalau gitu aku pilihkan tempat yang paling bagus! Terima kasih, Kavi." Sedikit dia pamer keberhasilan pada Puja di belakangnya
"Ya,” tanggap Kavi singkat saja.
Puja tersenyum kecut sembari membuang wajah. Ada desiran tak enak menggores dasar hatinya. “Kalo kelakuannya kayak gitu, aku gak nyangkal ucapan Mama Bening kalo Kavi sering bawa perempuan ke kantor ini. Mungkin semua klien perempuan digodanya kayak sekarang. Cuih! Dasar tukang tebar pesona!”
Tak lama pintu lift terbuka.
Dengan tanpa tahu malu, Eva langsung menggamit lengan Kavi untuk dia gandeng layaknya pasangan. Membulatkan mata Kavi juga karena terkejut.
Tak terkecuali Puja tentu saja, dia mendengus kesal melihat dua orang yang sama konyol. Sedang Jimmy nampak sudah biasa. Kan kelakuan Kavi memang begitu. Perempuan bukan hal tabu bagi putra Manggala.
jadi lupakan obsesi cintamu puja..
ada jim dan jun, walaupun mereka belum teruji, jim karena kedekatan kerja.. jun terkesan memancing di air keruh..